0
#Terpidana Mustofa Kamal Pasa (Mantan Bupati Mojokerto) dan terpidana Hedrawan Maruszma ("anak Alm. Mantan Jamwas Kejagung RI"), tersangka/terdakwa Eryk Armando Talla serta pihak pihak lain, sepertinya akan terseret sebagai “tersangka” dalam kasus ini#
 
BERITAKORUPSI.CO - Kamis, 04 Juni 2020, Tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) dari Komisi Pembetantasan Korupsi (KPK) RI yang terdiri dari Eva Yustisana, Arif Suhermanto, Joko Hermawan, Dody Sukmono, Andhi Kurniawan dan Mufti Mur Irawan, menyeret Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga  (DPUBM) Kabupaten Mojokerto ke persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo - Jawa Timur untuk diadili dihadapan Majelis Hakim dalam perkara Korupsi Suap sebesaar Rp1.270.000.000 (satu milyar dua ratus tujuh puluhjuta rupiah) pada tahun 2015 – 2016 dari pengusaha kontraktor yaitu Hedrawan Maruszma

Dalam persidangan yang berlangsung Kamis (04 Juni 2020), Zaenal Abidin dudukan di kursi pesakitan diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya untuk mendengarkan Tim JPU KPK membacakan surat dakwaan atas perbuatannya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman, SH., MH dengan dibantu 2 hakim anggota (Ad Hock), yaitu DR. Andriano, SH., MH dan John Desta, SH., MH serta Paanitra Pengganti (PP) Wantiyah, SH dengan Nomor Perkara 39/Pid.Sus/TPK/2020/PN.Sby

Sementara terdakwa didampingi Tim Penasehat Hukumnya yang terdiri dari Ben Hardjon, Nanik Nurhayati dan M. Tahir.
Tim JPU KPK
“Pada bulan Desember 2015, terdakwa Zaenal Abidin menerima uang dari Hedrawan Maruszma melalui Ridwan Arif Abdullah (orang kepercayaan Terdakwa) sejumlah Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) di halaman parkir belakang kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto. Pada bulan Januari 2016, Terdakwa menerima cek sejumlah Rp250.000.000 dari Hedrawan Maruszma di kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto,” kata JPU KPK Arif Suheramnto

“Perbuatan terdakwa Zaenal Abidin sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana Jo. Pasal 64 KUHPidana,” ucap JPK kemudian

Namun terdakwa melalui Penasehat Hukumnya keberatan, sehingga akan mengajukan Eksepsi pada persidangan berikutnya. Alasan keberatan, karena menurut tim Penasehat Hukum terdakwa adalah bahwa konstruksi hukum yang dikenakan terhadap terdakwa tidak tepat.

Namun, JPU KPK sudah mempersiapakan jawaban atas keberatan tim penasehat hukum terdakwa.

Dalam kasus Korupsi, Kepala Dinas PU dan Kepala Daerah ibarat pasangan sejoli. Sebab, jika ada Kepala Daerah yang telibat Korupsi, Kepala Dinas turut mendampinginya di penjara.

Dari beberapa kasus ini terungkap, ternyata Dinas PU adalah salah satu “sumber air” bagi pejabat. Karena di Dinas PU, ratusan proyek APBD yang bernilai puluhan bahkan ratusan milliar “dapat menghasilkan lembaran-lembaran rupiah” yang diterima para pejabat dilingkungan Dinas PU maupun Kepala Daerah dari para kontraktor sebagai fee proyek yang didapat dari hasil “KKN (Kolusi Korupsi dan Nepotisme)”
Terdakwa Zaenal Abidin (kiri) dengan Penasehat Hukumnya
Dan terseretnya Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga  (DPUBM) Kabupaten Mojokerto, adalah bermula pada saat Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa diseret KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya pada tahun 2018, karena Mustofa Kamal Pasa menerima uang sauap sebesar Rp2.7 milliar terkait pemeberian 11 Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan 11 Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan oleh Onggo Wijaya pada tahun 2015

Dalam perijinan Tower ini, selain Mustofa Kamal Pash, KPK menetapkan 5 terasngka (terpidana) yaitu 1. Onggo Wijaya selaku Direktur Pemasaran PT Protelindo,; 2. Ockyanto  dari PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Group,; 3. Nabiel Titawano selaku penyedia Jasa di PT Tower Bersama Group,; 4. Ahmad Suhawi dan ke 5. Achmad Subhan (mantan Wakil Bupati Malang).

