0
BERITAKORUPSI.CO –
Sidang PK (Peninjauan Kembali) Terpidana Koruptor Bambang Irianto, mantan Wali Kota Madiun periode 2009 – 2014 dan 2014 – 2019 yang dikenal ‘si Raja Madiun’ dan akrab disapa ‘BI’, mengajukan PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) melalui Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur

Sidang PK yang diajukan terpidana Koruptor Bambang Irainto melalui Penasehat Hukmnya Budi dari Jakarta, berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya secara Virtual (Vidio Conferece) dengan Kerua Majelis Hakim Dede Suryaman, SH., MH dengan dibantu Dua Hakim Ad Hock masing-masing selaku anggota yaitu John Desta, SH., MH dan M. Mahin, SH, MH yang dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tri Mulyono dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sejak awal ikut menyidangkan perkara ini. Sementara terpidana Koruptor Bambang Irainto mengkuti persidangan melalui Vidio Conferece (Vidcon) di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat
Foto Persidangan saat Terpidana Bambang Irianto di Vonis di Pengadilan Tipikor Surabaya, 22 Agustus 2017 (Dok. Foto BK)

 Kepada beritakorupsi.co, Budi, selaku Penasehat Hukum terpida sebelum persidangan mengatakan, alasan terpidana mengajukan PK karena keberatan atas beberapa harta terpidana yang disita oleh KPK sebagai uang pengganti sebesar Rp55 miliar dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada tanggal 22 Agustus 2017 lalu

“Keberatan, karena ada beberapa harta milik Pak Bambang yang disita,” kata Budi

Sementara JPU KPK Tri Mulyono kepada beritakorupsi.co menjelaskan seusai persidangan, bahwa yang saksi yang dihadirkan oleh terpidana melalui Penasehat Hukmnya adalah pegawai terpidana di perusahan milik terpidana.

“Saksinya tadi pegawainya Pak Bambang, bagian keuangannya,” kata JPU KPK Tri Mulyono

Menurut JPU KPK Tri Mulyono, ada novum (buti baru) yang ditemukan dan yang menemukan adalah karyawan terpidana yang dihadirkan sebagai saksi. Novum yang ditemukan itu menurut JPU KPK Tri Mulyono adalah Deposito sebesar Rp500 juta

“Ada Novum yang ditemukan terkait Doposito Rp500 juta. Sebenarnya kataya sudah hilang tahun 2005, terus ketemu di tahun 2010, yang dirampas KPK itu adalah yang di tahun 2010. Deposito sebesar Rp500 juta menurut versinya itu dibuat di tahun 2005, sebelum beliau menjabat Wali Kota. Hanya itu yang disampaikan saksi

JPU KPK Tri Mulyono menjelaskan, bahwa inti dari memori PK yang diajukan pemohon PK (terpidana) adalah keberatan terkait harta milik terpidana yang disita oleh KPK
“Intinya ada keberatan. Menurut keberatan pemohon, secara financial mampu untuk membeli baranng-barang yang dirampas oleh KPK berupa mobil, tanah dan uang. Yang menurut pemohon bahwa itu adalah hasil yang sah pada saat Dia menjabata Wali Kota. Katanya penghasilannya per bulan mencapai 2 miliar rupiah,” ujar JPU KPK Tri Mulyono

“Kita akan tanggapi pada persidangn berikutnya setelah lebaran,” tandas JPU KPK Tri Mulyono kemudian

Sementara fakta yang terungkap dalam persidangan adalah, bahwa uang dalam rekening maupun tunai milik terpidana yang disita KPK, tidak dapat dibuktikan bahwa itu uang itu adalah sah. Bahkan saat dihitung gaji terpidana selama menjabat sebagai Wali Kota hampir selam 10 tahun sebelum diadili adalah sebesar 5 miliar rupiah. Total uang yang miliki terdakwa selama menjabat Wali Kota yang hampir 10 tahun adalah sebesar Rp60 juta atau 10 juta rupiah per tahun.

Dan sebahagian uang tersebut mengalir juga ke Pejabat Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) Kota Madiun. Hal ini terungkap dari keterangan Rusdianto selaku Kepala Dinas DPPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah) Kota Madiun periode tahun 2014 – 2016 saat dihadirkan sebagai saksi dipersidangan di hadapan Majelis Hakim

Saksi Rusdianto menjelakan, bahwa Ia dipercaya oleh terdakwa untuk mengelola uang setoran dari SKPD itu, yang jumlahnya sekitar Rp 6,5 miliar. Uang itu lantas “dibagikan” ke beberapa pejabat muspida dan jajaran. Pencairan uang tersebut dibagi dalam setahun tiga tahap yakni,  Tahun Baru, Lebaran dan menjelang tahun ajaran baru bagi anak masuk sekolah.

