0
"Kasus 2 abad (2012 - 2021), Apakah Polda Jawa Timur akan serius menyeret semua pihak yang terlibat dalam perkara Mega Korupsi ‘Jembatan Brawijaya Kota Kediri tahun 2010 – 2013 yang merugikan negara sebesaar Rp14 miliar? Atau......????"
BERITAKORUPSI.CO –
Menegangkan! Itulah yang terjadi bila mengikuti persidangan kasus perkara Korupsi proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri tahun 2010 – 2013 lalu yang menelan anggaran APBD Kota Kediri sebesar Rp66.409.000.000, dan merugikan keuangan negara senilai Rp 14,4 milliar yang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suarabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis, 6 Mei 2021

Bayangkan, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH bersama Dua Hakim anggota (Ad Hock) yaitu Kusdarwanto, SH., SE., MH dan Dr. Emma  Ellyani, SH., MH dengan begitu marah dan jengkel mendengar jawaban demi jawaban dari saksi Erwanto atas peratanyaan Majelis Hakim, karena saksi dianggap mengingkari keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada saat di penyidik Polda Jawa Timur.

“Kamu banyak tau tapi kamu berusaha menutupi. Di BAP kaamu menjelaskan bahwa PT SGS ada perjaanjian dengan PT Parahiyangan,” kata Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH dengan marah

Dari pengamatan Wartawan media ini selama Hakim Dede Suryaman, SH., MH menyidangkan perkara Korupsi sejak tahun 2019 lalu, baru kali ini menyaksikannya dengan begitu marah dan jengkel meminpin persidangan karena mendengar keterangan saksi saat mengajukan  peratanyaan-pertanyaan

Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH tak lagi melanjutkan pertanyaan terhadap saksi Erwanto salah satu Staf di PT Surya Graha Semesta (PT.  SGS) milik terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong selaku Komisaris, karena saksi dianggap menutupi fakta yang sebenarnya terkait keterlibatan PT SGS mengerjakan proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri yang tidak mengikuti lelang, sementara pemenangnya adalah PT. Fajar Parahiyangan

“Sudah, tidak perlu lagi ditanyakan. Kamu layak jadi tersangka. Dai tadi kamu bilang tidak tau tidak tau, tapi disini (maksudnya di BAP) sangat jelas kamu menerangkan. Saudara Jaksa, jadikan ini terdakwa,” tegas Ketua Majelis Hakim Dede
Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong selaku Komisaris PT SGS

 Mendengar Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH mengucakan katata-kata yang bernada marah, saksi Erwanto cepat-cepat mengucapan permintaan maaf.

“Maaf Pak,” kata saksi sambil mengatupkan kedua tangannya. Tetapi permintaan maaf dari saksi ditolak dengan tegas oleh Ketua Majelis Hakim.

“Sudah sudah tidak perlu,” kata Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH, lalu memerintahkan kepada JPU agar menjadikan saksi sebagai terdakwa

“Jadikan ini jadi terdakwa. Saya tidak mau melihat perkara ini seperti ini,” ucap Ketua Majelis Hakim Dede kepada JPU

Kemarahan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH tidak berhenti sampai disitu saja. Disaat JPU melanjutkan pertanyaan terhadap saksi Erwanto, Ketua Majelis langsung memerintahkan JPU agar tidak melanjutkan pertanyaan-pertanyaannya.

“Sudah, jangan tidak perlu ditanya lagi. Disini (BAP) sudah sangat jelas Dia menerangkan,” pungkas Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH.

Yang mengagetkan seluruh pengunjung sidang, tak terkecuali Tim JPU, Tim Penasehat Hukum terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong maupun saksi Erwanto (saksi H.M. Moenawar dan Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo) adalah saat Ketua Majelis Hakim memerintahkan untuk keluar dari ruang sidang (persidangan di skors beberapa waktu) termasuk Wartawan media ini

“Sudah jangan dilanjutkan, silahkan keluar semua. Keluar semua,” ucap Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH. Tak lama kemudian. Ruang sidang Candra pun seketika kosong, yang tetap berada di ruang sidang hanyalah Ketiga Majelis Hakim dan Panitra Pengganti (PP) Moh. Hamdan, SH

