2

#Uang Suap yang diterima Terdakwa Supriyono terkait Pembahasan APBD Kabupaten Tulungagung TA 2016, 2017 dan 2018 dari Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, mengalir ke Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto selaku Wakil Ketua DPRD serta 21 anggota Banggar. Sementara yang terlibat adalah Hendry Setiawan, Yamani,  Sudigdo, Indra Fauzi, Budi Fatahillah Mansyur#


BERITAKORUPSI.CO – Selasa, 31 Maret 2020, Tim JPU JPU Haerudin, Moh. Helmi Syarif, Mufti Nur Irawan dan Putra Iskandar dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, menyeret Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungung periode 2014 hingga 2019 ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili sebagai terdakwa dalam perkara  kasus Korupsi suap pengesahan APBD Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, 2016, 2017 dan 2018 yang totalnya sebesar Rp3.6 milliar setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan kemudian dijebloskan ke penjara pada tanggal 7 November 2019

Hari ini (Selasa, 31 Maret 2020), adalah hari bersejarah bagi Suriyono sebagai terdakwa yang duduk di kursi pesakitan gedung pengadil orang-orang Koruptor di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, yang biasanya terdakwa  duduk dikursi empuk di gedung legislator Kabupaten Tulungung sebagai Ketua DPRD dan juga sebagai Ketua Banggar (Badan Anggaran) DPRD.

Dalam persidangan yang berlangsung diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya adalah pembacaan surat dakwaan dari Tim JPU KPK terhadap terdakw Supriyono dihadapan Majelis Hakim yang diketua Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yakni DR. Lufsiana dan Sangadi, sementara terdakwa didampingi tim Penasehat Hukumnya yaituAnwar Koto dari Jakarta
Dengan diadilnya Supriyono yang dikenal sebagai orang “kuat dan berpengaruh” di Kabupaten Tulunagung ini, semula banyak masyarakat bahkan pejabat dilingkungan Kabupaten Tulungagung tak percaya, bahwa Supriyono takan dijadikan sebagai tersangka apalagi terdakwa dalam kasus Korupsi Suap yang terungkap dalam persidangan kasus Korupsi suap tangkap tangan KPK terhadap Bupati (mantan) Tulungagung Syahri Mulyo (terpidana) pada Juni 2018 lalu.

Bahkan sempat beredar kabar di masyarakat maupun di lingkungan Pejabat Kabupaten Tulungagung yang mengatakan, bahwa KPK takan melakukan pengembangan kasus Syahri Mulyo karena ada jaminan dari salah seorang anggota Komisi III DPR RI F-PDIP. Namun hal itu dibantah sang legislator yang berkantor di gedung Senayan Jakarta saat dikonfirmasi beritakorupsi.co melalui sambungan telepon seluler.

Kata orang “kuat dan berpengaruh” di Kabupaten Tulungagung inipun hilang seketika setelah penyididik KPK menjebloskan Supriyono ke Penjara di gedung merah putih milik KPK di Jalan Kuningan, Jakarta.

Dari fakta persidangan saat Syahri Mulyo diadili terungkap, bahwa total uang suap yang diterima terpidana Syahri Mulyo  dari beberapa Kontraktor dan Asosiasi Konstruksi yaitu, dari Abror selaku pengurus Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia Kabupaten Tulungagung,  dari Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso  selaku pengurus Apaksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat (pengurus Gapeknas) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung dan pengurus Asosiasi lainnya yang di Kabupaten Tulungagung sejak 2014 hingga 2018 yang totalnya sebesar Rp138 milliar.
Selain uang haram ke terpidana Syahri Mulyo, ternyata uang haram itu mengalir juga ke Pejabat Kabupaten Tulungagung melalui Yamani (Kabid BPPKAD) dan Sukarji (Kabid Dinas PUPPRR) Kab. Tulungagung  dintaranya Sekda Indra Fauzi, Kepala BPAKD Hendry Setiyawan, Budi Juniarto (Pejabat Pemprov Jatim), Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur, Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Tlmur, Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur, Chusainuddin Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur,   Ahmad Riski Sadiq anggota DPR RI , Kajari melalui Kasi Intel, Kapolres melalui Kasat Reskrim, LSM dan Wartawan termasuk ke  terdakwa Supriyoono selaku Ketua DPRD untuk meloloskan atau yang diistilakan dengan uang ketok palu pengesahan APBD TA 2015, 2016, 2017 dan 2018 yang totalnya sebesar Rp3.6 M.