Ke 6 orang ini (Mustofa Kamal Pash, Onggo Wijaya, Ockyanto, Nabiel Titawano, Ahmad Suhawi dan Achmad Subhan) sudah divonis pidana penjara pada tahun 2018.

Sekalipun Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sudah divonis piadana penajara dalam kasus Korupsi suap pemberian ijinan Tower, saat ini Mustofa Kamal Pasa berstatus tersangka dalam perkara TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)

Tapi anehnya, hingga saat ini KPK tak menuntaskan kasus Korupsi pemberian ijin tower ini, karena beberapa orang  yang diduga terlibat didalamnya belum juga diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili.

KPK saat ini terkesan “pilih tebang, dipilih untuk diseret sebagai tersangka Korupsi”. Berbeda jauh saat KPK menyeret seluruh anggota DPRD Kota Malang yang berjumlah 42 dari 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019 yang saat ini sudah berstatus terpidana.

Salahkah jika masyarakat menuding KPK tidak lagi “sekuat” KPK yang dulu ? dan mencurigai adanya kepentingan politik ? Atau KPK akan tetap sebegai garda terdepan untuk memberantas Korupsi seperti namanya tanpa pandang bulu untuk menyeret orang-orang yang terlibat Korupsi?

Sebab, masih ada beberapa kasus Korupsi yang ditangani KPK di Jawa Timur yang belum tuntas hingga saat ini, dimana pihak-pihak lain yang diduga terlibat, diantaranya kasus suap Ketua DPRD Kota Malang terkait proyek jembatan Kedungkandang Kota Malang tahun 2015 yang menyeret Hedrawan Maruszma, anak “alm. Mantan Jamwas Kejagung yang sudah divonis pidana penjara selama 2 tahun.

Korupsi suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua DPRD Mojokerto, Kasus suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua Komis B DPRD, Kepala Dinas Peterenakan dan Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur, dimana 9 dari 10 Kepala Dinas termasuk Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan yang saat ini menjabat sebagai Sekda Jawa Timur telah memberikan uang suap kepada Ketua Komis B DPRD. Namun hanya 4 Kepala Dinas yang diadaili yaitu Kepala Disperidang dan Kepala Dinas Koperasi

Tidak hanya itu. Kasus TPPU Bupati Nganjuk Taufiqu Rahman, Kasus Koruspsi suap Bupati Jombang (Nyono), kasus Korupsi suap Bupati Malang Rendra Kresna. Lalu bagaimana dengan kasus yang menyeret Bupati Sidoarjo yang saat ini sendang diadili di Pengadilan Tipikor karena kasus suap tangkap tangan KPK pada tanggal 7 Januari 2020.

Apakah KPK akan menuntaskan ini atau akan melupakannya karena saat ini Indonesia dialnda Pandemi Covid-19?

Sementara dalam kasus Korupsi suap yang menyeret Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga  (DPUBM) Kabupaten Mojokerto, bisa jadi akan menyeret beberapa orang lainnya, diantaranya Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto, Hedrawan Maruszma anak “alm. Mantan Jaksa Agung Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung RI”.

Kemudian Eryk Armando Talla. Nama Eryk Armando Talla mungkin tak asing lagi di beberapa kalangan pejabat Jawa Timur maupun di beberapa media dan wartawan. Sebab, Eryk Arando Talla, yang disebut-sebut sebagai seorang pengusaha yang dekat dengan pejabat serta banyak mengatur proyek-proyek pemerintahan di sejumlah daerah, termasuk di Pemkot dan Kabupaten Malang.
Terpidana Hedrawan Maruszma
Sebagai informasi, dalam persidangan pada tanggal 17 April 2018, Eryk Armando Talla “terlibat” dalam pengaturan proyek Jembatan Kedungkandang Malang untuk dikerjakan oleh  PT ENK milik Hedrawan Maruszma, sementara  Lazuardi Firdaus mantan Pimpinan Redaksi Radar Malang (Group Jawa Pos) berperan mengatur pertemuan Eryk Armando Talla, Komisiaris PT ENK dengan Ketua DPRD Kota Malang bersama beberapa orang lainnya untuk membahas penganggaran proyek Jembatan Kedungkandang Malang masuk dalam pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015

