0
Terdakwa Leonardo Saputra Wiradharma (Foto Jnt)
BERITAKORUPSI.CO –
Terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Kredit Investasi Bank Jatim Cabang Utama Surabaya pada tahun 2013 yang merugikan keuangan negara cq. Bank Jatim Cabang Utama Surabaya sebesar Rp707.413.287,52, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa, 07 Desember 2021 menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Ardhito Bhirawa Desatria selaku Tenaga Kerja Ikatan Kontrak (TKIK) Analis Kredit Bank Jatim Cabang Utama Surabaya dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp200 juta subsidair pidana kurungan selama 3 bulan, dan terhadap Terdakwa Leonardo Saputra Wiradharma selaku Debitur dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp200 juta subsidair pidana kurungan selama 3 bulan serta membayar denda sejumlah Rp436.213.287,52 dengan subsidair pidana penjara selama 1 tahun.

Baca juga: Diduga Korupsi Kredit Investasi Sebesar Rp707 Juta, Debitur Dan TKIK Bank Jatim Cabang Utama Surabaya Diadili - http://www.beritakorupsi.co/2021/08/diduga-korupsi-kredit-investasi-sebesar.html

Baca juga: Adakah Pihak Lain Yang Terlibat Dalam Perkara Korupsi Bank Jatim Cabang Utama Surabaya? - http://www.beritakorupsi.co/2021/10/dakah-pihak-lain-yang-terlibat-dalam.html
 
Terdakwa Ardhito Bhirawa Desatria (Foto Jnt)
Anehnya, kasus perkara inipun agak menggelitik dan juga mengundang pertanyaan. Sebab, sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan (Jumat, 22 Oktober 2021) adalah, bawa penandatangan Akta Perjanjian Kredit (PK) di hadapan Notaris tidak dihadiri langsung dan ditandatangani oleh Kepala Bank Jatim Cabang Utama Surabaya selaku Kreditur. Akta Perjanjian Kredit barulah ditandatangani beberapa hari kemudian setelah Akta Perjanjian Kredit itu dikirimkan ke Bank Jatim.

Lalu apakah akta perjanjiaan kredit dianggap sah menurut hukum sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) huruf l dan ayat 8, Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30  Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. dimana akta perjanjiaan kredit tidak ditanda tangani langsung dihadapan Notaris oleh Debitur, Kreditur, saksi dan Notaris?

Selain itu terungkap juga, terkait adanya perubahan agunan/jaminan tambahan berupa Tanah dan bangunan yang terletak Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan yang dibuat dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit (SPPK) Nomor: 051/583.1/Oprs.Krd/CU/2013 tanggal 24 Juni 2013 diajukan order  kepada Yatiningsih SH. MH. Notaris di Surabaya untuk dilakukan pengikatan, yang kemudian diterbitkan covernote dengan Nomor : 15/Cover Note/VII/2013 tanggal 04 Juli 2013
Saksi Dwi Spurboasis saat ditanya oleh anggota Majelis Hakim Poster Sitorus, SH., MH (Dok. BK)
Yang sebelumnya, agunan/jaminan tambahan adalah berupa Tanah dan Bangunan di Jalan Jepara No. 15A Surabaya dengan bukti kepemilikan Surat Ijin Pemakaian Tanah Jangka Menengah No.188.45/0689B/ 436.6.18/2011 a.n. Suhardi dan Tanah dan Bangunan di Jalan Candi Lempung 47E/21 Surabaya dengan bukti kepemilikan Sertifikat Hak Milik 3724 a.n. Yap Wi Lian (Ibu kandung Terdakwa Leonardo Saputra Wiradharma selaku Debitur)

Pertanyaannya adalah, adakah “yang terselamatkan” dalam perkara Korupsi Kredit Investasi fiktif Bank Jatim Cabang Utama Surabaya pada tahun 2013 yang merugikan keuangan negara cq. Bank Jatim Cabang Utama Surabaya sebesar Rp707.413.287,52? Siapa dan mengapa?

