0
Andhi Hendro Wijaya mantan Kepala BPPKAD yang saat ini Sekda Gresik
Kasi Pidsus Kejari Gresik Andrie Dwi Subianto : Andhi Hendro Wijaya (mantan Kepala BPPKAD yang saat ini sebagai Sekda Kab. Gresik) turut bertanggung jawab  


beritakorupsi.co - Kepercayaan masyarakat kepada Aparat Penegak Hukum (APH) Kejaksaan dan Kepolisian dalam penanganan proses hukum kasus Tindak Pidana Korupsi masih kurang, jauh lebih memepercayakan kepada KPK (Komisi Pemberntasan Korupsi) walaupun agak terkesan lambat.
 

Sebab, tak sedikit pejabat-pejabat yang terlibat dalam kasus Tindak Pidana Korupsi “lebih kuat” dari hukum, sehingga Kepolisian dan Kejaksaan “tak berani” menyeretnya ke Pengadilan Tipikor untuk diadili sebagai orang yang turut bertanggung jawab.

Pada hal negara mengatakan, bahwa salah satu tindak pidana kejahatan yang luar biasa adalah kasus Korupsi. Karena dapat merusak pembangunan, perekonomian negara serta dapat menyengsarakan rakyat.

Anehnya, justru PKL (Pedagang Kaki Lima) atau masyarakat pengendara R2 (sepeda motor) yang sedang melintas di jalan raya, sepertinya “lebih berbahaya” dari pada orang-orang yang terlibat dalam kasus Korupsi, karena sepeda motor yang dikendarainya tidak memiliki kaca spion lengkap, atau tidak menyalakan lampu utama di siang hari, atau tidak membayar pajak tahunan yang di datur dalam Perda (Peraturan Daerah). Akibatnya, si pengendara itupun ditilang karena dianggap melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009. 


Yang anehnya lagi, pejabat-pejabat atau orang-orang yang terlibat dalam kasus Tindak Pidana Korupsi itu disebutkan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di mana surat dakwaan itu lahir dari BAP (Berita Acara Pemeriksaan), dan BAP itu lahir dari keterangan-keterangan langsung  orang-orang yang diperiksa oleh penyidik Kepolisian maupun Kejaksaan.

Yang lebih anehnya lagi, sekalipun dalam surat putusan Majelis Hakim menyebutkan tentang keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus Tindak Pidana Korupsi itu, tak mampu juga untuk menyeret sipelaku diantaranya kasus pelepasan aset daerah Kabupaten Blitar tahun 2013, Kasus Korupsi Roud Show Kota Batu tahun 2015.

Belum lagi kasus Korupsi pembebasan tanah pembangunan Kampus UIN Malang. Di mana mantan Rekornya sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejari Malang pada tahun 2014, namun informasinya sudah di SP3 kan alias dihentikan dan Kasus Korupsi P2SEM Jawa Timur tahun 2008 sebesar Rp277,6 Miliyar hingga saat ini tak ada kejelasannya.

Tak kalah menghebohkannya lagi adalah “SPDP Nomor: B/ 415/ V/2015/Ditreskrimum Polda Jatim 28 Mei 2015 atas laporan Polisi Nomor : LP/852/V/2015/UM/SPKT tanggal 21 Mei 2015 ” yang sempat menggemparkan Jagad Nusantara di saat menjelang Pilwali (Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota) Surabaya tahun 2015 lalu. Karena berita terkait “SPDP” itu sempat mencuat di beberapa media di Jawa Timur, namun akhirnya Kepolisian mengeluarkan SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SPPP/515.A/X.2015/Ditreskrimum yang dibuat pada 26 Oktober 2015. (sumber Tempo.co, Senin, 26 Oktober 2015 18:21 WIB).
Kasi Pidsus Kejari Gresik Andrie Dwi Subianto


Begitu juga kasus perkara Korupsi yang saat ini ditangani oleh Kejari Gresik, terkait pemotongan dana insetif pemungutan pajak Daerah di BPPKAD (Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Gresi tahun 2018 - 2019 yang menyeret M. Mukhtar selaku Plt. Sekretaris BPPKAD (Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Gresik sebagai terdakwa setelah tertangkap tangan terlebih dahulu oleh penyidik Kejari Gresik pada tanggal 14 Jauari 2019 dengan barang buki berupa uang sebanyak Rp531.623.000 yang disita dari tangan terdakwa sebanyak RpRp374.186.000 dan dari brankas Bendahara BPPKAD sejumlah Rp157.437.000

Pertanyaannya adalah, beranikah kejari Gresik menyeret mantan Kepala BPPKAD yang saat ini menjabat sbegai Sekda Kabupaten Gresik Andhi Hendro Wijaya sebagai tersangka dalam kasus ini ?.