Eryk Armando Talla sudah berstatus tersangka dalam kasus suap Bupati Malang Rendra Kresna. Namun Eryk Armando Talla yang dicari banyak pihak, mungkin saat ini ada dalam perlindungan LPSK dan KPK dengan pengawasan yang super ketat termasuk dilengkapi baju anti peluru seperti saat Armando Talla dihadirkan sebagai saksi di persidangan dengan pengawalan sejumlah petugas Brimob lengkap dengan senjata laras panjang.

Dalam surat dakwaan JPU KPK untuk terdakwa Zaenal Abidin, ternyata Mustofa Kamal Pasa juga menikmati uang suap sebesar Rp2.750.000.000 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah)

Uang suap yang totalnya sebesar Rp4.020.000.000 (empat milyar dua puluhjuta rupiah) ini adalah dari Hedrawan Maruszma anak “alm. Mantan Jaksa Agung Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung RI”. Pemberian uang suap oleh Hedrawan Maruszma terhadap terdakwa Zaenal Abidin dan Mustofa Kamal Pasa, terkait proyek APBD Kab. Mojokerto yang dikerjakan Hedrawan Maruszma.

Selain itu, beberapa nama yang terlibat dalam kasus ini juga disebutkan dalam surat dakawaan JPPU KPK, diantaranya Eryk Aramdo Talla, Ridwan Arif Abdullah, Fikriyoso, Ramadhani Kusuma Akbar, Luthfi Arief Muaqiem, Samsul Arif (pegawai CV. Musika), Nisham Fikriyoso dan Chandri

Lebih lanjut JPU KPK mengatakan dalam surat dakwaannya, bahwa terdakwa Zaenal Abidin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga  (DPUBM) Kabupaten Mojokerto Tahun 2011 s/d 2016 bersama dengan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010 s/d 2015 dan periode 2016-2021.

Pada waktu-waktu yang tidak dapat ditentukan secara pasti antara bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Agustus 2016 atau pada waktu lain dalam tahun 2015 dan tahun 2016, bertempat di Hotel 8 FASHION Taman Anggrek Jakarta Barat. Kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto, Kantor Bupati Mojokerto, di sekitar KFC dekat dealer Ford Surabaya, Pendopo Kabupaten Mojokerto, Restaurant Club House Taman Dayu Golf and Resort di Pandaan Kabupaten Pasuruan. Atau setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya
Bahwa terdakwa selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto, melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima gratifikasi yaitu berupa uang tunai seluruhnya sejumlah Rp4.020.000.000 (empat milyar dua puluhjuta rupiah) dengan rincian yaitu ;

 Diterima terdakwa Zaenal Abidin sejumlah Rp1.270.000.000 (satu milyar dua ratus tujuh puluhjuta rupiah), dan diterima oleh Mustofa Kamal Pasa sejumlah Rp2.750.000.000 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah)

Bahwa penerimaan uang tersebut berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas jabatan Terdakwa selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto Tahun 2011 sd 2016, dan berhubungan dengan jabatan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010 s/d 2015 dan periode 2016-2021 serta berlawanan dengan kewajiban atau tugas terdakwa Zaenal Abidin dan Mustofa Kamal Pasa sebagaimana diatur dalam Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik lndonesia Nomor 53 tahun 2010 dan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Pada tahun 2011, Terdakwa diangkat oleh Mustofa Kamal Pasasebagai Kepala Dinas PUBM dengan Surat Keputusan Bupati Mojokerto Nomor. 821 .2/3625/HK/41 6-208/2011 tanggal 4 Nopember 2011.