“Dipercaya untuk mengelola uang setoran dari SKPD yang jumlahnya Rp6.5 miliar. Ada ke Muspida. Semua itu saya laporkan ke Pak Wali," tandas saksi Rusdianto saat itu

Selain itu, terungkap pula, sejak menjabat Wai Kota Madun dari tahun 2009 hingga 2016, terpidana telah menerima uang gratifikasi yang jumlahnya sekitar Rp 55,5 miliar yang berasal dari Proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) tahun 2009 dengan anggaran sebesar 77,6 M, setoran dari 33 SKPD (Kepala Dinas), pemotongan gaji pegawai dan setoran dari  kontraktor-kontraktor yang ada di Kota Madiun. Duit itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan, dan saham di Bank Jatim atas nama sendiri, keluarga, atau korporasi termasuk salah seorang wanita “teman akrab” terdakwa yakni, Liana. Hingga total duit yang diperoleh terdakwa sekitar Rp 55 miliar dari hasil gratifikasi dan 48 milliar digunakan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sekedar mengingat. Kasus Proyek Pembanguan Pasar Besar Madiun, sebelumnyanya ditangani Kejaksaan Negeri Madiun dan kemudian diambil alih oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang hasilnya dihentikan pada tahun 2012

Saat dihentikan oleh Kejati Jatim, Bambang Irianto pun ‘tersenyum lebar’. Dan pada tanggal 7 Maret 2016, naman Bambang Irianto selaku Wali Kota diseret oleh terdakwa Agus Subainto selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Madiun, sekaligus Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) dalam kasus Korupsi proyek pembangunan Embung Pilangbango Kota Madiun yang menelan anggaran sebesar Rp 19 miliar lebih dari dana bantuan Pemerintah (APBD) Provinsi Jawa Timur tahun 2012 dan pekerjaannya pada tahun 2014

Pada tanggal 7 Maret 2016, Terdakwa/Terpidana Agus Subiyanto dalam pembelaannya dihadapan Majelis Hakim memberkaan keterlibatan Wali Kota Madiuan dan beberapa pejabat lainnya yang dikatakan tedakwa dalam pembelaannya terkait aliran uang puluhan juta hingga  miliaran

Dan bahkan dari pemberitaan media ini terkait isi pembelaan terdakwa/terpidana Agus Subiyanto, Bambang Irianto selaku Wali Kota Madiun mengadakan jumpa Pers dengan beberapa Wartawan yang membantah aliran uang miliaran terhadap dirinya dan akan menggugat apabila dirinya (Bambang Irianto) dipanggil. Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Madiun tak menjawab pertanyaan wartawan termasuk wartawan media ini melalu Kasi Pidsus pada tanggal 11 Maret 2016

Dalam pembelaan Terdakwa/Terpidana Agus subiyanto yang diketik di kertas HVS sebanyak 20 lembar dengan materai 6000 rupiah, Agus subiyanto menyebutkan, berdasarkan cerita Sadikun (Kabag Administrasi Pembangunan Kota Madiun) kepada terdakwa saat dirumah Wali Kota Madiun, Bambang Irianto. Bahwa untuk mengatasi permasalahan hukum atas panitia lelang yang masuk pokjanya, sudah dikondisikan ke Kejari madiun melalui Kasi Pidsus.
Terdakwa Agus subiyanto menyampaikan dalam pembelaannya, pada saat Kejari Madiun melakukan Pulbaket (pengumpulan barang bukti dan keterangan) sekitar Mei 2015, terdakwa diminta tolong oleh Andik sulaksono, untuk menemani menghadap Kasi Pidsus dengan tujuan meminta bantuannya (Kasi Pidsus) agar kasus Embung dapat dikondisikan. Dalam pertemuan tersebut menurut Agus, Kasi Pidsus Madiun akan membantu dengan catatan tidak recehan.

Dalam pembelaan terdakwa/terpidana Agus subiyanto mengatakan, sesuai petunjuk Wali Kota, disarankan agar dijadikan Satu paket. Sebelumnya, Andik Sulaksono sudah membicarakan mengenai penyelesaian kewajiban Pemkot sebesar kurang lebih 6 milliar rupiahn yang ditindak lanjuti dengan pertemuan untuk membicarakan permasalahan proyek Embung di dilantai 20 Hotel JW Maroit Jalan Embong Malang Surabaya yang dihadiri pejabat Kejari Madiun, Jaksa Kejati Jatim, Andik Sulaksono dan Wali Kota Madiun Bambang Irianto termasuk terdakwa/terpidana Agus subiyanto

Setahun kemudian setelah terdakwa/terpidana Agus subiyanto di Vonis, atau pada tahun 2017, KPK menetapkan Bambang Irianto yang masih aktif menjabat Wali Kota Madiun ditetapkan sebagai tersangka kasus Korupsi pembangunan Proyek Pasar Besar Madiun, yang sempat ditangani Kejaksaan Negeri Madiun dan kemudian dihentikan oleh Kejati Jatim pada tahun 2012
 
Dan timbullah pertanyaan dari hasil penanganan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur setelah KPK menelisik Proyek Pembanguan Pasar Besar Madiun yang ternyata ada Korupsinya. Ada apa “di dalam Pasar Besar Madiun” hingga dihentikan oleh Kejati Jatim dan terbukti di KPK?. Apakah hanya terjadi dalam penanganan Pasar Besar Madiun atau ada juga yang lain?. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top