0
Anwar Koto, Penasehat Hukum terdakwa Supriyono (Ketua DPRD Tulungagung 2014 - 2019)
BERITAKORUPSI.CO – Tak seorangpun terdakwa Korupsi yang dengan tulus mengakui perbuatannya dan meminta kepada Majelis Hakim untuk menghukum (penjarakan). Yang ada adalah meminta agar dirinya dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa dengan alasan tidak bersalah.

Dan itupulalah yang disampaikan oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Periode 2014 – 2019 melalui Penasehat Hukumnya, Anwar Koto

Anwar Koto, selaku Penasehat  Hukum terdakwa Supriyono, Ketua DPRD Tulungagung, meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam perkara Korupsi Suap uang “ketok palu” Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp4.8 milliar

Permintaan itu disampaikan oleh Anwar Koto kepada Majelis Hakim yang diketuai Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yakni Kusdrawanto, SE., SH., MH dan Sangadi, SH serta Panitra Pengganti (PP) I.G.N. Cemeng, SH., MH, yang dihadiri JPU KPK Dodi Sukmono dan Mufti Nur Irawan dalam persidangan dengan agenda pembecaaan Pledoi atau Pembelaan dari terdakwa melalui Penasehat Hukumnya yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juada,Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa, 21 Juli 2020
Semula, Penasehat Hukum terdakwa akan meminta kepada Majelis Hakim untuk menunda persidangan. Alasannya simpel, yaitu karena Pledio atau pembelaannya belum siap. Hal itu disampaikan Anwar Koto kepada beritakorupsi.co sebelum persidangan dimulai.

“Ia untuk ditunta, arena belum siap. Banyak pertimbangan yang belum siap,” kata Anwar Koto kepada beritakorupsi.co di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya sambil menunggu diliran sidang, Selasa, 21 Juli 2020

Namun akhirnya Majelis Hakim tetap meminta Penasehat Hukum terdakwa untuk membacakan Pledoinya dan putusan akan dibacakan oleh Majelis Hakim pada tanggal 4 Agusts 2020. Hal itu dikatakanya kepada beritakorupsi.co beberapa saat kemudian setelah persidangan usai (ikuti wawancara beritakorupsi.co dengan Anwar Koto melalui telepon)

Supriyono, selaku Ketua DPRD Kab. Tulungagung Periode 2014 – 2019, diseret oleh JPU KPK ke pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili sebagai terdakwa Korupsi Suap uang “ketok palu” Pembahasan/Pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 yang totalnya sebesar Rp4.8 milliar.

Tersertnya si Supriyono yang disebut-sebut sebagai “Powerful atau orang yang berkuasa” di Kabupaten Tulungagung ini, bermula dari pengakuan Sutrisno selaku Kepala Dinas PU Kab. Tulungagung di hadapan Majelis Hakim pada tahun 2018 lalu

Pada tahun 2018, Sutrisno dan Bupati Syahri Mulyo (keduaya sudah terpidana) bersama seoarng pengusaha kontraktor yaitu Susilo Prabowo alias Embun, ditangkap KPK karena diketahui melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima uang suap. 

Sutrisno dan Syahri Mulyo menerima uang suap yang totalnya sebesar Rp138 miliar dari Embun (mantan terpidana) dan beberapa kontraktor lainnya, diantaranya Abror selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso selaku pengurus Apeksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat selaku pengurus Gapeknas (Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung, dan pengurus Asosiasi lainnya di Kabupaten Tulungagung termasuk Ari Kusumawati selaku Ketua Gapeksindo.

Pemberian uang oleh para kontraktor terhadap Kepala Dinas PU dan Bupati Syahri Mulyo adalah sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen dari nilai anggaran pekerjaan yang didapat dan dikerjakan oleh para kontrakor di Tulungagung itu.
Pada saat Syahri Mulyo dan Sutrisno diadili  terungkap dalam fakta persidangan, bahwa total uang fee proyek yang diterima (terpidana) Syahri Mulyo dari beberapa Kontraktor dan Asosiasi Konstruksi di Kab. Tulungagung sejak 2014 sampai 2018 adalah sebesar Rp138 milliar.