Selain uang ketok palu APBD yang diterima terdakwa Supriyono, ternyata Supriyono juga menerima uang dari beberpa pihak terkait jual beli jabatan dilingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung.

Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya mengatakan, bahwa ada uang sebesar Rp41 milliar yang mengalir ke pihak-pihak lain dan dapat dilakukan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi

JPU KPK Dodi Sukmono kepada beritakorupsi.co mengatakan, bahwa uang sebesar Rp41 miliyar mengalir ke pihak-pihak lain yang dapat dilakukan penuntutan, karena dalam fakta persidangan terungkap beberapa nama pejabat yang turut menikmati uang “haram” yang berasal dari fee proyek APBD sebesar 15% dari jumlah anggaran proyek pekerjaan yang didapatkan beberapa kontraktor di Tulungagung sejak tahun 2014 - 2018.

“Ia, ada uang sejumlah empat puluh satu milliar rupiah (Rp41 M) kepihak lain dan bisa dilakukan penuntutan. Jadi apapun yang terungkap dalam persidangan, dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan akan kita sampaikan ke pimpinan untuk dapat dikembangkan,” ujar JPU KPK Dodi Sukomono, Kamis, 17 Januari 2019.
Saat ditanya lebih lanjut, apakah ada kemungkinan KPK akan melukan penyidikan atau pengembangan untuk tersangka baru?. JPU KPK Dodi mengatakan, KPK tidak bicara kemungkinan tetapi fakta yang terungkap dalam persidangan

“Kita tidak bicara kemungkinan, tetapi fakta yang terungkap dalam persidangan,” ucap JPU KPK Dodi Sukmono kemudian.

Anwar Koto, selaku Penasehat Hukum terdakwa mengatakan, bahwa terdakwa mengerti akan surat dakwaan Penuntut Umum KPK, dan terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya untuk upaya hukum

“Atas dakwaan tersebut terdakwa mengerti, terdakwa serahkan sepenuuhnya kepada kuasa hukumnya untuk upaya hukumnya dan Majelis Hakim yang heba adli dan cerdas,” kata Anwar Koto dalam Press Relise yang dibagikannya seusai persidangan

Namun sepertinya tidak hanya terdakwa Supriyono yang akan meringkuk di penjara, melainkan masih ada 3 orang kerabatnya sesama legislator di Kab. Tulungagung yang mejabat sebagai Wakil Ketua DPRD, yaitu Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto dan 21 anggota Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kab. Tulungagung.

Selain dari legisator ada beberapa nama disebutkan yang diduga terlibat, yaitu Hendry Setiawan selaku Kepala BPPKAD, Yamin (staf BPKAD) dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung, Sudigdo, Indra Fauzi  selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD. Hal ini terungkap dari surat dakwaan JPU KPK.

Terdakwa Supriyono pun dijera pasal berlapis, yaitu terkait penerimaan uang ketok palu untuk pengesahan APBD Kabupaten Tulungagung TA 2015, 2016, 2017 adn 2018, dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana

Sedangkan penerimaan uang oleh terdakwa Supriyono terkait jual beli jabatan di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung, dijerat dengan pasal 12 huruf B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
Lebih lanjut dalam surat dakwaannya JPU Mufti Nur Irawan dari KPK menjelaskan, bahwa terdakwa Supriyono bersama-sama Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto (masing-masing sebagai Wakil Ketua DPRD), sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, bertempat di ruang kerja Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung di Tamanan, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, di Pendopo Bupati Tulungagung di Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung,  Kabupaten Tulungagung, dan di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung Jl. RA Kartini No.17, Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan berlanjut, menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang jumlah keseluruhan sebesaar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut dari Syahri Muyo selaku Bupati Tulungagung melalui Hendry Setiawan selaku Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung sekaligus Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Tulungagung