Sebab Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Gresik Andrie Dwi Subianto mengatakan, bahwa Andhi Hendro Wijaya turut bertanggung jawab. Namun kata turut bertanggung jawab juga menjadi pertanyaan. Apakah turut bertanggung jawab hanya dalam ucapan atau atau turut bertanggung jawab dalam proses persidangan berikutnya ?

Sebab kasus yang hampir sama, yaitu kasus Korupsi pemotongan Jaspel (Jasa Pelayanan) dana Kapitasi Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, Kejari Gresik juga tak menyeret mantan Kepala Dinas Kesehatan sebelumnya yang juga melakukan pemotongan Jaspel dana Kapitasi, di mana uang sebesar Rp451 juta dari sisa pemotongan dana Kaspitasu itu diserahkam ke Pejabat yang menggantikannya dan melakukan pemotongan yang sama mengikuti apa yang dilakukan pendahulunya. Uang hasil pemotongan dana Kapitasi itu, juga mengalir ke pejabat-pejabat dan LSM di Kabupaten Gresik. 


Inilah wawancara singkat berikorupsi.co dengan Kasi Pidsus Kejari Gresik Andrie Dwi Subianto seusai persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Kamis, 13 Juni 2019 dengan agenda mendengarkan 4 orang saksi diantaranya Yetty Sri Suparyatidra mantan Kepala BPPKAD, Andhi Hendro Wijaya mantan Kepala BPPKAD menggantikan Yetty Sri Suparyatidra. Kemudian Agus Pramono  mantan sekretaris BPPKAD dijamannya Yetty Sri Suparyatidra dan Lilis Sutiyowati serta Nurika selaku Staf sekretaris BPPKAD.

beritakorupsi.co : Dalam kasus ini, di mana dalam dakwaan Jaksa mengatakan bahwa pemotongan pemotongan dana insetif pemungutan pajak Daerah atas sepepengatahuna dan persetujuan Kepala BPPAD Andhi Hendro Wijaya yang saat ini sebagai Sekda. Bahkan Andhi Hendro Wijaya ikut mendistribusikan atau membagikan ke ke Bupati, Wakil Bupati, Sekda sebelumnya. Apakah yang dilakukan Andhi Hendro Wijaya ini benar ?

Andrie Dwi Subianto : Hasil eksposnya nantilah ya

beritakorupsi.co : Di mana uang itu oleh terdakwa, dibagi-bagikan ke pejabat-pejabat Kabupaten Gresik. Sementara dalam dakwaan Jaksa disebutkan, bahwa Andhi Hendro Wijaya yang sekarang jadi Sekda juga turut membagikan uang itu (menyetujui….kata Andrie Dwi Subianto)…dalam dakwaan tidak hanya menyetujui tapi ikut mendistribusikan (…itu fakta persidangan ikut mendistribusikan…kata ndrie Dwi Subianto) tapi dalam dakwaan juga ada. Pertanyaannya, apakah yang dilakukan oleh mantan Kepala BPPKAD yang sekarang jadi Sekda benar, tap yang dilakukan oleh M. Mukhtar (terdakwa) salah ?

Andrie Dwi Subianto : Apa iya….salahlah.

beritakorupsi.co : Ok. Ketika dianggap salah, apakah proses hukum akan berjalan terhadap orang-orang termasuk ke mantan Kepala BPPKAD yang sekarang menjadi Sekda ini ?

Andrie Dwi Subianto : Kita lihat aja nanti hasil eksposnya. Kita ekspos dulu.

beritakorupsi.co : Artinya bengini. Ketika yang dilakukan terdakwa ini dianggap salah, tedakwapun harus mempertanggungjawabkan secara hukum. Sementara mantan Kepala BPPKAD yang sekarang menjadi Sekda melakukan hal yang sama.

Andrie Dwi Subianto : ikut bertanggung jawab.

beritakorupsi.co : Ok, makasih bang.


Saksi dari kanan, Andhi Hendro Wijaya mantan Kepala BPPKAD yang saat ini menjabat sebagai Sekda Kabupaten Gresik,; Yetty Sri Suparyatidra mantan Kepala BPPKAD sebelum Andhi Hendro Wijaya,; Agus Pramono  mantan sekretaris BPPKAD dijamannya Yetty Sri Suparyatidra,; Lilis Sutiyowati serta Nurika selaku Staf sekretaris BPPKAD.