Dalam persidangan itu pula terungkap, bahwa uang haram tidak hanya dinikmati oleh Syahri Mulyo dan Sutrisno, melinkan mengalir juga jug ke DPRD Kabupaten Tulungagung sebagai uang “ketok palu” untuk pembahasan/pengesahan APBD dan APBD-Perubahan Kab. Tulungagung 

Selain itu, juga terungkap dalam persidangan terkait aliran uang haram ke beberapa pejabat lainnya melalui Yamani (Kabid BPPKAD) dan Sukarji (Kabid Dinas PUPPRR) Kab. Tulungagung, diantaranya Sekda Indra Fauzi, Kepala BPAKD Hendry Setiyawan, Sudigdo (Kepala Bapeda), Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur, Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda Provinsi Jawa Tlmur, “Chd” anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, “ARS” anggota DPR RI, Kejari, Polres, LSM dan dan Wartawan

Uang suap yang diterima oleh Budi Juniarto dan Budi Setiyawan adalah terkait pencairan dana Khsus Bantuan Pemerintah Provinsi - Jawa Timur (Banprov Jatim) ke Kab. Tulungagung yang jumlahnya milliaran rupiah 

Sementara Sutrisno (terpidana) selaku Kepala Dinas PU juga membeberkan dalam persidangan, adanya permintaan proyek-proyek oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD termasuk Suharminto selaku Ketua Fraksi PDIP DPRD Tulungagung serta Komisi D. Supriyono dan Suharminto adalah saudara kandung yang sama-sama dijuluki sebagai “Powerful atau orang kuat” di Kab. Tulungagung

Sedangkan terpidana Syahri Mulyo selaku Bupati Tulunagung mengatakan (juga pada persidangan yang sama, 14 April 202), kalau terdakwa Supriyono selalu menekan pihak eksekutif setiap pembahasan APBD. Bila permintaannya tidak dikabulkan, maka pihak Dewan akan menggunakan haknya.

Sutrisno bersama Syahri Mulyo diadili sebagai terdakwa kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK pada tahun 2018, membeberkan permintaan proyek-proyek APBD oleh terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD kab. Tulungagung kepada Dinas PU Kab. Tulungagung bernilai puluhan milliaran, dan prorek-proyek tersebut dikerjakan oleh beberapa rekanan, diantaranya Ari Kusumawati selaku Ketua Aspeksindo Kab. Tulungagung
keterangan Ari Kusumawati saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Sutrsino mengatakan (Sidang pada tanggal 12 Mei 2020), bahwa ada kewajiban yang belum dibayar oleh Ari Kusumawati ke Dinas PU. Alasan Ari Kusumawati saat itu, bahwa Supriyono dan Suhermanto meminta sejumlah dana.

Namun menurut Ari Kusumawati, itu adalah hanya alasannya agar tidak membayar fee proyek ke Dinas PU. Sebab, jika menyebutkan kedua orang “kuat dan berpengaruh” di Tulungagung, tak mungkin akan ditagih oleh Dinas PU. Sedangkan Ari Kusumawati dan terdakwa Supriyono serta Suharminto adalah hubungan yang sangat dekat.

“Itu hanya alasan saya agar tidak membayar fee. Kalau menyebutkan nama Keduanya, tak mungkin ditagih,” kata Ari Kusumawati pada persidandan (tanggal 12 Mei 2020).

Sedangkan pemberian uang oleh Kepala Dinas PU ke Kepala BPPKAD Kabupaten Tulungagung adalah berasal dari kegiatan belanja modal sejak tahun 2014 hngga 2018 sebesar Rp25.518 miliar dengan rincian, tahun 2014 sebesar Rp2.507 M, tahun 2015 sebesar Rp4.405 milliar, tahun 2016  sejumlah Rp5.381 M dan tahun 2017 sejumlah Rp6.740 M serta tahun tahun 2018 sebanyak Rp4.500. Selain itu, juga diambil dari  sumber dana kegiatan rutin mulai dari tahun 2014 - 2018  sebesar Rp2.985 M

Keterangan Sutrisno, Sukarji dan Yani adalah saling berkaitan terkait pemberian uang dari Dinas PU ke BPPKAD, dan dari BPPKAD ke beberapa pihak lainnya termasuk ke terdakwa Supriyono

Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya atas nama terdakwa Syahri Mulyo dan Sutrisno mengatakan, ada uang sebesar Rp41 milliar yang mengalir ke pihak-pihak lain dan dapat dilakukan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam fakta perisidangan sejak terdakwa Supriyono diadili terungkap dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU KPK sebanyak 48 orang, yang terdiri dari beberapa pejabat Kab. Tulungagung dan anggota DPRD Tulungagung periode 2014 - 2019
Ke-48 saksi itu adalah, 1. Hendry Setiawan (Kepala BPPKAD),; 2. Yamani (Kabid di BPPKAD),; 3. Sukarji selaku Kabid Dinas PU Sutrisno (Sidang pada 14 April 2020), 

Saksi ke 4. Imam Kambali, 5. Adib Makarim (keduanya selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019), 6. Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), 7. Sudigdo (Kepala Bapeda), 8. Wiyono selaku staf Sekwan (persidangan pada 21 April 2020).

Kemudian saksi ke- 9, Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung,; 10. Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung Komisi D dari Fraksi Grindra),; 11. Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus Wakil Ketua Banggar (sidang pada 5 Mei 2020),

Dan saksi ke- 12, Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa Supriyono,; 13. Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung),; 14. Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung),; 15. Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020),

Saksi ke- 16. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 17. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 18. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 19. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 20. Hj. Susilowati selaku anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP (persidangan Selasa, 2 Juni 2020),

Selanjutnya saksi ke- 21 adalah Sofian Heryanto, 22. Wiwik Tri Asmoro,; 23. Widodo Prasetyo, Imam N,; 24. Ansoro,; 25. Samsul Huda,; 26. Suprajito,; 27. Subani Sirat,; 28. Agung Darmanto,; 29. Marikan,; 30. Sumarno (persidangan Selasa, 9 Juni 2020),

Serta saksi ke- 31. Sutomo,; 32. Sunarko,; 33. Maicel Utomo,; 34. Mashut,; 35. A. Baharudin,; 36. Ferdi Yuniar,; 37. Gunawan,; 38. Farouk,; 39. Khoirul Rohim,; 40. Basroni,; 41. Saiful Anwar,; 42. Heru Santoso,; 43. Rianah,; 44. Nurhamim,; 45. Muti’in,; 46. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C),; 47. Joko Tri asmoro,; 48. Imam Choirudin (persidangan Selasa, 16 Juni 2020)

1. Pada persidangan pada tanggal 14 April 2020
Keterangan Hendrik Setiawan menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa yang mengendalikan APBD Tulungagung adalah terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD. Hendrikpun membeberkan penyerahan uang ke terdakwa, yang sebelumnya ada permintaan dari terdakwa ke Bupati Syahri Mulyo (terpidana)

“Pertemuan di Hotel Safana Malang, dihadiri 21 orang dalam pembahasan anggaran. Terdakwa meminta ke Bupati. Penyerahan uang biasanya 3 kali setahun, yang pertama antara bulan Maret atau April, hari raya dan akhir tahun. Tahun 2014 sebesar 500 juta, 2015 sebesar 1 milliar, tahun 2016 1 milliar, tahun 2017 1 milliar, tahun 2018 sebesar 500 juta untuk pembahaasan PBD, yang menyerahkan Yamni. Uang itu dari Dinas PU,” kata Hendrik saat itu
Dan apa yang disampaikan oleh Hendry Setyawan, juga dibenarkan oleh Yamani selaku Kabid di BPPKAD. Yamani menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang itu diterima dari Dinas PU melalui Sukarji. Hal itupun tidak dibantah oleh Sukarji selaku Kabid di Dinas PU.

Sukarji membeberkan asal usul sejumlah uang yang diserahkan ke BPPKAD, yaitu berasal sebagai fee proyek APBD Kab. Tulungagung sebesar 15 persen (5 persen dibayar di awal dan 10 persen dibayar setelah pekerjaan selesai).

“Itu sebagai fee proyek APBD sebesar 15 persen, yang dibayar didepan sebesaar 5 persen dan sisanya di akhir setelah dikurangi pajak,” kata Sukarji pada persidangan yang sama (14 April 2020)

2. Persidangan pada tanggal 21 April 2020
JPU KPK menghadirkan 5 orang saksi, yaitu Imam Kambali, Adib Makarim (Keduanya selaku Wakil Ketua DPRD), Budi Fatahilah Mansyur (Sekwan), Sudigdo (Kepala Bapeda) dan Wiyono (Staf Sekwan)

Kepada Majelis Hakim saat itu, Imam Kambali mengakui telah menerima uang terkait pembahasan APBD. Uang yang diterimanya sebesar Rp190 juta setiap tahun untuk 25 orang anggota Banggar (Badan Anggaran) DPRD Tulunagung periode 2014 – 2019.