Kejadian yang tak biasa itu berlangsung di ruang Sidang Candra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis, 6 Mei 2021, dengan agenda mendengarkan keterangan 3 orang saksi yang dihadirkan Tim JPU Nur Ngali, Ribut dkk Kejari Kota Kediri untuk Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong selaku Komisaris PT SGS dengan didampingi Tim Penasehat Hukumnya, dalam perkara Kasus Tindak Pidana  Korupsi (TPK) Pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri tahun 2010 – 2013 yang menelan anggaran APBD Kota Kediri Tahun Anggaran (TA) 2010 - 2012 sebesar Rp66.409.000.000 yang merugikan keuangan negara Rp14.457.382.325,48 sesuai hasil laporan audit PKKN (Penghitungan Kerugian Keuangan Negara) Nomor : SR219/PW /13/5/2016 tanggal 19 April 2016 yang diketuai Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH dan dibantu 2 (dua) Hakim Ad Hock masing-masing sebagai Hakim anggota yaitu Kusdarwanto, SH., SE., MH dan Dr. Emma  Ellyani, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Moh. Hamdan, SH
Ketiga saksi itu adalah H.M. Moenawar (terpidana) selaku Kepala Cabang PT. Fajar Parahiyangan Jatim dan Bali di Surabaya, Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo (bagian pemasaran PT SGS yang juga sebagai orang kepercayaan terdakwa) dan Erwanto, Staf di PT Surya Graha Semesta (PT.  SGS) milik terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong

Setelah beberapa saat di Skors, persidanganpun dilanjutkan. Kali ini mendengarkan keterangan saksi Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo (Widiyanto). Keterangan Widiyanto, ternyata tak jauh beda dengan Erwanto. Kedua Saksi ini sepertinya sama-sama ingin “mengingkari” keterangan yang ada di BAP. Bedanya, Widiyanto beralasan sudah lama.

Saksi Widiyanto “pura-pura” lupa, bagaimana awal mula pertemuan antara Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD (mantan Wali Kota sudah berstatus terdakwa juga dalam ini) yang akan mencalonkan Wali Kota Kediri periode 2009 – 2014 dengan Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong. Padahal, dalam BAPnya dijelaskan, bahwa saksi Widiyanto sebagai orang dekat Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong dan “PRI” orang dekatnya Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD

Namun setelah Ketua Majelis Hakim menjelaskan isi BAP saksi Widiyanto yang isinua, bahwa awalnya “PRI”menghubungi terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong. Karena tidak terhubung, lalu “PRI” menghubungi saksi Widiyanto dan menyampaikan maksud Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD untuk bertemu investor.

Lalu saksi Widiyanto menyampaikannya ke Terdakwa dan disetujui oleh terdakwa. Yang hasilnya diadakan pertemuan di Hotel Hyatt Surabaya yang dihadiri Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD, “PRI”, terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong dan saksi Widiyanto

“Ya, saya ada,” kata saksi setelah BAPnya dibacakan Ketua Majelis Hakim

Saksi Widiyanto juga pura-pura lupa, maksud dari pertemuan itu. dalam persidangan, Saksi mengatakan bahwa tujuan dari pertemuan Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD dengan Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong adalah mencari investor untuk mengembangkan Klinik milik Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD

Namun setelah Ketua Majelis Hakim balik bertanya untuk mempertegas jawaban saksi, apakah tuujuan pertemuan itu untuk kepentingan Klinik atau kepentingan Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD sebagai calon Wali Kota Kediri periode 2009 – 2014. Saksi Widiyanto seakan-akan “baru sadar dari pingsan”, lalu menjawab, “Ya untuk pencalonan sebagai Wali Kota”.

Saksi juga tak dapat mengelak saat Ketua Majelis Hakim menjelaskan peran saksi mulai dari pertemuan, penyerahan sejumlah uang dari Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong terhadap Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD sebelum menjadi Wali Kota hingga menjadi Wali Kota termasuk peran saksi dalam Proyek pekerjaan Jembatan Brawijaya.

Saksi Widiyanto akhirnya mengakui, bahwa dirinya diperintahkan Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong untuk menyerahkan “uang” kepada  Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD hingga sampai Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD menjadi Wali Kota. Saksi juga mengakui jika dirinya bersama saksi Erwanto untuk mengawasi proyek Jembatan Brawijaya yang dimuat di media (koran).
Dalam BAP maupun dalam surat dakwaan JPU disebutkan, pertemuan antara dr. H. Samsul Ashar,Sp.PD yang saat itu mencalonkan diri menjadi Walikota Kediri dengan saksi Punggowo Santoso, saksi Drs.  Widiyanto Hadi Sumartoyo, seseorang yang bernama “PRI”, dan saksi Tjahjo Widjojo alias Ayong di Hotel Hyatt Surabaya.