JPU KPK menyebutkan, terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan dan Indra Fauzi  selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD, meminta uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk pembahasan APBD TA 2015. Atas permintaan tersebut, Hendy Setiawan menyampaikan akan melaporkannya kepada Syahri Mulyo

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah mendapat persetujuan dari Syahri Mulyo, kemudian Hendry Setiawan menemui Terdakwa dan menyampaikan bahwa akan memenuhi permintaan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan meminta agar Terdakwa memperlancar proses pembahasan APBD TA 2015 (2016, 2017 dan APBD 2018)

Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Sehingga JPU KPK menjerat perbuatan terdakkwa yang diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun sebagiamana diatur dalam Pasal 12 huruf a (atau Pasal 12 huruf B) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
Lebih lanjut dalam surat dakwaannya JPU menjelaskan, bahwa terdakwa Supriyono selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yakni selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung masa keanggotaan 2014 s.d. 2019 bersama-sama dengan pimpinan anggota DPRD lainnya yaitu Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto, pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, bertempat di ruang kerja Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung di Tamanan, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, di Pendopo Bupati Tulungagung di Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung,  Kabupaten Tulungagung, dan di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung Jl. RA Kartini No.17, Kampung Dalem, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung.

Atau setidak-tidaknya di tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya, yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesaar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut dari Syahri Muyo selaku Bupati Tulungagung melalui Hendry Setiawan selaku Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung sekaligus Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Tulungagung

Padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu bhwa terdakwa Supriyono mengetahui atau patut menduga, bahwa pemberian uang tersebut untuk menggerakkan Terdakwa agar mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015, APBD TA 2016, APBD TA 2017 dan  APBD TA 2018.

Hal itu bertentangan dengan kewajiban terdakwa Supriyono untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pemakilan Daerah, (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Terdakwa Supriyono menjabat Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung masa jabatan 2014 -  2019 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 171.407/721/011/2014 Tanggal 06 Oktober 2014 tentang Peresmian Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung Masa Jabatan 2014 s.d. 2019.

Selaku Ketua DPRD, Terdakwa Suppriyono memiliki fungsi anggaran, pengawasan dan legislasi. Terdakwa secara ex-ochio juga sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Tulungagung.

Terdakwa dalam menjalankan fungsinya sebagai Ketua DPRD dan Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung bersama-sama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto secara bertahap menerima sejumlah uang dari Syahri Mulyo melalui Hendry Setiawan yaitu:

a. Pengesahan APBD Pemerintah Kabupaten Tulungagung TA 2015.

Pada bulan September 2014 Terdakwa bersama Tim Banggar melakukan pembahasan RAPBD TA 2015 dengan TAPD. Dalam pembahasan anggaran tersebut terjadi deadlock sehingga Terdakwa bersama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung melakukan pertemuan dengan Maryoto Birowo selaku Wakil Bupati Tulungagung dan Hendry Setiawan serta Sudigdo selaku perwakilan TAPD di Hotel Savana, Kota Malang untuk membahas RAPBD TA 2015.
Menindaklanjuti pertemuan sebelumnya, terdakwa Supriyono bersama pimpinan Banggar lainnya yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto kembali melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD yakni Sudigdo dan Hendy Setiawan di Tulungagung yang menghasilkan kesepakatan, bahwa untuk memperlancar pengesahan APBD TA 2015,  pihak eksekutif harus memberikan uang yang diistilahkan dengan uang ketok palu.