“Saya kenal. Saya lupa Bu, tapi terima. Kalau saya tidak salah sebesar seraatus sembilan puluh juta (Rp190 juta) untuk dua puluh lima (25 orag) Badan Anggaran,” kata si Imam.

Apa yang dijelaskan si Imam, tak jauh beda dengan keterangan si Adib Makarim. Si Imam dan di Adib sama-sama menerima uang “suap”.

“Uang pokir juga tapi saya lupa berapa. Saya sudah kembalikan 230 juta,” jawab si Adib.

Si Adib juga mengakui menerima uang dari Yamani pada tahun 2014 sebesar Rp190 juta untuk anggota Banggar sebagai uang ketok palu APBD tahun 2015. Sementara tahun 2016, diterima melalui stafnya di Dewan, yaitu dari si Wiyono

“Saya dikasih oleh Pak Yamani, katanya untuk Banggar. Uang itu dikasih sebelum sidang paripurna,” kata si Adib mengakui.
3. Sidang pada tanggal 2 Juni 2020
Keterangan si Budi Fatahila Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kab. Tulungagung kepada Majelis Hakim mengakui, bahwa dirinya pernah menerima uang di kantor BPPKAD pada tahun 2017 sebesar Rp200 juta dari Yamani, Staf BPPKAD. Uang itu diberikan kepada terdakwa

Dan pada tahun 2018 sehari setelah KPK meringkus si Syahri Mulyo, si Budi Fatahilah Mansyur kembali menerima uang di kantor BPPKAD sbesar Rp500 juta dari Hendry Setiawan selaku Kepala BPPKAD. Dan uang tersebut diserahkan ke ajudan terdakwa, yaitu si Pendi Kristian atas persetujuan terdakwa

4. Pada persidangan pada Selasa, 5 Mei 2020
Tim JPU KPK Indra Fauzi selaku Sekda (Sekretaris Daerah) sekaligus Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Kabupaten Tulungagung, Imam Sopingi (anggota DPRD Kabupaten Tulungagung, Komis D dari Fraksi Hanura)

Kepada Majelis Hakim, Imam Sopingi selaku anggota Dewan yang terhormat ini mengakui menerima uang, tapi tidak tau sumbernya dari mana, walau awalnya si Imam Sopingi “pura-pura pikun” namu akhirnya tak dapat mengelak setelah JPU KPK membacakan keterangannya dalam BAP Nomor 15.

Tak hanya itu. Anggota Banggar DPRD Kab. Tulungagung ini juga tak mengakui aliran uang dari Dinas PU maupun uang Pokir, yang masing-masing anggota Dewan menerima uang pokir sebesaar Rp150 juta.

“Ya betul sekali, tapi tidak tau sumbernya dari mana,” jawab si Imam Sopingi.

5. Persidangan pada Selasa, 12 Mei 2020 
JPU KPK menghadirkan si Pendi Kristian selaku ajudan terdakwa, si Kardiyanto (Kepala SMPN Tulungagung), si Mat Yani (Kabid di Dispendikbud Kab. Tulungagung) dan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung (sidang pada 12 Mei 2020)

Kepada Majelis Hakim, si Pendi mengakui pernah menerima uang sebesar Rp500 juta. Uang itu diambilnya dari rumah Budi Fatahila Mansyur selaku Sekwan atas perintah Sekwan. Dan atas perintah Big Bos pula, si Pendi pun menyimpan uang “panas” itu hingga saat ini (maksudnya hingga persidangan, Selasa, 12 Mei 2020)

“Pernah, lima ratus juta. Saya ambil ke rumah Pak Budi karena diminta untuk mengambilnya. Saya diminta untuk menyimpan. Uang itu sehari setelah OTT (Operasi Tangkap Tangan) di Tulungagung. Masih saya simpan sampai sekarang. Apakah saya kembalikan dari mana uang itu saya terima atau saya kembalikan ke KPK?,” tanya si Pendi “pura-pura bego”.
Giliran si Mat Yani dan si Kardiyanto memberikan keterangan justru “memalukan”. Bayangkan saja, sebagai Pendidik Akhlak, moral dan Budi Pekerti bagi ratusan anak-anak sekolah di Kabupaten Tulungagung, ternyata “Hobby berindehoi” bersama terdakwa di Kafe Dinasti yang ada di Tulungagung

“Saya sebelumnya tidak kenal dengan terdakwa. Saya kenal dari Mat Yani yang menunjukan saat di Kafe. Uang yang saya berikan lima puluh tiga juta ke Mat Yani,” kata Kardiyanto.