Pada pertemuan yang diinisiasi oleh saksi Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo dan orang yang bernama “PRI” tersebut, dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD mengutarakan niatnya  mencari investor untuk pencalonan diri menjadi Walikota Kediri periode 2009 sampai dengan 2014, dan pengembangan klinik Dahlia Medika milik dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD  yang berada di Kota Kediri.

Dan dalam pertemuan tersebut, Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong dan saksi Punggowo Santoso yang kedudukannya sebagai Komisaris PT. SGS (Surya Graha Semesta), menyetujui akan memberi bantuan dan akan direalisasikan sebelum pelaksanaan Pilkada Kota Kediri.

Selanjutnya, saksi Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo mengatakan pada Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong, bahwa dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD membutuhkan dana untuk pencalonan sebagai Walikota Kediri.

Atas perintah Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong, saksi Ratna Widya Astuti selaku Bendahara PT SGS mengeluarkan dana/uang  untuk dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD yang diberikan secara tunai dengan rincian sebagai berikut :
1. Tanggal 28 Nopember 2008, Keterangan pinjaman WL Via P.Wid  sebesar  Rp500.000.000. 2. Tanggal 1 Desember 2008, Keterangan pinjaman WL Via P.Wid  sebesar Rp500.000.000. 3. Tanggal 15 Desember 2008, Keterangan pinjaman WL Via P.Wid   sebesar Rp500.000.000. 4. Tanggal 24 Desember 2008, Keterangan pinjaman WL Via P.Wid  sebesar Rp500.000.000. 5. Tanggal 13 Februari  2009, Keterangan pinjaman WL Via P.Wid   sebesar Rp500.000.000. 6. Tanggal 6 Maret 2009, Keterangan pinjaman WL Via P.Wid  sebesar Rp300.000.000.
7. Tanggal 19 Juni 2009, Keterangan pinjaman WL Via P.Wid  sebesar  Rp250.000.000.
8. Tanggal 24 Juni 2009, Keterangan pinjaman WL Via P.Wid  sebesar Rp400.000.000.

Uang yang diterima oleh dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD antara tahun 2008 sampai tahun 2009 adalah sebesar Rp3.450.000.000 (Tiga milyar empat ratus lima puluh juta  rupiah) yang menggunakan istilah “pinjaman” dan kode “WL” atau Walikota telah diserahkan secara tunai melalui “P. Wid” atau saksi Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo tersebut adalah  tindaklanjut dari hasil kesepakatan Terdakwa dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD dengan saksi Tjahjo Widjojo alias Ayong pada pertemuan di Hotel Hyatt Surabaya.

Anehnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini banyak sebagai “penonton”, dan ada pula yang sudah berstatus terpidana, diantaranya ; 1. H.M.  Moenawar, Kepala Cabang PT. Fajar Parahiyangan Jatim dan Bali di Surabaya,; 2. Rudi Wahono, Direktur PT. Surya Graha Semesta atau PT. SGS,; 3. Kasenan, S.T., M.T., M.M (Plt.  Kepala Dinas PU,; 4. Nur Iman Satrio Widodo, S.T selaku PPK Dinas PU,; dan 5. Yoyo Kartoyo (Direktur Utama PT. Fajar Parahiyangan di Kota Bandung

Yang menjadi “penonton” hingga saat ini diantaranya, mantan Ketua DPRD Kota Kediri H. Nurudin Hasan yang masih ada hubungan kelarga dengan dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD selaku mantan Wali Kota Kediri, karena surat persetujuan anggaran proyek multi years (tahun jamak) pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri No. 170 792/419.20/2010 tanggal 12 Nopember 2010 yang dikelurkan Ketau DPRD Kota Kediri tanpa dibahas terlebih dahulu di Pansus (Panitia Khusus) dan belum mendapat persetujuan dari Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kota Kediri, namun dalam tahun 2010 telah muncul Nota kesepahaman Nomor : 910/1482/419.16/2010 tanggal 23 Nopember 2010 antara Walikota Kediri Nomor 170/810/19.20/2010  dengan 3 (tiga) unsur pimpinan DPRD Kota Kediri untuk rencana anggaran pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri secara multi years yang tidak tercantum dalam RAPBD (Rancangan  Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) maupun APBD tahun 2010
Saksi Nurudin Hasan F-PANYudi Ayubchan (F-Demokrat),; Sujoko Adi (F-PDIP),; Muhaimin (F-PKB),; Sunarko (F-PKNU). Foto Dok. BK
 