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Dalam dakwaan JPU menjelaskan, pada masa peralihan kepemimpinan dari Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik Yetty Sri Suparyatidra kepada Andhi Hendro Wijaya pada awal bulan Pebruari 2018, diadakan rapat untuk membahas perihal pemotongan dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik yang dihadiri oleh Andhi Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD, Agus Pramono selaku Skretaris BPPKAD dan para kapala bidang antara lain Anis Nurul Aisni, Herawan Eka Kusuma, Ahmad Haris Fahman, Adriana Tecunan, Bambang Sayogyo dan terdakwa sendiri.

Dalam rapat tersebut diputuskan untuk melanjutkan kebijakan pemotongan dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik yang sudah berlangsung sejak masa kepemimpinan Yetty Sri Suparyatidra, selanjutnya Agus Pramono selaku Sekretaris BPPKAD menyampaikan kepada Andhi Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik, bahwa terdapat sisa uang hasil pemotongan dana insentif pemungutan pajak daerah pada masa kepemampinan Yetty Sri Suparyatidra sebesar Rp106.749.221 yang kemudian atas perintah Agus Pramono, uang tersebut diserahkan oleh Nurikah Handayani kepada Lilis Sutiyowati untuk disimpan di brankas bendahara BPPKAD. Selanjutnya dana sisa tarsebut dipergunakan untuk kebutuhan di luar DIPA BPPKAD Kabupaten Gresik.

Untuk triwulan I tahun 2018, pemotongan dana Insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik, besarannya mengikuti persentase pemotongan pada masa kepemimpinan Yetty Sri Suparyatidra, dimana hal tesebut telah diketahui dan mendapatkan persetujuan oleh Andhy Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik.

Pada saat pencairan insentif pemungutan pajak daerah triwuan I yang cair di bulan April 2018, terdakwa saat itu ditunjuk sebagai Plt. Sekretaris BPPKAD menggatikan posisi Agus Pramono yang telah memasuki masa pensiun. Kemudian terdakwa menerima setoran dana pemotongan Insentif pemungutan pajak daerah dari para pegawai BPPKAD, akan tetapi terdakwa tidak menyerahkannya kepada Nurkiah Handayani sebagaimana biasanya di masa kepemimpinan Yetty Sri Suparyatidra, melainkan dikumpulkan oleh terdakwa sendiri untuk dikelola dan dan dicatatkan sebagai pemasukan dan pengeluaran.

Mekanisme pemotongan dana Insentif pemungutan pajak daerah pada masa kepemimpinan Andhy Hendro Wijaya, dilakukan secara nontunai, dimana dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik didistribusikan kepada masing-masing rekening penerima. Kemudian para penerima daperintahkan untuk menyetorkan kepada terdakwa melalui para Kepala Bidang Sulis Widriyati, Heni Puspitasari dengan besaran yang sebelumnya sudah diinformasikan kepada para kepala bidang melalui memo/catatan, untuk kemudian pengumpulan dana potongan tersebut dikoordinasikan oleh tiap-tiap Kepala Bidang, dan seteIah terkumpul diserahkan kepada terdakwa.

Total penerimaan potongan insentif pemungutan pajak daerah triwuan I tahun 2018 (cair pada bulan April 2018) yang masuk dan disetorkan kepada terdakwa sebesar Rp613.747.960. Dipergunakan untuk kebutuhan Intanal BPPKAD yang tidak terakomodir oleh APBD sebesar Rp108.500.000, untuk kebutuhan di luar BPPKAD baik yang rutin maupun insadentil sebesar Rp286.000.000, sehingga masih ada sisa sebesar Rp218.797.960.

Adapun pengeluaran untuk kebutuhan di luar BPPKAD, antara lain diserahkan sebagai hadiah kepada kepada Asisten I, II dan III Setda Kabupaten Gresik, Kepala BKD, Kabag Hukum, Kasubag Hukum, Ajudan dan Sekpri Bupati, Wakil Bupati, Sekda, LSM serta pihak-pihak lainnya.

Dimana untuk penyerahan/pendistribusian uang ke pihak lain di luar BPPKAD tersebut,  dilakukan oIeh terdakwa sendiri dan Andhy Hendro Wijaya berdasarkan catatan pemasukan-penegeluaran tersebut, terdakwa kemudian membuatkan laporan Taktis UP Triwulan I, lalu terdakwa menyerahkan kepada Andhy Hendro Wijaya untuk diparaf sebagai tanda mengetahui dan menyetujui, akan tetapi ada sisa sebesar Rp218.797.960, hingga saat ini kebaradaan dan penggunaan uang tersebut tidak bisa dipenanggungjawabkan.