Masih pada bulan September 2014, Terdakwa menemui Hendy Setiawan dan Indra Fauzi  selaku Sekretaris Daerah dan Ketua TAPD meminta uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk pembahasan APBD TA 2015. Atas permintaan tersebut, Hendy Setiawan menyampaikan akan melaporkannya kepada Syahri Mulyo

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendy Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendy Setiawan untuk memenuhi permintaan terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah mendapat persetujuan dari Syahri Mulyo, kemudian Hendy Setiawan menemui Terdakwa dan menyampaikan bahwa akan memenuhi permintaan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan meminta agar Terdakwa memperlancar proses pembahasan APBD TA 2015.

Selain pemintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Agus Budiarto dan Adib Makarim meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000.00 (lima juta rupiah).

Untuk teknis pemberiannya, akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, Hendry Setiawan, Yamin selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000  (satu miliar rupiah), kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya dan TAPD membahas RAPBD TA 2015, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2015.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2015, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada sekira bulan November 2014.  Kemudian Sutrisno melalui Sukraji menyerahkan uang sejumlah Rp3.100.000.000 (tiga miliar seratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Pada tahun 2014, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2015 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa Supriyono selaku Ketua Banggar sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Pada tanggal 29 November 2014, dilaksanakan rapat paripurna di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang mengesahkan RAPBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 13 Tahun 2014 Tentang APBD TA 2015. Dalam rapat ini, terdakwa memerintahkan kepada masing-masing Fraksi agar jangan keras-keras dalam mengkritisi kinerja pemerintah daerah.

Menindak lanjuti kesepakatan sebelumnya, pada waktu-waktu yang tidak dapat diingat lagi pada tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hnedry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo

b. Pengesahan APBD TA 2016.

Pada bulan September 2015, terdakwa Supriyon bersama Tim Banggar melakukan pembahasan RAPBD TA 2016 dengan TAPD. Untuk memperlancar pembahasan RAPBD tersebut, terdakwa bersama dengan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung melakukan pertemuan setengah kamar antara Terdakwa Supriyono, Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto dengan Hendry Setiawan dan Sudigdo. Selanjutnya Terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan untuk meminta uang ketok palu seperti tahun sebelumnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu  miliar rupiah).

Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah hanggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam  Kambali, Hendry Setiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Menindaklanjuti permintaan terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan Terdakwa tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiawan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) kemudian Terdakwa bersama dengan anggota Banggar lainnya bersama TAPD membahas RAPBD TA 2016, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan APBD TA 2016.

Guna merealisasikan permintaan terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2016, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisnoo selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada akhir tahun 2015, Sutrisno melalui Sukarji  menyerahkan uang sejumlah Rp3.800.000.000 (tiga miliar delapan ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu yang tidak dapat diingat lagi sekitar tahun 2015, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di 'lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Syahri Mulyo

Masih tahun 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2016 dari Syahri Mulyo melalui Budi Fatahillah Mansyur dengan perincian, untuk terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Pada tanggal 30 November 2015, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2016 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 18 Tahun 2015 Tentang APBD TA 2016.

c. Pengesahan APBD TA 2017.

Pada sekira Bulan September 2016, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2017 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, terdakwa Supriyono menemui Hendry Setiawan dan menyampaikan bahwa untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2017, harus memberikan uang ketok palu kepada terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Selain permintaan uang ketok palu tersebut, terdakwa Supriyono dan Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh Imam Kambali, HendrySetiawan, Yamani selaku staf BPKAD dan Budi Fatahillah Mansyur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.

