0
Saksi Jumali (Kepala Desa Joho, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk): “Kalau uang itu dikembalikan saya akan diskusikan dengan teman-teman apakah akan disumbangkan. Uang Rp10 juta adalah uang teman-teman dan yang 1 juta untuk beli Aqua saat pelantikan”
BERITAKORUPSI.CO –
“Kuingin marah melampiaskan - tapi kuhanyalah sendiri di sini - ingin kutunjukkan pada siapa saja yang ada - bahwa hatiku kecewa. Hanya tersenyum kini yang mungkin bisa aku lakukan - walau ku tau hati sedikitpun tak bisa di bohongi - seakan teman yang kini kurasa untuk mengalihkan - semua yang kurasakan sebenarnya sangat menyakitkan”. Ini adalah sebahagian dari penggalan lirik lagu yang berjudul Kecewa

Dan mungkin seperti lirik lagu inipulalah yang dirasakan oleh Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk Periode tahun 2018 – 2023 yang Tertangkap Tangan oleh Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama penyidik Bareskrim Mabes Polri (Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia) pada Minggu, tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB dan merasa kecewa untuk Ketiga kalinya atas proses hukum yang dijalaninya

Baca juga: Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Diadili Dalam Perkara Korupsi Tangkap Tangan ‘Sebesar Rp629 Juta’ - http://www.beritakorupsi.co/2021/08/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidhayat.html

Baca juga: Eksepsi Ditolak, Perkara Korupsi Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Lanjut Diadili - http://www.beritakorupsi.co/2021/09/eksepsi-di-tolak-perkara-korupsi-bupati.html
Rasa keceawa yang pertama dirasakan Terdakwa Novi Rahman Hidhayat adalah pada saat Majelis Hakim menolak Eksepsi atau keberatannya (Senin, 20 September 2021) atas surat dakwaan Tim JPU (Tim Jaksa Penunut Umum) yang juga selaku Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nganjuk Nophy Tennophero Suoth, SH., MH dan JPU Eko Baroto dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) yang menjelaskan bahwa Terdakwa Novi Rahman Hidhayat melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B (atau Kedua Pasal 5 ayat (2) Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Ketiga Pasal 11) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Rasa kecewa yang kedua adalah pada saat Tim JPU menyatakan bahwa Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Terdakwa Novi Rahman Hidhayat pun dituntut pidana penjara selama 9 tahun pada Kamis, 23 Desember 2021
 
Baca juga: Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Dituntut 9 Tahun Penjara Dalam Perkara Korupsi - http://www.beritakorupsi.co/2021/12/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidhayat.html

Baca juga: Kajari Nganjuk dan 5 Kasi Sebagai JPU Dalam Sidang Perkara Korupsi Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat - http://www.beritakorupsi.co/2021/08/kajari-nganjuk-dan-5-kasi-sebagai-jpu.html
Dua kali sudah merasa kecewa, Terdakwa Novi Rahman Hidhayat masih berharap ‘Sri Dewi’ akan berpihak padanya dan berharap bebas dari jeratan hukum sehingga dapat melaksanakan tugasnya sebagai Bupati Nganjuk hingga diakhir jabatannya pada tahun 2023 mendatang

Itulah sebabnya, Terdakwa Novi Rahman Hidhayat maupun melalui Tim Penasehat Hukumnya, Tis'at Afriyandi dkk mengatakan bahwa kasus yang menjerat Terdakwa adalah rekayasa dan meminta kepada Majelis Hakim untuk membebaskan Terdakwa dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Namun ibarat Peribahasa, “Maksud hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Berharap akan di Vonis bebas namun sebaliknya malah dihukum”. Sehingga Terdakwa Novi Rahman Hidhayat harus menelan rasa kecewa untuk ketiga kalinya

Rasa kecewa yang ketiga kalinya dirasakan oleh Terdakwa Novi Rahman Hidhayat adalah hari ini, Kamis, 06 Januari 2022 saat Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan hukuman (Vonis) pidana penjara selama 7 tahun karena terbukti sacara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e dan Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP 
 