Anehnya lagi adalah, bahwa Kepala Cabang dan Analis atau Account Officer (AO) Kredit Bank Jatim Cabang Utama Surabaya sepertinya tidak dianggap turut bertanggung jawab atas pemberian kredit kepada debitur

Yang lebih anehnya lagi adalah, penyidik maupun JPU Kejaksaan Negeri Surabaya, tak mampu menghadirkan Notaris yang menerbitkan Perjanjian Kredit dengan alasan tidak mendapat ijin dari Dewan Pengawas Notaris. Andai saja Notaris dapat dihadirkan sebagai saksi dalam perkara ini, maka “misteri” Perjanjian Kredit akan terbuka lebar
Sepertinya Notaris, termasuk Wakil Presiden (saat itu Wakil Presiden RI Budiono) hanya dapat dihadirkan sebagai saksi di persidangan dalam perkara Tindak Pidana Korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun tidak dalam perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri. Ada apa ? Begitu kuatkah hukum melindungi Notaris hingga tidak dapat dihadirkan oleh Jaksa ke persidangan sebagai saksi? Bukankah seteiap warga negara tunduk kepada hukum khusunya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi?

Baca juga: Kacab Bank Jatim Utama Surabaya “Tidak Dapat” Menjelaskan SOP Kredit Kepada Majelis Hakim - http://www.beritakorupsi.co/2021/09/kacab-bank-jatim-utama-surabaya-tidak.html

Sementara hukuman pidana penjara terhadap kedua Terdakwa (Ardhito Bhirawa Desatria dan Leonardo Saputra Wiradharma) dibacakan oleh Majelis Hakim dalam persidangan secara Virtual (Zoom) di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur (Selasa, 07 Desember 2021) dengan agenda Putusan yang diketuai Hakim Tongani, SH., MH dan dibantu 2 Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota yaitu Poster Sitorus, S.H., M.H dan Manambus Pasaribu, S.H., M.H serta Panitra Pengganti (PP) Fitri Indriyati, S.H., M.H dan Suparman, S.H yang dihadiri JPU Nur Rachmansyah, S.H., M.H dari Kejari Surabay maupun Tim Penasehat Hukum (PH) Kedua Terdakwa, yaitu Sultan Akbar P. S.H., M.H., C.L.A dan Arif Wahyu Dwinata, S.H., M.H., Kes., C.L.A serta Lalu Abdi Mansyah, S.H dari Kantor S.A.Palevi and Partners Law Firm. Juga dihadiri Kedua Terdakwa melalui Vidio Conference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negara) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Cabang Surabaya karena kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019)

Persidangan berlangsung dalam Dua Session, yang pertama adalah pembacaan putusan oleh Majelis Hakim terhadap Terdakwa Leonardo Saputra Wiradharma, dan kemudian dilanjutkan dengan putusan terhadap Terdakwa Ardhito Bhirawa Desatria
Dalam putusannya Majelis Hakim megatakan, pada bulan Mei tahun 2013 s/d Juli tahun 2013, telah dilakukan penyaluran kredit dari PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Kantor Cabang Utama Surabaya kepada terdakwa Leonardo Saputra Wiradhana dengan jenis Kredit Investasi (KI) berdasarkan Perjanjian Kredit dan Pengakuan Utang Nomor : 22 tanggal 4 Juli 2013 dihadapan Notaris Yatiningsih, SH., MH dengan pagu maksimum kredit sebesar Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) dalam jangka waktu kredit selama 60 (enam puluh) bulan sejak ditandatangani, dengan jenis skim kredit investasi umum angsuran setiap bulan.

Penyaluran kredit oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk Cabang Utama Surabaya kepada terdakwa Leonardo Saputra Wiradhana tersebut tidak dilaksanakan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, baik dalam kebijakan pokok perkreditan, tata cara penilaian kualitas kredit, profesionalisme dan integritas pejabat perkreditan
Sehingga terjadi penyimpangan dalam pemberian kredit yang melibatkan Ardhito Bhirawa Desatria selaku analis TKIK PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk Cabang Utama Surabaya dan pihak debitur yaitu Leonardo Saputra Wiradhana.