Pada sekira awal Desember 2013, Hedrawan Maruszma menemui Terdakwa di Surabaya Town Square, dimana dalam pertemuan tersebut Hedrawan Maruszma    menyampaikan kepada Terdakwa, bahwa Hedrawan Maruszma mempunyai  keinginan untuk mengerjakan proyek di Kabupaten Mojokerto, atas penyampaian tersebut, Terdakwa mengatakan akan menunggu petunjuk dari Mustofa Kamal Pasaterlebih dahulu.

Pada awal bulan Oktober 2014, Hedrawan Maruszma bertemu dengan Eryk Armando Talla, guna membicarakan proses pemenangan lelang pekerjaan dan pelaksanaan proyek yang akan dikerjakan oleh Hedrawan Maruszma    .

Sekitar awal tahun 2015, Hedrawan Maruszma mendapat Informasi dari Eryk Armando Talla, bahwa Mustofa Kamal Pasamengumpulkan semua pengusaha yang akan mengerjakan proyek Dinas PU Binamarga Mojokerto di Pacet dan pada pertemuan itu disepakati komitmen fee sebesar 12,5 %.

Pada tanggal 2 April 2015 sore hari, dilakukan pertemuan di Pendopo Bupati Mojokerto antara Mustofa Kamal Pasa, Hedrawan Maruszma, dan Nisham Fikriyoso, dimana dalam pertemuan tersebut Mustofa Kamal Pasamenyampaikan kepada Hedrawan Maruszma, bahwa untuk mendapatkan 2 (dua) proyek yaitu Ngranggon Kutorejo dan Kedungsari Kemlagi, harus menyerahkan fee di awal sejumlah Rp1.000.000.000  (satu miliar rupiah) atau setara dengan 17% dari nilai pekerjaan setelah PPN dan PPh. 
Pasukan Brimob lengkap dengan senjata laras panjang mengawal Eryk Armando Talla saat "kunjungan" di Pengadilan Tipikor yang di hadirkan JPU KPK
Selanjutnya Mustofa Kamal Pasamengeluarkan selembar kertas berisi tabel daftar proyek yang sudah di tulis nama-nama pengusaha yang akan memenangkan paket pekerjaan termasuk Hedrawan Maruszma    , dan menunjukkan pekerjaan yang akan dimenangkan oleh Hedrawan Maruszma    .

Kemudian untuk memenangkan Hedrawan Maruszma, Mustofa Kamal Pasamenghubungi Terdakwa dan memerintahkan agar Terdakwa mengawal proyek di Pemerintah Kabupaten Mojokerto.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, atas perintah Hedrawan Maruszma    pada tanggal 3 April 2018, Nisham Fikriyoso menemui Terdakwa di ruang kenanya, dan membicarakan mengenai tindaklanjut dari pertemuan dengan Mustofa Kamal Pasa.

Selanjutnya, Terdakwa memanggil Puguh Hari Setiawan selaku pokja Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Mojokerto dan PNS Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto.

Saat itu Terdakwa menyampaikan agar teknis pemenangannya dikoordinasikan dengan Puguh Hari Setiawan. Atas penyampaian Terdakwa tersebut, Puguh Hari Setiawan mengeluarkan selembar kertas daftar proyek yang berisi tabel proyek yang sudah ditulis nama-nama pengusaha yang akan memenangkan paket pekerjaan termasuk Hedrawan Maruszma, kemudian Puguh Hari Setiawan memperlihatkan daftar proyek tersebut kepada Terdakwa.

Selanjutnya Hedrawan Maruszma    mengikuti proses pelelangan yang dilakukan secara proforma dengan meminjam perusahaan yang terafiliasi dengan Eryk Armando Talla. Dan pada akhirnya, atas persetujuan Terdakwa, Hedrawan Maruszma    memenangkan 6 (enam) paket pekerjaan yaitu ;