Terkait jumlah uang untuk “membeli” jabatan Kepala Sekolah, Kardianto mengakui telah menyerahkan uang sebanyak Rp53 juta, salah satunya melalui Mat Yani. Dan apa yang katakan si Kardiyanto, diakui si Mat Yani.

Mat Yani adalah kawan dekatnya si terdakwa. Melalui Mat Yani yang merekomondasikan almarhum Suharno ke terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD untuk diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung.

Jumlah uang yang diterima si Mat Yani dari beberapa guru yang akan diangkat menjadi Kepala Sekolah adalah sebesar Rp395 juta. Para guru tersebut diantaranya adalah Suparlan, Kardiyanto, Syamsuri, Sri Wahyuni, Efendi Sumaini, Nanang Supriyanto dan Tarmuji

Dari Rp395juta, Mat Yani menyerahkan ke terdakwa Supriyono sebesar Rp250 juta. Dan Rp145 diserahkan ke si Bedud alias Suharminto. Manurut Mat Yani, bahwa Suharminto adalah salah satu Powerful atau orang yang berkuasa di Tulungagung bersama terdakwa Supriyono. Tapi ada bagian “Makelar” yang diambil Mat Yani yaitu sebesar Rp35 juta. Dan Mat Yani berjanji akan mengembalikannya dalam waktu sebulan

“Jumlahnya Rp395 juta. Saya serhkan ke terdakwa sebesar Rp250 juta. Dan Rp145 juta, saya serahkan ke Suharminto. Dia Powerful di Tulungagung,” kata Mat Yani.

Sedangkan si Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPPRD, terkadang “pikun atau tiba-tiba terserang penyakit lupa” saat ditanya JPU KPK terkait uang ketok palu saat pembahasan APBD Kab. Tungagung

Tapi sepandai-pandainya orang menyembunyikan yang bau, suatu saat akan tercium juga. Peribahasa inilah yang tepat bagi anggota Dewan ini. Sebab saat si Budi berusaha mengatakan tidak ada menerima, atau kadang menjawab lupa, tapi akhirnya diakui juga. Uang suap yang diterima si Budi sebesar Rp270 juta, dan sudah dikembalikan ke KPK.

“Yang saya terima sebesar Rp270 juta dan sudah saya kembalikan,” jawab si Budi.

6. Persidangan Selasa, 2 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 9 orang saksi, yaitu 1. Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi  (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia),; 2. Nanang Supriyanto (Pengusaha Kontraktor),; 3. Ari Kusumawati selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia),; 4. Haryo Dewanto (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),;  5. Susilo Prabowo alias Embun (pengsaha Kontraktor),; 6. Suparlan (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 7. Sri wahyuni (Kepala Sekolah SMPN Tulungagung),; 8. Syaipudin Jufri (Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Tulungagung),; 9. Hj. Susilowati (anggota DPRD Kabu. Tulungagung dari Fraksi PDIP).

Keterangan saksi Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun pada  persidangan saat itu, tak jauh beda dengan keterangannya pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung
Kepada Majelis Hakim, Anjar Handriyanto, Nanang, Ari Kusumawati dan Susilo Prabowo alias Embun menjelaskan, bahwa fee proyek yang mereka berikan ke Bupati melalui Kepala Dinas PU maupun Sukarji selaku Kabid Dinas PU adalah sebesar 15% dari besaran anggarann proyek yang dibayarkan sebayak dua kali, yaitu 10% diawal dan 5 persen setelah proyek selesai dikerjakan.

“Besarnya lima belas persen. Sepuluh persen dibayar di awal dan lima persen diakhir,” kata para saksi.

Sedangkan keterangan Ari Kusumawati juga demikian. Namun Ari Kusumawati tidak memberikan fee proyek ke Dinas PU melainkan ke Supriyono dan Suharminto

Sementara si Suparlan dan Sri wahyuni yang Keduanya selaku Kepala Sekolah SMPN Tulungagung ini tak membantah telah memberikan sejumlah uang ke terdakwa Supriyono melalui Mat Yani. Mat Yani adalah orang kepercayaan Si Supriyono. Terdakwa Supriyono dan Suharminto alia Bedud adalah kakak beradik yang sama-sama dijuluki sebagai Powerfulnya Kabupaten Tulungung.

