0

#Pemerintah sukses dan mendapat pujian dari dunia intenasional karena berhasil mengatasi bancana non alam yaitu Covid-19 (coronavirus), tapi gagal mengatasi kasus perkara Korupsi sejak Indonesia merdeka tahun 1945 termasuk di Jawa Timur. Ada apa? Apakah memang Korupsi negeri ini sudah menjadi sistem diberbagai lini dan sulit untuk diatasi?#   

BERITAKORUPSI.CO –
Bancana non alam yang melanda dunia termasuk Indonesia yaitu Covid-19 (coronavirus) hingga menelan korban jiwa jutaan orang sejak tahun 2020 - 2022 awal, sempat membuat kasus pekara Korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menurun dari tahun sebelumnya

Banyangkan, pada tahun 2019 sebelum dunia termasuk Indonesia dilanda Virus ganas itu, jumlah perkara Korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya adalah sebanyak 151 perkara. Dan pada tahun 2020, saat Indonesia dilanda Virus yang mematikan dan pemerintah memberlakukan PSPB (PembatasanS Berskala Besar) dan kemudian diganti menjadi PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), jumlah perkara Korupsi menurun drastis menjadi 91 perkara

Namun anehnya, pada tahun 2021 seiring dengan sedikit meredanya Covid-19 di tanah air, perkara Korupsi justru meningkat menjadi 124 perkara atau naik 35.26% dari tahun 2019 yaitu sebanyak 151 perkara

Dan anehnya lagi adalah, pada tahun 2022, setelah Indonesia mengalami pemulihan dari Covid-19, perkara Korupsi justru mengalami peningkatan dari 124 perkara pada tahun 2021 menjadi 191 perkara atau naik 54 persen (lihat bagan)

Dari 191 perkara, sebanyak 146 perkara sudah di putus (Vonis) oleh Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan jumlah Majelis Hakim sebanyak 15 orang yang terdiri dari 7 Hakim Karier dan sisanya adalah Hakim Ad Hoc. Hal itu disampaikan oleh Humas Pengadilan Tipikor Surabaya, I Ketut Suarta, SH., MH maupun Panmud Pengadilan Tipikor Surabaya Akhmad Nur, SH., MH

“Meningkat dari tahun kemaren. Tahun ini sebanyak 191 perkara dan yang sudah diputus 124 perkara, sisa sebanyak 89 perkara. Jadi ada kenaikan 54 persen,” kata Panmud Pengadilan Tipikor Surabaya Akhmad Nur, SH., MH saat ditemui beritakorupsi.co di ruang kerjanya, Jumat, 30 Desember 2022.

Meningkatnya kasus perkara Korupsi ini, lalu dimana yang salah? Pemerintah sukses dan mendapat pujian dari dunia intenasional karena mampu mengatasi bancana non alam yaitu Covid-19 (coronavirus) tapi gagal mengatasi kasus perkara Korupsi sejak Indonesia merdeka tahun 1945 termasuk di Jawa Timur. Ada apa? Apakah memang Korupsi negeri ini sudah menjadi sistem diberbagai lini dan sulit untuk diatasi?.    
Sebab kasus Korupsi di tanah air khususnya di Jawa Timur ibarat air laut yang mengalami pasang surut atau ibarat Peribahasa mati satu tumbuh seribu. Para pencuri uang rakyatpun sepertinya tak kenal takut masuk penjara

Apalagi dengan penrnyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan yang mengkritik cara kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan kegiatan tangkap tangan atau yang lebih ngetren di masyarakata OTT (Operasi Tangkap Tangan) setelah Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Simanjuntak dari Fraksi Golkar tertangkap tangan (14 Desember 2022) adalah jelek bagi negara Indonesia

Menko Marvest Luhut Binsar Pandjaitan mengkritik OTT yang dilakukan ooleh KPK disampaikannya di acara peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023 - 2024 di Jakarta, 20 Desember 2022

"Kita nggak usah bicara tinggi-tinggilah. OTT-OTT ini kan nggak bagus sebenarnya. Buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau kita digital life, siapa yang mau melawan kita," ujar Luhu, (dikutip dari NBC Indonesia)

Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah kegiatan tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK, mencoreng nama baik Indonesia dimata dunia internasional atau justru perilaku para pejabat yang Korupsi yang berdampak buruk? Haruskah para penjabat dibiarkan begitu saja saat menerima sejumlah duit dari berbagai pihak yang berkaitan dengan jabatan dan kewenangannya???

Dan anehnya adalah, beberapa kasus perkara Korupsi di Jawa Timur hingga saat ini belum juga tuntas, diantaranya adalah Perkara Korupsi dana Hibah Kabupaten Jember tahun 2015 sebesar Rp38 miliar, Kasus Korupsi dana PSSI Kabupaten Tulungagung Tahun 2011 sebesar Rp1.7 miliar, Kasus dugaan Korupsi “Kambing Etawa” Kabupaten Bangkalan tahun 2017 sebesar Rp8.4 miliar, kasus Korupsi Suap Jual beli tanah oleh PT Tirta Investama Kabupaten Jombang tahun 2014, Kasus Korupsi dana Hibah Pemkot Surabaya, dimana 6 anggota DPRD Surabaya sudah diadili dan satu di Vonis bebas oleh Mahkamah Agung. Sementara pihak Pemkot Surabaya yang disebut dalam hasil Audit BPK RI turut terlibat juga belum diproses hukum