1. Peningkatan Jalan Ngranggan – Kuterojo Tahp II, dikerjakan oleh PT Antigo Agung Pemenang dengan nilai penawaran Rp8.079.341.000,; 2. Peningkatan Jalan Kedungsari-Kemlagi, dikerjakan oleh PT Antigo Agung Pemenang dengan nilai penawaran Rp9.181.754.754,; 3. Peningkatan Randegan – Benjeng, dikerjakan ole PT Antigo Agung Pemenang dengan nilai penawaran Rp6.996.566.000,; 4. Peningkatan Jalan Pohjejer – Tumbuk, dikerjakan oleh PT Dwi Mulai Jaya dengan nilai penawaran Rp7.755.386.000,; 5. Peningkatan  Lakandowo -  Randegan, dengan nilai penawaran Rp6.243.381.000, dan 6. Peningkatan Jalan Banjar Agung – Sooko, dikerjakan oleh PT Dwi Mulai Jaya dengan nilai penawaran Rp5.217.350.000
Setelah Hedrawan Maruszma memenangkan proyek tersebut, terdakwa Zaenal Abidin menerima uang sejumlah Rp1.270.000.000 (satu miliar dua ratus tujuh puluh juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut ;

Pada 16 September 2015 Terdakwa menerima uang dari Hedrawan Maruszma melalui Nisham Fikriyoso dan Duvadilan Ridwan Sembodo sejumlah Rp120.000.000 di Hotel B-Fashion Jakarta Barat.

Pada bulan November 2015, Terdakwa menerima uang dari Hedrawan Maruszma sejumlah Rp150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dl kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto.

Pada bulan Desember 2015, terdakwa Zaenal Abidin menerima uang dari Hedrawan Maruszma melalui Ridwan Arif Abdullah (orang kepercayaan Terdakwa) sejumlah Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) di halaman parkir belakang kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto

Pada bulan Januari 2016, Terdakwa menerima cek sejumlah Rp250.000.000 dari Hedrawan Maruszma di kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto.

Selain Terdakwa, Mustofa Kamal Pasa juga menerima uang dari Hedrawan Maruszma yaitu:

Pada tanggal 7 April 2015, Mustofa Kamal Pasa menerima uang sejumlah Rp500.000.000 yang diserahkan oleh Hedrawan Maruszma, Nisham Fikriyoso dan Ramadhani Kusuma Akbar di sekitar KFC dekat dealer Ford Surabaya.

Pada tanggal 15 April 2015, Mustofa Kamal Pasa menerima uang sejumlah Rp500.000.000 melalui Luthfi Arief Muaqiem (ajudan Bupati) yang diserahkan oleh Ramadhani Kusuma Akbar di Pendopo Bupati Mojokerto.

Pada bulan Agustus 2015, Mustofa Kamal Pasa menerima cek dari CV Thalita Berkarya sejumlah Rp2.000.000.000 melalui Samsul Arif (pegawai CV. Musika) di Restaurant Club House, Taman Dayu Golf and Resort di Pandaan Kabupaten Pasuruan yang dicairkan tanggal 17 September 2015 sejumlah Rp1.000.000.000

Pada tanggal 27 November 2015, Mustofa Kamal Pasa didepan sebuah cafe di Surabaya menerima uang sejumlah Rp250.000.000 dari Nisham Fikriyoso

Pada sekira pertengahan tahun 2016, Mustofa Kamal Pasa menerima sejumlah Rp500.000.000 yang diserahkan oleh Chandri di Pendopo Bupati Mojokerto.

Bahwa sejak menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp4.020.000.000 (empat miliar dua puluh juta rupiah), Terdakwa dan Mustofa Kamal Pasa tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI sampai Surat Dakwaan atas nama terdakwa Zaenal Abidin,  dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, padahal penerimaan itu tidak ada alasan hak yang sah menurut hukum.

Perbuatan Terdakwa dan Mustofa Kamal Pasa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya sejumlah Rp4.020.000.000,00 (empat miliar dua puluh juta rupiah), haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan beriawanan dengan kewajiban serta tugas Terdakwa selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto dan berhubungan dengan jabatan Mustofa Kamal Pasa selaku Penyelenggara Negara yaitu sebagai Bupati Mojokerto, sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam :

a. Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.

b. Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang menyatakan Setiap PNS dilarang menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.

“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana Jo. Pasal 64 KUHPidana,” ucap JPU KPK diakhir jabatannya. (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top