Sementara Hj. Susilowati mengakui menerima uang sebesar Rp34 juta dari Yuono selaku staf Sekawan, yang menurutnya bahwa uang tersebut sudah dikembalikan ke kas negara melalui KPK 

7. Persidangan tanggal 9 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 11 orang anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019, yiatu Sofian Heryant, Wiwik Tri Asmoro, Widodo Prasetyo, Imam N, Ansoro, Samsul Huda, Suprajito, Subani Sirat, Agung Darmanto, Marikan dan Sumarno,

Kepada Majelis Hakim, ke- 11 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui menerima uang ketok palu Pembahasan/pengesahan APBD Kabupatena Tulungagung dan uang POKIR (Pokok Pokok Pikiran)

Dan 8. Persidangan pada Selasa, 16 Juni 2020
JPU KPK menghadirkan 18 orang anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019, yaitu ; 1. Sutomo, 2. Sunarko, 3. Maicel Utomo, 4. Mashut, 5. A. Baharudin, 6. Ferdi Yuniar, 7. Gunawan, 8. Farouk , 9. Khoirul Rohim, 10. Basroni, 11. Saiful Anwar, 12. Heru Santoso, 13. Rianah, 14. Nurhamim, 15. Muti’in, 16. Leman Dwi Prasetyo (Wakil Ketu Komisi C), 17. Joko tri asmoro, 18. Imam Choirudin

Ke- 18 anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui kepada Majelis Hakim, menerima uang ketok palu dan fee Pokir, uang tersebut sudah dikembalikan oleh para anggota dewan yang terhormat ini ke kas negara melalui KPK.
9. Kemudian persidangan pada tanggal 7 Juli 2020.
Tim JPU KPK membacakan surat tuntutan pidana terhadap terdakwa Supriyon, yaitu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 (enam) bulan kuraungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 mlliar subsidair pidana penjara selama  2 (dua) tahun serta pencabutan hak politik terdakwa selama 5 (lima) tahun setelah terpidana selesai menjalani hukuman. 

Terdakwa Supriyono dituntut sebagai terdakwa penerima suap sebagaimana dalam pasal  12 huruf a (Dakwaan Kesatu alternatif Pertama ) dan sebagai terdakwa penerima gratifikasi sebagaimana dalam pasal  12 huruf B (Dakwaan Kumulatif Kedua) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana

Menurut JPU KPK, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa terdakwa Supriyono adalah ketua DPRD yang memiliki fungsi anggaran, pengawasan dan legislasi. Dalam menjalankan fungsi legislatif yang seharusnya dilakukan secara benar, malah justru mengambil manfaat dari proses persetujuannya dengan cara meminta uang ketok palu untuk keuntungan diri Terdakwa sendiri. Selain itu, Terdakwa memanfaatkan fungsi pengawasannya untuk mengambil keuntungan dalam pembahasan penanggungjawaban APBD

“Uang tersebut adalah uang dari hasil tindak pidana korupsi, yaitu uang terkait ketok palu (pembahasan/pengesahan APBD dan APBDPerubahan). Maka sudah sepantasnya uang tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti,” kata JPU KPK Dodi

JPU KPK pun  membeberkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan saat membacakan surat tuntutannya terkait uang ketok palu. Bahwa yang menikmati uang ketok palu pembahasan/pengasahan APBD dan APBD Perubahan Kab. Tulungagung bukan hanya terdakwa, melainkan Sekda Indra Fauzi dan sejumlah anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019 lainnya
Anggota DPRD Kab. Tulungagung periode 2014 – 2019 yang dimaksud adalah