Penyimpangan pemberian kredit oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk Cabang Utama Surabaya kepada Leonardo Saputra Wiradhana, sebagaimana telah tersebut diatas adalah sebagai berikut : 1. Proses kredit dilakukan tanpa didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asas-asas perkreditan yang sehat, jujur, obyektif dan profesional ; 2. Agunan tambahan pada saat proses pengajuan kredit  bukanlah milik debitur, dan terdapat perubahan agunan tambahan pada saat proses persetujuan kredit yang tidak disertai dengan perhitungan taksasi agunan, on the spot dan persetujuan pimpinan ; 3. Menggunakan dokumen fiktif ataupun dokumen palsu ; 4. Dana kredit modal kerja dipergunakan tidak sesuai dengan peruntukannya (Side Streaming).

Sejak bulan Juni 2014, Kredit Investasi (KI) atas nama debitur Terdakwa Leonardo Saputra Wiradhana untuk Plafon sebesar Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) berstatus macet (col. 5)

Perbuatan yang dilakukan terdakwa Leonardo Saputra Wiradhana bersama-sama dengan Ardhito Bhirawa Desatria dengan menggunakan dokumen fiktif dalam proses kredit yang dilakukan tanpa didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asas-asas perkreditan yang sehat, jujur, obyektif dan profesional sehingga PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. Cabang Utama Surabaya mengucurkan dana kredit dan setelah dana tersebut cair ternyata dialokasikan untuk kegiatan yang tidak sesuai peruntukannya,   
Perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan ; 2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 27/162/Kep/Dir tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank, yang didalamnya mengatur prinsip kehati-hatian dalam perkreditan ; 3. Surat Edaran Direksi PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk Nomor : 048/009/DIR/KMK Tanggal 09 Maret 2010 tentang mekanisme analisa dan pengusulan kredit.

Sehingga merugikan PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk Cabang Utama Surabaya sebesar Rp707.413.287,52 dengan perhitungan pokok hutang Rp800.000.000 dikurangi jumlah uang sudah dibayarkan oleh Leonardo Saputra Wiradhana sebesar Rp92.586.712,48.

Majelis Hakim mengatakan, bahwa perbuatan Terdakwa Leonardo Saputra Wiradhana (dan Ardhito Bhirawa Desatria) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Namor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
Oleh karena tebukti bersalah, lanjut Majelis Hakim, Terdakwa haruslah dihukum dan menolak pembelaan dari penasehat hukum Terdakwa.

“MENGADILI: 1. Menyatakan Terdakwa Leonardo Saputra Wiradhana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Namor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP;

2. Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Leonardo Saputra Wiradhana dengan pidana penjara selama Emapt (4) tahun dan Enam (enam) bulan dikurangkan selama Terdakwa menjalani tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan dan bayar denda sebesar dua ratus juta rupiah (Rp200.000.000) dengan ketentuan apabia denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama Tiga (3) bulan;

3. Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp436.213.287,52 dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun;

4. Menetapkan masa penahanan yang dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 5. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan,” ucap Ketua Majelis Hakim Tongani, SH., MH diakhir putusannya
Beberapa waktu kemudian setelah persidangan di Skors, Majelis Hakim melanjutkan persidangan dengan pembacaan putusan terhadap Terdakwa Ardhito Bhirawa Desatria. Pertimbangan Majelis Hakim atas perbuatan Terdakwa Ardhito Bhirawa Desatria, tidak jauh beda dengan perbuatan Terdakwa Leonardo Saputra Wiradhana.

Yang membedakan adalah hukuman pidana pokok (penjara badan) lebih berat, namun pidana uang pengganti yang tidak dikenakan. Terdakwa Ardhito Bhirawa Desatria dihukum pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Putusan Majelis Hakim inipun tidak jauh beda dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum terhadap Kedua Terdakwa, yaitu masing-masing terdakwa dikurangi 1 tahun pidana penjara dan subsidair dikurangi dari 6 bulan menjadi 3 bulan.  

Dan atas putusan Majelis Hakim tersebut, Kedua Terdakwa melalui Penasehat Hukum-nya maupun JPU sama-sama mengatakan pikir-pikir.

“Perkara ini belum Incrah, masing-masing Terdakwa maupun Jaksa punya waktu 7 hari untuk menyatakan sikap. Sidang ditutup,” ucap Ketua Majelis Hakim Tongani, SH., MH. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top