0
                                   Oleh : Dr. H. Eddy Suwito, SH., MH, Pengurus LPBH NU Jawa Timur

beritakorupsi.co - Seiring dengan berkembangnya media online, semakin membuat kecenderungan orang dalam mengkonsumsi berita dan informasi. Di satu sisi, media online dapat memberikan banyak keuntungan seperti aksesibilitas dari berita menjadi meningkat, berita juga semakin cepat untuk dapat diperoleh dan didistribusikan. Tetapi di sisi lain, juga mendorong adanya efek negatif, yang antara lain semakin banyaknya berita yang tidak benar atau yang kurang dapat dipertanggungjawabkan juga telah banyak beredar.

Contoh Berita Hoax Yang Terbesar diantaranya, Penganiayaan Ratna Sarumpaet, Gempa Susulan di Lombok Berkekuatan 7,5 Magnitudo, Informasi Soal Jutaan TKA di Morowali, 7 (tujuh) Kontainer Surat Suara Tercoblos, Jokowi Jual Pulau Bali Demi Bayar Hutang dan lain-lain.

1. MENGENALI BERITA HOAX
A. Pengertian berita Hoax.

Secara umum, berita hoaks dipahami sebagai berita yang salah atau tidak akurat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Menurut Silverman (2015) hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran. Menurut Werme (2016), mendefiniskan fake news/junk news/pseudo news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu. Hoaks bukan sekedar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta. Beberapa berita hoax disebabkan karena kesalahan pemberitaan, namun banyak juga informasi yang memang dimanipulasi dengan sengaja karena satu dan lain hal.

Saat ini, hoax adalah kabar palsu yang sering muncul di internet dan memiliki tujuan untuk menyebarkan kepanikan dan ketakutan massal yang dilakukan oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab.

Media penyebaran hoax internet pertama yang diketahui adalah via email, biasanya berisi peringatan akan hal sebuah klaim palsu. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, terutama pada smartphone dan media sosial, jenis hoax di internet semakin banyak dan berbahaya. Sehingga apabila tidak hati-hati, pengguna dunia maya atau netizen dapat dengan mudah termakan tipuan hoax tersebut. Bahkan malah bisa ikut menyebarkan hoax, yang tentunya akan sangat merugikan bagi pihak korban fitnah.

B. IDENTIFIKASI BERITA HOAX
Untuk dapat mengidentifikasi mengenai berita hoaks (hoax) dapat dilakukan langkah-langkah sederhana sebagai berikut:

1. Berhati-hati dengan judul berita yang provokatif
Kabar hoax sering menggunakan judul yang sensasional dan provokatif. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, yang diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki dari pembuat kabar hoax dan dianggap sebagai suatu kebenaran/fakta;

2. Mencermati dan memeriksa alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs yang dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya dapat dikatakan meragukan. Sedangkan menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita

3. Memeriksa fakta
Anda perlu memperhatikan dari mana kabar yang didapatkan, apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri. Sebaiknya Anda jangan mudah cepat percaya apabila informasi yang berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.

4. Memeriksa keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini  bukan hanya konten berupa teks yang dapat dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat kabar palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

5. Ikut serta dalam grup Diskusi Anti Hoax di sosial media
Bergabung di grup sosial media misalnya di sosial media Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

C. KLASIFIKASI BERITA HOAX
1 . Jenis Mis-Informasi dan Dis-Informasi  
          
Satire atau Parodi, Konten yang Menyesatkan. Konten Tiruan, Konten Palsu, Keterkaitan yang Salah,  
Konten yang Salah, Konten yang Dimanipulasi

Jenis Konten : Agama, Politik, Etnis, Kesehatan, Bisnis, Penipuan, Bencana Alam, Kriminalitas, Lalu Lintas, Peristiwa Ajaib dan Lain-lain

. Satire atau Parodi, dibuat dengan tidak berniat untuk merugikan, namun berpotensi untuk mengelabui.
. Konten yang Menyesatkan, di dalamnya biasanya ada penggunaan informasi yang sesat untuk   
membingkai sebuah isu atau individu.
. Konten Tiruan, Ini adalah ketika sebuah sumber asli ditiru / diubah untuk mengaburkan fakta sebenarnya.
. Konten Palsu, berupa konten baru yang 100% salah dan secara sengaja dibuat, didesain untuk menipu serta merugikan.
. Keterkaitan yang Salah, Ini adalah ketika judul, gambar, atau keterangan tidak mendukung konten atau tidak terakat antara satu dengan yang lainnya.
. Konten yang Salah, ketika konten yang asli dipadankan atau dikait-kaitkan dengan konteks informasi yang salah.
. Konten yang Dimanipulasi, ketika informasi atau gambar yang asli sengaja dimanipulasi untuk menipu.