Selanjutnya pada periode truwulan II 2018 sekitar bulan Mei 2018, terdakwa yang saat itu sudah menjabat sebagai pejabat defmitif Sekretaris BPPKAD Kabupaten Gresik menggantikan  Agus Pramono, menyampaikan kepada Andhy Hendro Wijaya, perihal pemotongan insetif  pemungutan pajak daerah untuk triwulan II (yang biasanya cair pada sekitar bulan Juli), terdakwa akan mengatur semuanya, serta disampaikan pula oleh terdakwa mengenai perubahan presentase pemotongan insentrf, dimana atas penyampaian dari terdakwa tersebut, Andhy Hendro Wijaya manpersilahkan dan ikut menyetujui.

Selanjutnya terdakwa mengumpulkan para Kepala Bidang di ruangan sekretaris BPPKAD.  Dalam kesempatan tersebut, terdakwa menyampaikan kenaikan besaran persentase potangan insentif menjadi sebesar 25% secara merata untuk seluruh pejabat struktural dan pegawai BPPKAD dengan dalih untuk azas keadilan dan proporsionalitas, hingga akhirnya menjadi keputusan rapat. 



 Atas seijin dan sepengetahuan Andhy Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD, terdakwa memegang kendali penuh pengelolaan dana potongan insentif pemungutan pajak daerah. sekaligus membuat catatan pemasukan dan pengeluaran. Terdakwa memerintahkan para Kepala Bidang agar mengkordinir penyetoran di masing-masing bidang, dan setelah terkumpul agar diserahkan kepada temakwa, sedangkan khusus untuk bagian kesekretariatan dan Kepala UPT, terdakwa memerintahkan Heni Puspitasari untuk mengkoordinir dan menyetorkannya kepada terdakwa.

Mekanisme pemotongannya, sejumlah uang insentif pemungutan pajak daerah tersebut, ditransfer kepada masing-masing pegawai BPPKAD Kab. Gresik, kemudian terdakwa memerintahkan para kepala bidang yaitu Anis Nurul Aini, Farida Hazanah Makruf, Herawan Eka Kusuma, Ahmad Haris Fahman, Mustofa, Mat Yazid dan Heny Puspitasari, dengan menunjukan memo yang berisi besaran potongan masing-masing jabatan/golongan untuk disampaikan kepada para kepala saksi dan staff pada masing-masing bidang.

Kemudian para kepala bidang menyampaikan besaran potongan yang harus dibayarkan tersebut kepada para kepala seksi dan staff untuk kemudian dikumpulkan kepada para kepala bidang masing-masing atau langsung menyerahkannya kepada terdakwa.

Total penerimaan potongan insentif pemungutan pajak daerah triwulan II tahun 2018 (cair pada bulan Juli 2018) yang masuk dan disetorkan kepada terdakwa sejumlah tertentu yang tidak dapat ditentukan secara pasti, yang mana seperti halnya triwulan I, peruntukannya antara lain dipergunakan untuk kebutuhan internal BPPKAD yang tidak terakomodir oleh APBD, dan untuk kebutuhan di luar BPPKAD baik yang rutin maupun insidentil.

Adapun pengeluaran untuk kebutuhan di luar BPPKAD antara lain diserahkan sebagai hadiah kepada pihak-pihak di luar BPPKAD Kabupaten Gresk antara lain ; Asisten I, II dan III Setda Kabupaten Gresik, Kepala BKD, Kabag Hukum, Kasubag Hukum, Ajudan dan Sekpri Bupati, Wakil Bupati, Sekda, LSM serta pihak-pihak lainnya.

Dimana untuk penyerahan/pendistribusian uang ke pihak lain di luar BPPKAD tersebut  dilakukan oleh terdakwa sendiri, Andhy Hendro Wijaya dan Heni Puspitasri.

Bahwa pada bulan Agustus 2018, terdakwa melaksanakan lbadah Haji, namun sebelum berangkat menuju Tanah Suci, terdakwa menitipkan kepada Lilis Sutiyowati sajumlah uang yang merupakan sisa potongan insentif pajak daerah triwuian II, kemudian Lilis Sutiyowati menyerahkan kepada Andhy Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD.