Selain itu, masih ada kasus Korupsi Jembatan Brawijaya tahun 2011 sebesar Rp14 M, Kasus Korupsi Dana Bansos Kab. Jember tahun 2015 sebesar Rp38 M dan Korupsi Kredit Fiktif Bank Jatim Cabang Kepanjen Kabupaten Malang tahun 2017 – 2019 sebesar Rp179 M serta kasus perkara Korupsi pengunaan dana fiktif kegiatan PSSI Kota Pasuruan tahun 2015 sebesar Rp3.883.480.409, yang hingga saat ini belum tuntas dimana pihak-pihak yang terlibat masih bebas berkeliaran

Dari sekian kasus perkara Korupsi, ada yang “misterus” yaitu kasus Korupsi P2SM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov. Jatim) Tahun Anggaran (TA) 2008 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 277,6 miliar

Pada hal tahun 2018, penyidik Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur sudah mengantongi nama-nama calon tersangka. Namun seiring dengan bergantinya Kepala Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur dari Dr. Sunarta, SH., MH hingga ke Dr. M. Dofir, SH., MH, apalagi dengan meninggalnya dr. Bagoes Soedjito Suryo Soelyodikusumo pada tanggal 20 Desember 2018 di Lapas Porong, menjadilan calon tersangkanya pun “ikut pergi takan kembali”

Yang mengherankan dari kasus ini adalah, dimana para Terdakwa/Terpidana yang diadili bukan dari pemberi dana P2SEM, melainkan lembaga penerima termasuk alm. Fathur Rojid mantan Ketua DPRD Jatim tahun 2008, dimana Sekda Pemrov Jatim saat itu dijabat oleh Soekarwo yang kemudian menjadi Gubernur Jatim tahun 2009 hingga 2019

Dan hingga saat ini, istri dan anak-anak dari alm. dr. Bagoes Soedjito Suryo Soelyodikusumo masih berharap bahwa Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur mengusut tuntas pihak-pihak yang ikut menikmati “keringat” masyarakat Jawa Timur

“Saya dan anak-anak masih berharap. Apakah hukum itu bertindak adil atau tidak,” kata istri alm. dr. Bagoes saat menghubungi beritakorupsi.co, Kamis, 29 Desember 2022.

Tang tak kalah mengherankan adalah  “hilangnya” para pelaku dalam perkara kasus Korupsi Kredit fiktif sistem Grouping (memecah jumlah kredit dengaan cara meminjam atau memakai nama-nama orang lain) Bank Jatim Cabang Kepanjen Kabupaten Malang pada tahun 2018 – 2019 yang merugikan keuangan negara Cq. Bank Jatim sebesar Rp179.372.617.545,50

Sebab dalam fakta hukum yang terungkap dalam persidangan adalah, bahwa kasus Korupsi Kredit fiktif sistem Grouping Bank Jatim Cabang Kepanjen Kabupaten Malang pada tahun 2018 – 2019 yang merugikan keuangan negara Cq. Bank Jatim sebesar Rp179.372.617.545,50 melibatkan 10 pelaku utama

Ke 10 orang tersebut adalah; 1. Mohammad Ridho Yunianto, SE., MM,; 2. Edhowin Farisca Riawan, ST),; 3. Dwi Budianto,; 4. Andi Pramono,; 5. Chandra Febrianto,; 6. Abdul Najib,; 7. Hadi Pradjoko,; 8. Imansyah Sofyan Hadi,; 9. I Gede Mastra (alm) dan 10. Made Rajid Mahendra pemilik Giri Palma Hotel dan Giri Palma Furniture, salah satu toko mebel terbesar di Kota Malang termasuk Reza Pahlevi, Arif Afandi dan Dhonny Eka Aryan Darma Putra selaku Analis atau AO (Account Officer) Kredit sistem Grouping Bank Jatim Cabang Kepanjen Kabupaten Malang

Dari 10 orang ini, hanya 6 orang yang diseret ke Pengadilan Tipikor untuk di adili dan sudah di vonis bersalah, yaitu; 1. Mohammad Ridho Yunianto, SE., MM,; 2. Edhowin Farisca Riawan, ST),; 3. Dwi Budianto,; 4. Andi Pramono,; 5. Chandra Febrianto,; 6. Abdul Najib

Sedangkan 3 orang lagi yaitu Hadi Pradjoko, Imansyah Sofyan Hadi dan Made Rajid Mahendra dianggap tidak terlibat oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Buktinya hingga saat ini, ketiga orang tersebut masih melenggak lenggok menikmati sejuknya udara Kota Malang. (Jnt)

Menariknya sejak Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dijabat oleh Dr. Mia Amiati, SH., MH adalah kegiatan jumpa Pers diakhir tahun tidak lagi ada, melainkan dilakukan pada Oktober 2022 bertepatan tahap dua kasus Kanjuruan dengan mengundang Wartawan dilingkungan Kejaksaan Tinggi

“kmaren rilis pas tahap II kanjuruan skalian d sampaikan (kemaren rilis pas tahap II kasjuruan sekalian di sampaikan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim Fathur Rohman, SH., MH saat dihubungi beritakorupsi.co, Kamis, 29 Desember 2022. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top