1.    Imam Sapingi menerima Rp 67.5 juta             20.  Basroni menerima Rp 95 juta
2.    Leman Dwi Prasetyo menerima Rp 85 juta      21.  Adib Makarim menerima Rp 230 juta
3.    Heru Santoso menerima Rp 75 juta                22.  Susilowati menerima Rp 34 juta
4.    Nurhamim menerima Rp 46 juta                    23.  Sutomo menerima Rp 55 juta   
5.    Choirurrohim menerima Rp 135 juta              24.  Imam Kembali menerima Rp 130 juta   
6.    Muti'iin menerima Rp 55 juta                        25.  Agus Budiarto menerima Rp 270 juta   
7.    Mashud menerima Rp 14.5 juta                    26.  Ahmad Baharudin menerima Rp 100 juta   
8.    Subani Sirab menerima 70.5 juta                  27.  Joko Tri Asmoro menerima Rp 60 juta   
9.    Sunarko menerima Rp 35 juta                      28.  Wiwik Triasmoro menerima Rp 5 juta   
10.  Riyanah menerima Rp 60 juta                      29.  Amag Armanto Anggito menerima Rp 20 juta
11.  Asrori menerima Rp 60 juta                         30.  Suprapto menerima Rp 117 juta
12.  Adrianto menerima Rp 25 juta                     31.  Imam Ngakoib menerima Rp 57 juta
13.  Gunawan menerima Rp 25 juta                    32.  Makin menerima Rp 35 juta
14.  Faruq TriFauzi menerima Rp 30 juta             33.  Marikan Al Gatot Susanto menerima Rp 20 juta
15.  Widodo Prasetyo menerima Rp 150 juta       34.  SamsuI Huda menerima Rp 110 juta
16.  Fendy Yuniar menerima Rp 85 juta               35.  Sumarno menerima Rp 80 juta
17.  Imam Koirodin menerima Rp 80 juta            36.  Agung Darmanto menerima Rp 40 juta
18.  Sofyan Heryanto menerima Rp 55 juta          37.  Indra Fauzi (Sekda) menerima Rp 97 juta
19.  SaifulAnwar menerima Rp 50 juta                 38.  Michael Utomo menerima Rp 5 juta

“Uang tersebut diatas adalah uang dari hasil tindak pidana korupsi, yaitu uang ketok palu dan fee pokir. Maka sudah sepantasnya uang tersebut dirampas untuk negara. Dalam masa penyidikan maupun selama persidangan, para nggota DPRD dan pihak lainnya telah mengembalikan uang yang sudah diterimanya terkait ketok palu APBD, APBD Perubahan maupun fee Pokir kepada negara melalui rekening KPK” ungkap JPU KPK Dodi

Selain itu, JPU KPK mengatakan, bahwa uang sebesar Rp1,2 milliar yang berasal dari Dinas PU masih dibawa Suharminto, adik kandung dari terdakwa.

JPU KPK menjelaskan, berdasarkan uraian dan analisa yuridis sebagaimana tersebut di atas, maka kami (KPK.Red) selaku Penuntut Umum berkesimpulan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagai berikut:

1. Tindak pidana korupsi (menerima suap) secara bersama-sama dan berlanjut. Melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif Pertama.

2. Beberapa tindak pidana korupsi menerima gratifikasi melanggar ketentuan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Rl Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana Dakwaan Kumulatif Kedua
Anehnya, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya, Anwar Koto justru mengatakan bahwa terdakwa tidak bersalah, tidak terbukti menerima uang, tidak ada saksi yang mengatakan bahwa terakwa terlibat dalam kasus suap.

Yang lebih anehnya lagi adalah, Anwar Koto justru menuding pemberkasan yang dilakukan  KPK ada kesalahan dan kacau balau. Hal itu dikatakan Anwar Koto saat wawancara singkat dengan beritakorupsi.co (BK) melalui sambungan telepon seluler terkait Pledoi atau pembelaannya. Berikut wawancaranya.....

 BK : Anda tadi mengatakan bahwa sidang ditunda dengan alasan bahwa anda belum siap.
Anwar Koto : Ya, masih mentahan (maksudnya belum selesai.Red) tapi tetap dibacakan aja
BK : Apa inti dari Pledoi anda?
Anwar Koto : Intinya, bahwa sesuai fakta yang ditemukan dalam persidangan, itu kan tidak ada saksi-saksi yang memberatkan terdakwa. Bukti-buukti, seperti bukti surat dan lainnya tidak ada relevansinya sama terdakwa. Semua saksi tidak ada yang mengatakan terdakwa terlibat dalam kasus suap itu. Berkas itupun tidak perincian keuangan yang dihitung oleh audit BPK atau  BPKP. Dari mana Jaksa menentukan jumlah kerugian negara dan jumlah total itu dari mana, tanpa ada audit yang berwenang

BK : Oke. Kasus ini kan tidak disebutkan ada kerugian negara. Tapi jumlah uang yang diterima terdakwa terkait pembahasan/pengesahan APBD dan APBD Perubahan sejak tahun anggaran 2015, 2016, 2017 dan 18. 