2. Jenis Konten
. Agama, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
. Politik, konten yang memuat segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara, pembagian kekuasaan, berupa kebijakan atau cara-cara mempertahankan kekuasaan.
. Etnis, konten yang berkaitan dengan segala hal mengenai kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, suku, bahasa, budaya dan sebagainya.
. Kesehatan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan keadaan sehat jasmani maupun rohani.
. Bisnis, konten yang memuat tentang segala usaha komersial.
. Penipuan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan upaya mengecoh yang mengakibatkan kerugian di pihak yang dikecoh baik berupa uang atau data pribadi.
. Bencana Alam, konten yang memuat hal-hal yang terkiat kejadian alam yang memakan korban
. Kriminalitas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan
. Lalu Lintas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas, baik itu berupa kebijakan atau insiden.
. Peristiwa Ajaib, konten yang memuat kejadian yang tidak lazim dan mustahil.
. Lain-lain, konten lain yang tidak termasuk dalam kesepuluh kategori tersebut

Dalam hal pencegahan agar masyarakat terutama pengguna sosial media tidak membuat dan/atau menyebarkan berita hoaks, sebenarnya Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dimana dalam peraturan tersebut juga memuat mengenai sanksi pidana yang cukup berat terhadap penyalahgunaan media elektronik, namun faktanya sampai dengan saat ini pembuatan dan penyebaran berita hoaks masih saja gencar di sosial media.

Untuk itu, perlu kiranya peran dari masyarakat, pemerintah, penegak hukum maupun media (pers) untuk mensosialisasikan kembali mengenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta mempublikasikan perkara-perkara pidana sehubungan dengan Informasi dan Transaksi Elektronik sehingga efek jera yang ditimbulkan bukan hanya terhadap pelaku yang tidak akan mengulangi perbuatannya lagi tetapi juga bagi pihak yang belum pernah melakukan tidak akan berani untuk melakukannya. Di samping itu, perlu juga dilakukan kegiatan edukasi mengenai bahaya berita hoax baik di sekolah-sekolah, universitas maupun di lingkungan masyarakat umum, sehingga muncul kesadaran diri masing-masing individu akan resiko dan bahaya berita hoax.

D. MEMINIMALISIR PENYEBARAN BERITA HOAX                    
Tindakan pencegahan selanjutnya adalah meminimalisir penyebaran berita hoax. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Tidak ikut serta menyebarkan berita hoax
2. Melaporkan berita hoax kepada pihak sosial media yang digunakan (misal: Facebook)
3. Melaporkan berita hoax ke Kemkominfo agar segera diblokir
4. Melaporkan kepada pihak Kepolisian agar segera dilakukan tindakan represif

MENANGULANGI BERITA HOAX (UPAYA REPRESIF)
Upaya menanggulangi (represif) terhadap penyebaran berita hoax melalui media internet dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan melibatkan berbagai kalangan, meliputi:
1. Masyarakat
2. Pihak Kepolisian
3. Kementerian Kominfo
4. Penerapan peraturan Perundang-undangan terhadap berita hoax

1. Tindakan Masyarakat terhadap Berita Hoax
 Jika menemukan kabar hoax, untuk mencegah agar kabar tersebut tidak tersebar bisa melaporkan kabar 
     hoax tersebut melalui sarana yang tersedia pada masing-masing media, contohnya:
 Media sosial Facebook, dapat menggunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai 
     hatespeech/harrasment/rude/threatening atau kategori lain yang sesuai. Jika banyak aduan dari 
     pengguna, Facebook akan menghapus status tersebut.
 Untuk Google, Anda bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian 
     apabila  mengandung kabar palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang 
     negatif,  demikian juga dengan Instagram.
 Kemudian, bagi pengguna internet Anda dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id.

2. Tindakan Kepolisian terhadap Berita Hoax
Setelah mendapatkan informasi adanya berita hoax, pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan dan selanjutnya melakukan segala tindakan represif sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

3. Tindakan Kemkominfo terhadap Berita Hoax
 Tindakan preventif (pencegahan). Sosialisasi Literasi Cerdas Bermedia Sosial
 Tindakan represif
a. Kegiatan Deklarasi Turn Back Hoax
b. Bekerja sama dengan media sosial, seperti Whatsapp, Facebook dan Twitter
c. Bekerja sama dengan Dewan Pers dalam pemblokiran media online yang terindikasi melanggar UU Pers

4. Penerapan Peraturan Perundang-undangan terhadap Berita Hoax
Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kemudian dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam peraturan perundang-undangan tersebut telah diuraikan dengan jelas dan tegas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Informasi dan Transaksi Elektronik, namun untuk berita hoax dirumuskan dalam ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 45A Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Penerapan Peraturan Perundang-undangan terhadap Berita Hoax
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi:

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Penerapan Peraturan Perundang-undangan terhadap Berita Hoax
Pasal 45A Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi:

1. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top