Menindaklanjuti permintaan Terdakwa, selanjutnya Hendry Setiawan menyampaikan permintaan tersebut kepada Syahri Mulyo. Atas laporan itu, Syaahri Mulyo memerintahkan Hendry Setiwan untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000  (satu miliar rupiah), kemudian tim Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2017, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2017.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2017, Hendry Setiawan meminta sejumlah uang kepada Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Sutrisno melalui Sukarji menyerahkan uang sejumlah Rp5.500.000.000 (lima miliar lima ratus juta rupiah) kepada Hendry Setiawan di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Setelah menerima uang tersebut, selanjutnya Hendry Setiawan melaporkan kepada Syahri Mulyo

Atas persetujuan Syahri Mulyo, selanjutnya pada waktu-waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi pada tahun 2016, Hendry Setiawan memberikan uang secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa di lingkungan kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung dan di Pendopo Bupati. Sedangkan sisa uang yang dipegang Hendry Setiawan diserahkan kepada Muyol

Masih pada sekira tahun 2016, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2017 dari Syahri Mulyo melalui Imam Kambali dengan perincian untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni Imam Kambali, Adib Makarim dan Agus Budiarto masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

Pada tanggal 25 November 2016, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya, dilaksanakan rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2017.

d. Pengesahan APBD TA 2018.

Pada Bulan September 2017, dilaksanakan pembahasan RAPBD TA 2018 antara TAPD dengan DPRD Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Terdakwa menemui HENDRY SETIAWAN menyampaikan bahwa untuk memperlancar APBD TA 2018 harus memberikan uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) kepada Terdakwa.

Selain permintaan uang ketok palu tersebut, Terdakwa dan IMAM KAMBALI, AGUS BUDIARTO dan ADIB MAKARIM meminta uang ketok palu khusus sebagai jatah banggar, dan disepakati untuk Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000 (lima juta rupiah). Untuk teknis pemberiannya akan dikoordinasikan oleh IMAM KAMBALI, HENDRY SETIAWAN, YAMANI selaku staf BPKAD dan BUDI FATAHILLAH MANSYUR selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Tulungagung.
Menindaklanjuti pemintaan Terdakwa, selanjutnya HENDRY SETIAWAN menyampaikan permintaan tersebut kepada SYAHRI MULYO. Atas laporan itu, SYAHRI MULYO memerintahkan HENDRY SETIAWAN untuk memenuhi permintaan Terdakwa dan mencari sumber pembiayaannya.

Setelah Terdakwa mendapat kepastian tentang uang ketok palu sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah), kemudian Banggar bersama TAPD membahas RAPBD TA 2018, dimana Terdakwa mengatur semua kendali pengesahan dan jadwal pengesahan APBD TA 2018.

Guna merealisasikan permintaan Terdakwa terkait uang ketok palu pengesahan APBD TA 2018. HENDRY SETIAWAN meminta sejumlah uang kepada SUTRISNO selaku Kepala Dinas PUPR. Pada waktu yang sudah tidak ingat lagi pada tahun 2017, SUTRISNO melalui SUKARJI menyerahkan uang sejumlah Rp3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) kepada HENDRY SETIAWAN di Kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung. Atas penerimaan uang itu, selanjutnya HENDRY SETIAWAN melaporkan kepada SYAHRI MULYO terkait rencana pemberian uang kepada Terdakwa sejumlah Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Masih pada sekira tahun 2017, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa bersama-sama dengan anggota banggar lainnya juga menerima uang jatah banggar terkait pengesahan APBD TA 2018 dari SYAHRI MULYO melalui BUDI FATAHILLAH MANSYUR dengan perincian, untuk Terdakwa selaku Ketua Banggar sejumlah Rp25.000.000  (dua puluh lima juta rupiah), 3 orang wakil ketua banggar yakni IMAM KAMBALI. ADIB MAKARIM, dan AGUS BUDIARTO masing-masing sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), sedangkan untuk 21 orang anggota banggar masing-masing sejumlah Rp5.000.000  (lima juta rupiah).

Setelah ada kesepakatan pemberian uang ketok palu diatas, maka dilaksanakan rapat paripurna pada tanggal 29 November 2017, bertempat di Kantor DPRD Kabupaten Tulungagung dengan dihadiri oleh Terdakwa dan Anggota DPRD lainnya untuk mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 22 Tahun 2017 Tentang APBD TA 2018

Pada sekira bulan Juni 2018, HENDRY SETIAWAN memberikan uang sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa melalui BUDI FATAHILAH MANSYUR di kantor BPKAD Kabupaten Tulungagung yang selanjutnya atas perintah Terdakwa, uang tersebut diserahkan kepada ajudan Terdakwa. Sedangkan kekuranganya sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) belum sempat diberikan kepada Terdakwa karena SYAHRI MULYO tertangkap tangan oleh KPK.

Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang secara bertahap dari SYAHRI MULYO selaku Bupati Tulungagung melalui HENDRY SETIAWAN yang jumlah seluruhnya sebesar Rp3.600.000.000 (tiga miliar enam ratus juta rupiah) atau sekitar sejumtah tersebut.

Bahwa hal itu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Ketua DPRD sekaligus Ketua Banggar DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 400 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a (atau Pasal 11) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” ucap JPU KPK Mufti Nur Irawan
Kemudian JPU KPK Mufti Nur Irawan menguraikan perbuatan terdakwa terkait penerimaan uang selain uang ketok palu untuk pengesahan APBD Kabupaten Tulungaguung.

JPU KPK Mufti Nur Irawan mengatakan, bahwa terdakwa melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi berupa uang tunai yang totalnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, dengan perincian ;

“Menerima dari MAT YANI sejumlah Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah), dari SUTRISNO melalui SUKARJI sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah), dari SUHARNO sejumlah Rp100.000.000 (seratus ratusjuta rupiah)” ungkap JPU KPK ini

Penerimaan uang oleh terdakwa berhubungan dengan jabatannya selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Pada tahun 2013, Terdakwa dilantik sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 171 .407/1 02/011/2013 tanggal  28 Maret 2013 Tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Pengganti Antar Waktu Pimpinan DPRD Kabupaten Tulungagung.

Pada tahun 2014, Terdakwa dilantik kembali sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 171.407/721/011/2014 Tanggal 06 Oktober 2014 tentang Peresmian Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung Masa Jabatan 2014 - 2019

Pada tahun 2012, SYAHRI MULYO yang sedang mencalonkan diri menjadi Bupati Tulungagung membuat komitmen dengan Terdakwa, jika SYAHRl MULYO terpilih menjadi Bupati, maka Terdakwa akan dilibatkan dalam proses pelaksanaan anggaran, promosi dan mutasi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung.

Pada tahun 2013, setelah SYAHRI MULYO dilantik menjadi Bupati Tulungagung, Terdakwa meminta SYAHRI MULYO mengangkat SUHARNO yang merupakan orang kepercayaan Terdakwa untuk dilantik sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung. Setelah SUHARNO menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Terdakwa mengontrol kebijakan Kepala Dinas Pendidikan yang salah satunya adalah pengisian jabatan Kepala Sekolah.

Masih di tahun 2013, MATYANI selaku Guru SMP Bandung 3 Tulungagung yang juga orang kepercayaan Terdakwa, menghubungi orang-orang yang berminat untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah diantaranya SUPARLAN, KARDIYANTO. SRI WAHYUNI, EFENDI, SYAMSURI, NANANG SUGIARTO dan TARMUJI.

Selanjutnya terhadap calon kepala sekolah tersebut diminta memberikan uang dengan perincian sebagai berikut:
a. SUPARLAN sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
b. KARDIYANTO sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah).
c. SYAMSURI sejumlah Rp50.000.000 (lima puluhjuta rupiah).
d. SRI WAHYUNI sejumlah Rp100.000.000 (seratusjuta rupiah).
e. EFENDI SUMAlNl sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
f. NANANG SUPRIYANTO sejumlah Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah).
g. TARMUJI sejumlah Rp55.000.000 (lima puluh lima juta rupiah). Sehingga total uang yang terkumpul sejumlah Rp395.000.000 (tiga ratus sembilan puluh lima juta rupiah).