Lalu bagaimana dengan anggota DPRD Kota Kediri periode 2009 – 2014 yang dalam persidangan mengakui, walau surat persetujuan dari Ketua DPRD yang tidak dibahas terlebih dahulu namun kemudian ditanda tangani agar menjadi sah atau Legal (“Yang haram menjadi halal tanpa prosedur”)

Bagaimana pula dengan Tiga pejabat Pengadaan Barang dan Jasa yaitu Dedi Suwandi (Kasi Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Roni Yustiono, pejabat di Dinas LDLHKP (Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan) serta Ubaidillah yang tidak terlibat dalam kegiatan namun menanda tangani dokumen pengadaan barang jasa serta menerima honor?. Sementara ketua Panitia Pengaadaan Wijanto sudah diadili dan sudah berstatus terpidana

Kemudian bagaimana dengan Erwanto dan Drs.  Widiyanto Hadi Sumartoyo yang punya peran penting dalam keterlibatan PT SGS untuk pekerjaan proyek Jembatan Brawijaya yang sama sekali bukan peserta lelang karena PT SGS hanya memiliki nilai grade 5 (lima) atau tidak memenuhi syarat  untuk mengajukan penawaran

Keterlibatan pihak-pihak tersebut diatas, terungkap dalam persidangan baik dengan terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong maupun persidangan dengan terdakwa Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD selaku Wali Kota Kediri periode 2009 – 2014

Pertanyaannya adalah, sesuai fakta persidangan yang terungkap dalam perkara ini, apakah Kepala Kepolisian Jawa Timur akan menyeret semua pihak yang terlibat dalam perkara Korupsi ‘Jembatan Brawijaya” Kota Kediri tahun 2010 – 2013 yang merugikan negara sebesaar Rp14 miliar ? Atau......?

Mengingat penanganan perkara ini sejak abad 20 (tahun 2013) dan mulai disidangkan tahun 2018 (masih di abad 20). Dan di abad 21 (tahun 2021), barulah giliran Tjahjo Widjojo alias Ayong selaku Komisari PT SGS dan Dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD selaku mantan Wali Kota Kediri periode 2009 – 2014 diadili.

Lalu abad kerapa para pihak-pihak yang terlibat akan diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili, atau para mereka yang terlibat akan tetap menjadi “penonton?”.

Andai saja kasus ini adalah kasus pencurian, atau kasus pencemaran nama baik melalaui Media Sosial yang dianggap melanggar Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), atau melanggar peraturan tentang Protokol kesehatan dalam masa Pandemi Covid-19 atau melanggar Undang-Undang Lalu Lintas, tak butuh waktu lama untuk menyeret para pelaku ke Pengadilan untuk daidili.
Dedi Suwandi, Kasi pembangunan DPUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Roni Yustiono, pejabat di Dinas LDLHKP (Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan) serta Ubaidillah (Foto Dok. BK)
 
Seperti diberitakan sebelumnya. Kasus ini berawal dari pertemuan antara terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong, saksi Punggowo Santoso, saksi Drs.  Widiyanto Hadi Sumartoyo, seseorang yang bernama “PRI”, dengan saksi Dr. H. Samsul Ashar,Sp.PD di Hotel Hyatt Surabaya yang saat itu mencalonkan untuk mmenjadi Wali Kota Kediri

Pada pertemuan yang diinisiasi oleh saksi Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo dan orang yang bernama “PRI” tersebut, saksi dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD mengutarakan niatnya  mencari investor untuk pencalonan diri menjadi Walikota Kediri periode 2009 sampai dengan 2014, dan pengembangan klinik Dahlia Medika milik saksi dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD  yang berada di Kota Kediri.

Dan dalam pertemuan tersebut, Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong dan saksi Punggowo Santoso yang kedudukannya sebagai Komisaris PT. SGS (Surya Graha Semesta), menyetujui dan sepakat sesuai kemampuan akan memberi bantuan dan akan direalisasikan sebelum pelaksanaan Pilkada Kota Kediri.

Pada tanggal 7 Juli 2010, saksi Kasenan, ST., MT., MM selaku Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Kediri didatangi saksi Drs.Widiyanto Hadi Sumartono (bagian pemasaran PT  Surya Graha Semesta) atas perintah Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong untuk menanyakan waktu pelaksanaan lelang pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri.

Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong selanjutnya memerintahkan saksi Erwanto dan saksi Munawar menemui saksi Yoyo Kartoyo sebagai Direktur Utama PT. Fajar Parahiyangan di Kota  Bandung untuk meminjam bendera dengan membuka cabang di Jawa Timur dengan tujuan, agar bisa mengikuti kegiatan penawaran tender proyek Jembatan Brawijaya di Kota Kediri

Hal tersebut dikarenakan perusahaan PT. Surya Graha Semesta (PT. SGS) milik Terdakwa  Tjahjo Widjojo alias Ayong hanya mempunyai nilai grade 5 (lima), atau tidak memenuhi syarat  untuk mengajukan penawaran. Dan permintaan Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong untuk meminjam bendera disetujui oleh saksi Yoyo Kartoyo dengan kompensasi sebesar  Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dengan perjanjian, akan dibayar pada saat pencairan termin.

Dan setelah terjadi kesepakatan antara Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong dan saksi Yoyo Kartoyo, selanjutnya Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong menunjuk saksi Munawar sebagai  Kepala Cabang PT. Fajar Parahiyangan wilayah Jatim dan Bali, walaupun fakta yang sebenarnya saksi Munawar hanyalah seorang Kepala Keamanan di PT Surya Graha Semesta (PT.  SGS) milik Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong.

Pada tanggal 12 Juli 2010 sampai dengan tanggal 19 Juli 2010, ada 9 (sembilan) Perusahaan/penyedia jasa yang mengambil dokumen lelang dan memasukkan penawaran pada  tahapan prakualifikasi, yaitu PT Bangkit Lestari Jaya, PT Cipto Mapan Santoso, PT Adhikarya, PT Widjaya Karya, PT Anisa Putri Ragil, PT Agra Budi Karya Marga, PT Adi Murni  Pratama, PT Fajar Parahyangan, PT Nugraha Adi Taruna
Dr. H. Samsul Ashar,Sp.PD (terdaksa), mantan Wali Kota Kediri (Foto. Dok. BK)

Dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri yang seharusnya dikerjakaan oleh Pemenang lelang yaitu PT. Fajar Parahyangan, akan tetapi fakta  dilapangan pekerjaan tersebut dikerjakaan oleh PT. Surya Graha Semesta (PT. SGS) sesuai dengan kesepakatan baik antara terdakwa dr. H Samsul Ashar,Sp.PD dengan Terdakwa Tjahjo  Widjojo alias Ayong maupun kesepakatan antara Terdakkwa Tjahjo Widjojo alias Ayong dengan saksi Yoyo Kartoyo sebagai Direktur Utama PT. Fajar Parahiyangan yang berkedudukan di  kota Bandung

Sesuai catatan dalam Buku Kas Masuk dan Buku Kas Keluar (BKK) PT Surya Graha Semesta (PT. SGS), untuk fisik pembangunan Jembatan Brawijaya hingga pekerjaan dihentikan,  anggaran yang telah dikeluarkan atau yang telah diterima adalah sebesar Rp24.846.754.942

Sebagian dari anggaran proyek pembangunan Jembatan Brawijaya kota Kediri tersebut,  ditransfer oleh PT. Surya Graha Semesta (PT. SGS) atas perintah Terdakwa Tjahjo Widjojo alias  Ayong ke rekening BCA No. 0331397431 milik Fajar Poerna Wijaya yang merupakan saudara / keluarga dari saksi dr. H Samsul Ashar, Sp.PD sebanyak 20 kali transfer degan total   sebesar Rp3.475.000.000

Terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong melalui PT. Surya Graha Semesta (PT. SGS) bukanlah peserta lelang dan bukan pula pemenang lelang, namun PT. Surya Graha Semesta (PT. SGS)  adalah pihak yang mengerjakan pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri atas sepengetahuan dan persetujuan saksi dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD dengan Terdakwa Tjahjo Widjojo  alias Ayong, dimana saksi dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD telah menerima sejumlah uang dari terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong yakni sebesar Rp3.475.000.000 ditambah uang yang  telah diserahkan secara tunai melalui Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo sebesar Rp3.450.000.000  

Sehingga uang yang diterima oleh saksi dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD dengan total sebesar Rp6.925.000.000, yang mana uang tersebut merupakan bentuk kompensasi yang  disepakati antara saksi dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD dengan terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong dari nilai anggaran kontrak proyek Jembatan Brawijaya.