Akan tetapi penggunaan sisa uang tersebut hingga saat ini, tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Untuk periode triwulan III tahun 2018 pada sekitar bulan Oktober 2018, dilakukan penyesuaian persentase pemotongan insentif pemungutan pajak daerah atas perintah Andhy Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD, karena dianggap terlalu besar dan memberatkan.  Sehingga atas hal tersebut, terdakwa kembali membuat kalkulasi dan diperoleh besaran 10% untuk Staf, 21% untuk para Kasi, 31% untuk kepala bidang dan 31% untuk Kepala Badan, dimana kemudian hasi kaikulasi tersebut, terdakwa sampaikan kepada para Kepala Bidang serta memerintahkan agar insentif para pegawai dipotong sesuai nilai persentase yang baru tersebut.

Kemudian para kepala bidang menyampaikan besaran potongan yang harus dibayarkan tersebut kepada para kepala saksi dan staff untuk kemudian dikumpulkan kepada para kepala bidang masing-masing atau langsung menyetorkannya kepada terdakwa.

Total penerimaan potongan insentif pemungutan pajak daerah triwuian III tahun 2018 (yang cair pada buian Oktober 2018) yang masuk dan disetorkan kepada terdakwa sebesar Rp850.000.000 dipergunakan untuk kebutuhan intenal BPPKAD yang tidak terakomodir oleh APBD sebesar Rp93.000.000, untuk kebutuhan di luar BPPKAD baik yang rutin maupun insidentil sebesar Rp677.401.000. Sehingga masih terdapat sisa sebesar Rp79.599.000.

Adapun pengeluaran untuk kebutuhan di luar BPPKAD antara lain diserahkan sebagai hadiah kepada Asisten I,II dan III Setda Kabupaten Gresik, Kepala BKD Kabupaten Gresik, Kabag Hukum dan Kasubag Hukum Kabupaten Gresik,Ajudan Bupati, Wakil Bupati, Sekda, LSM serta  pihak-pihak lainnya, dimana untuk penyerahan/pendistribusian uang tersebut, dilakukan oleh terdakwa sendiri, Andhy Hendro Wijaya dan Heni Puspitasari.

Adapun sisa sebesar Rp79.599.000 di triwulan III, hingga saat ini tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Bahwa pada periode triwulan IV tahun 2018, insentif pemungutan pajak dicairkan untuk insentif pemungutan Pajak Bumi den Bangunan Pedesaan dan Perkotaan sebesar Rp1.590.000.000 (satu miliyar lima ratus sembilan puluh juta rupiah), dan insentif pemungutan daerah sebesar Rp6.341.364.170 (enam miliyar sembilan ratus empat puluh satu juta tiga ratus enam puluh empat ribu seratus tujuh puluh rupiah).

Sehingga total pencairan insentif pemungutan pajak daerah dan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan kota triwulan IV tahun 2018 sebesar Rp8.531.364.170 (delapan miliyar lima ratus tiga puluh satu juta tiga ratus enam puluh empat ribu seratus tujuh puluh rupiah).

JPU menjelaskan, untuk para pegawai BPPKAD Kab. Gresik mendapatkan insentif pemungutan pajak daerah sebesar 79 % (tujuh puluh sembilan persen) dari pencairan insentif pemungutan pajak yang dilaksanakan sebesar Rp6.739.777.694 (enam miliyar tujuh ratus tiga puluh sembilan juta  tujuh ratus tujuh puluh tujuh ribu enam ratus sembilan puluh empat rupiah).


Bahwa pada sekitar bulan Desember 2018, kembali dilakukan penyesuaian persentase pemotongan insentif pemungutan pajak daerah atas perintah Andhy Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD  untuk mengurangi disparitas antara atasan dan bawahan, sehingga atas hal tersebut terdakwa kembali membuat kalkulasi dan diperoleh besaran 10% untuk staf, 30% untuk para kasi, 20% untuk kepala bidang dan 20% untuk Kepala Badan.

Dimana kemudian hasil kalkulasi tersebut, terdakwa sampaikan kepada para Kepala Bidang serta memerintahkan agar insentif para pegawai dipotong sesuai nilai persentase yang baru tersebut. Selanjutnya atas seijin dan sepengetahuan Andhy Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD, terdakwa memegang kendali penuh untuk rnemerintahkan para Kepala Bidang, agar mengkoordinir penyetoran di masing-masing bidang, dan setelah terkumpul agar diserahkan kepada terdakwa. Sedangkan khusus untuk bagian kesekretariatan dan Kepala UPT, terdakwa memerintahkan Heni Puspitasri untuk mengkoordinir dan menyetorkannya kepada terdakwa.