BK : Itu yang pertama. Lalu yang Kedua, keterangan saksi Budi Fatahilah Mansyur selaku Sekwan yang mengatakan telah menerima uang titipan dari Kepala BPPKAD untuk Ketua Supriyono selaku Ketua DPRD sebesar Rp500 juta sehari setelah KPK melakukan tangkap tangan terhadap Bupati Syahri Mulyo. Dan uang itu kemudian disimpan oleh Efendi selaku ajudan terdakwa Supriyono atas perintah terdakwa. Itu pengakuan dari Sekwan maupun Efendi. Apa tanggapan anda ?

Anwar Koto : Saksi Efendi yang pegang duit itu kan tidak ada diberkas oleh penyidik dan  JPU,”
BK : Artinya, Pendi tidak pernah di BAP oleh penyidik?
Anwar Koto : Tidak pernah diperiksa dan tidak ada BAP. Dan itu bukti yang sempurna bahwaa uang tidak sampai ke terdakwa,”

BK : Keterangan Sekwan ada nggak dalam BAP?
Anwar Koto : BAP Sekwan ada, tapi tidak menyebutkan itu, tidak pengakuan Sekwan dalam BAP. Itu kesalahan penyidik, kenapa Sekwan di BAP tapi pengakuan itu tidak kejar kemana duitnya, siapa yang pegang kan. Dan tidak di BAP ajudan itu kan,”

BK : Ok. Tapi dalam fakta persidangan, bahwa uang sebesar Rp500 juta itu kan sudah terungkap. Apa tanggapan anda dalam pembelaan terkait keterangan saksi dalam BAP dan keterangan saksi dalam persidangan. Mana yang lebih dipertimbangkan Jaksa terutama oleh Majelis Hakim terkait keterangan saksi dalam BAP dan keterangan saksi di Persidangan?

Anwar Koto : Iya, yang penting kan berkas itu tidak lengkap dan tidak akurat. Ada kesalahan, tidak disita uang yang 500 juta itu, dan tidak ada dalam BAP. Saksi Efendi tidak di BAP. Itu membuktikan bahwa uang itu tidak sampai ke Keketua. Dan pemberkasan kacau balau. Dan berkas tahun 2014, 2015, 2016 dan 2017 peristiwanya sama, seperti copy paset, sama kejadian, jumlah uangnya sama. Nggak mungkin

BK : Terkait tuntutan Jaksa terhadap terdakwa yaitu 8 tahun penjara, dan membayar uang pengganti sebesar Rp4.8 milliar. Apa tanggapan anda dalam pembelaan?

Anwar Koto : Itu kan haknya Jaksalah menuntut segitu, nggak apa-apa silahkan saja, tapi putusan ada ditangan Hakim. Kami hanya memohon tadi sesuia fakta-fakta persidangan agar terdakwa dibebaskan murni karena terdakwa tidak bersalah.

Dalam kasus ini ada yang menjadi pertanyaan yaitu, apakak KPK akan menyeret seruh anggota DPRD Tulungagung periode 2014 – 2019 termasuk beberapa pejabat Tulungagung maupun Pemprov Jatim sebagai tersangka Korupsi suap?

Apakah KPK akan membuktikan pernyataannya melalui juru bicara KPK Ali Fikri kepada beritakorupsi yang mengatakan, KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan UU

“Bahwa fakta-fakta hukum dalam persidangan tentu sudah dicatat dengan baik oleh JPU dan akan menjadi bahan analisa yuridis di dalam surat tuntutannya. KPK memastikan akan melakukan pengembangan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan UU. Perkembangannya tentu nanti KPK sampaikan kepada masyarakat dan rekan-rekan media,” kata Ali Fikri kepada beritakorupsi.co, Jumat, 12 Juni 2020

Sementara fakta yang terungkap dalam persidangan sudah terang benderang sejak Supriyono diadili pada tanggal 3 April 2020, termasuk dalam perkara terpidana Sutrisno dan Syahri Mulyo yang sudah berkekuatan hukum tetap atau sudah Inckrah. (Jen/Pri)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top