Perbuatan Tjahjo Widjojo alias Ayong bersama-sama dengan Terdakwa dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD (dilakukan penuntutan secara terpisah), saksi H.M. Moenawar selaku Kepala  Cabang PT. Fajar Parahyangan Jatim dan Bali di Surabaya (Terpidana), saksi Rudi Wahono selaku Direktur PT. Surya Graha Semesta/PT. SGS (Terpidana), saksi Kasenan, S.T., M.T.,  M.M (Terpidana), saksi Nur Iman Satrio Widodo, S.T (Terpidana), saksi Wijanto, S.T (Terpidana), saski Yoyo Kartoyo (Terpidana), dan saksi Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo  bertentangan dengan Kepres No. 80 Tahun 2003 dan perubahannya tentang perubahan ketujuh atas Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan Barang /  Jasa pemerintah :

1. Pasal 13 Ayat (1) huruf c dan e, Pengadaan barang /jasa wajib menerapkan prinsip. Huruf c : Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang / jasa yang memenuhi persayaratan  dan dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat /kreteria tertentuberdasarkan ketentuan dan proseduryang jelas dan  transparan. Hurufe : adil/diskriminatif, berarti memberikan perlakukan yang sama bagi semua calon penyedia barang / jasa tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak  tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun

2. Pasal 5 huruf c, e dan g. Pejabat pembuat komitmen, penyedia barang / jasa dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika sebagai  berikut : huruf c : Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak Jangsung untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat. Huruf e : Menghindari dan  mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, langsung maupun tidak Jangsung dalam proses pengadaan barang/jasa (conflict of interest). huruf g :  menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/ atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung  merugikan negara.

 3. Lampiran 1 BAB II A.1.1.5 huruf a dan b. Huruf a : syarat syarat yang diminta berdasarkan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa dipenuhi / dilengkapi dan isi setiap dokumen  benar serta dapat dipastikan bahwa dokumen penawaran ditandatangani orang yang berwenang. Huruf b : dokumen penawaran yang masuk menunjukkan adanya persaingan yang  sehat, tidak terjadi pengaturan bersama (kolusi) diantara para peserta dan/atau dengan pejabat / panitia pengadaan /unit layanan pengadaan (procurement Unit) yang dapat  merugikan negara dan/atau peserta lainnya.

4. Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4) Ayat : penyedia barang /jasa dilarang mengalihkan tanggungjawab seluruh (3) pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain. Ayat  : Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan tanggungjawab seluruh pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan dengan pihak lain dengan cara dan alasan apapun, kecuali  disubkontrakkan kepada penyedia barang /jasa spesialis. Paragraf kelima pembayaran uang muka dan prestasi pekerjaan

5. Pasal 33, Pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan dengan sistem sertifikat bulanan atau sistem termin dengan memperhitungkan angsuran uang muka dan kewajiban pajak  Pembayaran bulanan/termin untuk pekerjaan konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang, termasuk peralatan dan / atau bahan yang menjadi bagian dari hasil  pekerjaan yang akan diserahterimakan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam kontrak.
 
Akibat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong bersama-sama  dengan saksi dr. H. Samsul Ashar, Sp.PD, saksi Drs. Widiyanto Hadi Sumartoyo, saksi  Kasenan, S.T., M.T., M.M., Munawar dan saksi Rudi Wahono, Negara mengalami kerugian sebesar Rp14.457.382.325,48 (empat belas miliar empat ratus lima puluh tujuh juta tiga  ratus delapan puluh dua ribu tiga ratus dua puluh lima rupiah empat puluh delapan sen) sesuai hasil laporan audit PKKN atas dugaan penyimpangan dalam Pengadaan Pembangunan  Jembatan Brawijaya Kota Kediri Tahun 2010 sampai tahun 2013 Nomor : SR219/PW /13/5/2016 tanggal 19 April 2016 dengan perincian :

1. Realisasi pembayaran yang sudah dibayarkan sampai dengan termin 13 (tidak termasuk PPN) kepada PT. Fajar Parahyangan sebesar Rp42.937.818.584,;

2. Nilai fisik pembangunan Jembatan Brawijaya Sesuai hitungan ahli (tidak termasuk PPN) sebesar Rp28.480.436.258,52. Jumlah Kerugian Negara (1- 2 atau Rp42.937.818.584 -  Rp28.480.436.258,52) yaitu sebesar Rp14.457.382.325,48

Perbuatan terdakwa Tjahjo Widjojo alias Ayong sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf a atau Subsidair Pasal 3 atau lebih Subsidair Pasal 5 ayat (1) huruf a atau  lebih-lebih Subsidair Pasal 5 ayat (1) huruf b Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b,c, d, Ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat  (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top