Baca juga: Lima Dari Tujuh Terdakwa Korupsi Suap Tangkap Tangan Dituntut Masing-Masing 2 Tahun Penjara - http://www.beritakorupsi.co/2021/11/ima-dari-tujuh-terdakwa-korupsi-suap.html
Terdakwa M. Izza Muhtadin (kemeja putih)
Selain Terdakwa Novi Rahman Hidhayat,  Majelis Hakim juga menjatuhkan (Vonis) hukuman terhadap Terdakwa M. Izza Muhtadin selaku ajudan Bupati dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Dan pada sidang sebelumnya (Senin, 01 Nopember 2021), Majelis Hakim sudah terlebih dahulu menghukum (Vonis) 5 Terdakwa dalam perkara yang sama selaku pemberi suap “jual beli jabatan” dengan pidana penjara masing-masing selama 2 tahun, yaitu 1. Haryanto (Camat Berbek); 2. Dupriono (Camat Pace); 3. Edie Srijanto (Camat Tanjunganom); 4. Bambang Subagio (Camat Loceret) dan 5. Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro).

Dengan dijatuhinya hukuman pidana penjara terhadap ke- 7 Terdakwa (Novi Rahman Hidhayat, M. Izza Muhtadin, Haryanto, Dupriono, Edie Srijanto, Bambang Subagio dan Tri Basuki Widodo) daalamperkara Tindak Pidana Korupsi “jual beli” jabatan di lingkunan Pemda Kab. Nganjuk ini, berakhirlah proses hukum di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya

Pun demikian, bukan berarti berhenti sampai disis saja. Sebab Terdakwa Novi Rahman Hidhayat maupun JPU saat ini masih pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Surabaya Jawa Timur

“Kita masih pikir-pikir. (barang bukti berupa uang 11 juta rupiah) tetap dikembalikan (ke Jumali),” kata JPU Eko Baroto kepada beritakorupsi.co. Hal yang sama juga disampaikan oleh Tis'at Afriyandi selaku Penasehat Hukum Terdakwa Novi Rahman Hidhayat

“Masih pikir-pikir. Masih perlu komunikasi dengan Klien (Terdakwa Novi Rahman Hidhayat). Kalau tangapan kami tetap pada pembelaan kami,” kata Tis'at Afriyandi
Keterangan Foto 5 Terdakwa yang di sudah di Vonis sebelumnya, yaitu. Terdakwa Dupriono (Camat Pace); Edie Srijanto (Camat Tanjunganom); Haryanto (Camat Berbek); Bambang Subagio (Camat Loceret); dan Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro) saat menjalani Sidang Putusan
Yang menarik dari kasus ini adalah sosok Jumali  selaku Kepala Desa Joho, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk yang turut diamankan oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri pada Minggu, tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp11 juta dari tangan Jumali, namun Jumali tidak turut diadili bersama-sama dengan ke- 7 Terdakwa (Novi Rahman Hidhayat, M. Izza Muhtadin, Haryanto, Dupriono, Edie Srijanto, Bambang Subagio dan Tri Basuki Widodo)

Yang menarik lagi adalah terkait barang bukti berupa uang sebesar 11 juta rupiah yang diamankan dari tangan Jumali oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri pada tanggal 9 Mei 2021. Namun dalam tuntutan JPU maupun putusan Majelis Hakim mengatakan bahwa barang bukti berupa uang sebesar Rp11 juta dikembalikan kepada saksi Jumali

Dan kasus ini adalah mungkin yang pertama kalinya terjadi di tanaha air sejak dibelakukannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasn Korupsi dan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dimana seseorang yang turut diamankan dengan barang bukti tidak diadili dan malah uangpun dikembalikan
 Saksi dari penyidik dari Mabes Polri Baharuddin dan Ray Barnando
Pertanyaannya adalah, apakah ini yang disebut reformasi penegakan hukum dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi negeri ini?

Terkait dengan barang bukti berupa uang sebesar 11 juta rupiah yang akan dikembalikan kepada saksi Jumali, menurut Jumali akan di diskusikan terlebih dahulu dengan para Kepala Desa yang memberikan uang itu apakah disumbangkan nantinya

“Kalau uang itu dikembalikan, saya akan diskusikan dulu dengan teman-teman apakah akan disumbangkan. Uang Rp10 juta adalah uang teman-teman (Kepala Desa), dan yang 1 juta itu adalah untuk beli Aqua saat pelantikan,” kata Jumali kepada beritakorupsi.co saat dihubungi melalui telepon Applikasi WhastApp, Kamis, 06 Januari 2022. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top