“Kemudian pada sekira tahun 2013, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, uang sebesar Rp250.000.000 sedangkan sisanya dibawa oleh MATYANI,” ungkap JPU KPK

Selanjutnya bertempat di Karaoke Dinasty Tulungagung, Terdakwa dua kali melakukan pertemuan dengan MATYANI, SUPARLAN, KARDIYANTO. HARYO DEWANTO. dan SYAMSURI. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa SUPRIYONO berkomitmen akan membantu seluruh Kepala Sekolah yang hadir.

Antara tahun 2014 – 2015, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung, Terdakwa juga menerima uang dari SUHARNO selaku Kepala Dinas Pendidikan sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) yang berasal dari fee proyek pada Dinas Pendidikan.

Pada sekira tahun 2014 - 2018 Terdakwa juga menerima uang di rumahnya dari SUTRISNO selaku Kepala Dinas PUPR melalui SUKARJI, Kabid Binamarga Dinas PUPR Kabupaten Tulung Agung secara bertahap yang seluruh sejumlah Rp700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) yang bersumber dari para penyedia barangaasa yang mengerjakan proyek di Dinas PUPR yaitu:

1. Pada sekira tahun 2014, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
2. Pada sekira tahun 2015, menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
3. Pada sekira tahun 2016 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
4. Pada sekira tahun 2017 menerima uang sejumlah Rp150.000.000 (seratus lima puluh lima juta rupiah).
5. Pada sekira tahun 2018. menerima uang sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

Bahwa sejak menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000,00 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah), terdakwa tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Padahal penerimaan itu tidak ada atas hak yang sah menurut hukum. Bahwa perbuatan Terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya sebesar Rp1.050.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah) atau sekitar sejumlah tersebut, haruslah dianggap sebagai suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas Terdakwa selaku pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yaitu sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tuiungagung sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam :

a. Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak meiakukan korupsi. kolusi dan nepotisme.

b. Pasal 5 angka 5 UHGIng-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara rang Bersih dan Bebas dari Korupsi. Kolusi dan Nepotisme yang menyatakan Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih untuk kepentingan pribadi. keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

“Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana,” ucap JPU KPK diakhir surat dakwaannya. (Jen)

Posting Komentar

  1. Yg kota Blitar korupsinya kok tidak berjamaah seperti Tulungagung ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. assalamualaikum wr, wb, saya IBU PUSPITA WATI saya Mengucapkan banyak2
      Terima kasih kepada: AKI SOLEH
      atas nomor togelnya yang kemarin AKI berikan "4D"
      alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI
      dan berkat bantuan AKI SOLEH saya bisa melunasi semua hutan2 saya yang ada di BANK BRI dan bukan hanya itu AKI alhamdulillah,
      sekarang saya sudah bisa bermodal sedikit untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya sehari2
      Itu semua berkat bantuan AKI SOLEH sekali lagi makasih banyak ya, AKI
      yang ingin merubah nasib
      seperti saya ! ! !

      SILAHKAN CHAT/TLPN DI WHATSAPP AKI: 082~313~336~747

      Sebelum Gabung Sama AKI Baca Duluh Kata2 Yang Dibawah Ini
      Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini.!!
      1: Di kejar2 tagihan hutang
      2: Selaluh kalah dalam bermain togel
      3: Barang berharga sudah
      terjual buat judi togel
      4: Sudah kemana2 tapi tidak
      menghasilkan, solusi yang tepat.!!
      5: Sudah banyak dukun ditempati minta angka ritual belum dapat juga,
      satu jalan menyelesaikan masalah anda.!!
      Dijamin anda akan berhasil
      silahkan buktikan sendiri

      Angka:Ritual Togel: Singapura

      Angka:Ritual Togel: Hongkong

      Angka:Ritual Togel: Toto Malaysia

      Angka:Ritual Togel: Laos

      Angka:Ritual Togel: Macau

      Angka:Ritual Togel: Sidney

      Angka:Ritual Togel: Brunei

      Angka:Ritual Togel: Thailand

      " ((((((((((( KLIK DISINI ))))))))))) "

      Hapus

Tulias alamat email :

 
Top