Menurut JPU, total penerimaan potongan insentif pemungutan pajak daerah triwulan IV tahun 2018 (cair pada bulan Januari 2019) yang masuk dan disetorkan kepada terdakwa, baru terkumpul sebesar Rp428.350.339 (empat ratus dua puluh delapan juta tiga ratus lima puluh ribu tiga ratus tiga puluh Ssembilan rupiah) dari perencanaan yang akan terkumpul sebesar Rp1.158.567.190, dan rencananya akan dupergunakan untuk kebutuhan internal dan eksternal BPPKAD Kabupaten Gresik, akan tetapi belum sempat rencana tersebut telaksana, pihak Penyelidik Kejaksaan Negeri Gresik melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada terdakwa pada hari Senin tanggal 14 Januari 2019, bertempat di ruangan terdakwa di kantor BPPKAD Kabupaten Gresik, dimana pada saat dilakukannya Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut oleh petugas Kejaksaan Negeri Gresik, ditemukan uang sebesar Rp374.186.000 (tiga ratus tujuh puluh empat juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah) di ruang kerja terdakwa yang merupakan hasil penyetoran uang pemotongan insentif pemungutan pajak daerah, dan pada brankas bendahara BPPKAD Kab. Gresik ditemukan uang yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sebesar Rp157.437.000 (seratus lima puluh tujuh juta empat ratus tiga puluh tujuh ribu rupiah), selanjutnya terdakwa berikut barang bukti dibawa ke kantor Kejaksaan Negeri Gresik Seksi Tindak Pidana Khusus untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.

Bahwa secara keseluruhan penentuan besaran persentase pemotongan dana insentif pemungutan pajak daerah Kabupaten Gresik mulai dari triwulan I sampai dengan triwulan IV Tahun 2018, diketahui dan mendapatkan persetujuan dari saksi Andhy Hendro Wijaya selaku Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik.

Bahwa para pegawai BPPKAD Kab. Gresik terpaksa melakukan pemotongan insentif pemungutan pajak daerah yang dimilikinya dikarenakan apabila tidak menyetorkan akan dimutasikan ke luar BPPKAD Kab. Gresik, hal ini dibuktikan dengan adanya istilah “Adol Krupuk” dikalangan para pegawai BPPKAD Kab. Gresik. agar turut pada perintah pimpinan di BPPKAD Kab. Gresik,” ujar JPU. 




JPU menjelaskan, bahwa perbuatan terdakwa memaksa para Pegawai Negeri atau Penyelenggara  Negara/ASN di lingkungan BPPKAD Kabupaten Gresik, memberikan sesuatu atau membayar sejumlah uang kepada terdakwa, telah mengabaikan tujuan penyaluran dana insenhf pemungutan pajak daerah sebagai reward atas tercapainya target penerimaan pajak daerah tahun berjalan menjadi tidak tercapai dengan apa yang diharapkan dan direncanakan sebegaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Jo. Peraturan Pemeritah Nomor 69 tahun 2010 tentang Tatacara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

JPU juga menyebutkan, perbuatan terdakwa tersebut telah bertentangan dengan kewenangannya sebagai Sekretaris BPPKAD yakni berdasarkan pasal 6 Peraturan Bupati Gresik Nomor 68 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Gresik, yaitu me;aksanakan pengelolaan Surat menyurat, kearsipan, administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga kantor serta pengkoordinasian penyusunan rencana program, evaluasi dan pelaporan.

JPU menjelaskan tentang fungsi Sekretaris BPPKAD Kab. Gresik (Pasal 7) yaitu ; a. Pengkoordinasian penyusunan rencana program dan kegiatan,; b. Pelayanan administasi umum,  ketatausahaan, kearsipan, dan dokumentasi dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas,; c. Pengelolaan administrasi keuangan dan urusan kepegawaian,; d. Pengelolaan urusan rumah tangga, perlengkapan dan inventaris kantor,; e. Pelayanan administrasi perjalanan dinas,; f. Pengkoordinasian bidang dilingkup BPPKAD,; g. Pengkoordinasian dan penyusunan laporan hasil pelaksanaan program dan kegiatan, dan h. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.

Atas perbuatannya, terdakwa terancam pidana penjara paling lama 20 tahun sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e (atau Pasal 12 huruf f) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jis pasal 64 ayat (1) ke- 1 KUHPidana. (Rd1/*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top