0
Wakil Wali Kota Pasurusan Raharto Teno Prasetyo
#Terdakwa Wahyu Tri Herdianto mendesak KPK untuk bertindak Tegas dalam menangani Kasus Korupsi Suap Wali Kota Pasuruan Setiyono# 

beritakorupsi.co - Senin, 4 Maret 2019, Sidang perkara Korupsi Suap tangkap tangan KPK pada tanggal 3 Oktober 2018 terhadap 3 (tiga) terdakwa dalam dua perkara, yaitu Setiyono selaku Wali Kota Pasuruan (perkara tersendiri), dan terdakwa I Dwi Fitri Nurcahyo selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Pasuruan serta terdakwa II Wahyu Tri Hardianto (pegawai Honorer Kelurahan) kembali digelar diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan Ketua Majelis I Wayan Sosiawan dan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) Yakni Kusdarwanto dan Bagus Handoko serta  Panitra Pengganti Slamet Suripta, yang Tim Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (PU KPK RI) Kiki Ahmad Yani, Ferdian Adi Nugroho, Amir Nurdianto, I Wayan Riana, Taufiq Ibnugroho dan Bayu Satriyo juga Penasehat Hukum terdakwa.

Sidang kali ini adalah dengan agenda mendengarkan keterangan 7 (tujuh) orang saksi yang dihadirkan Tim PU KPK Kiki Ahmad Yani, Ferdian Adi Nugroho, Amir Nurdianto, I Wayan Riana, Taufiq Ibnugroho dan Bayu Satriyo ke muka persidangan dihadapan Majelis Hakim, untuk 3 (tiga) terdakwa yang ditangkap KPK pada tanggal 3 Oktober 2018, terdakwa Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Tri Hardianto.

Saksi yang dimaksud adalah 1. Wakil Wali Kota Pasurusan Raharto Teno Prasetyo,; 2. Mantan Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan Agus Fadjar,; 3. Direktur CV. Sinar Perdana yang juga Ketua Gapensi serta sebagai tim sukses terdakwa Setiyono, yakni M. Wongso Kusumo,; 4. adik kandung terdakwa Setiyono, Edy Trisulo Yudo, dan 3 (tiga) tim sukses terdakwa Setiyono yang disebut “Trio Kwek-Kwek” yakni 1. Achmad Fadoli,; 2. Andi Wiyono serta ke 3. Prawito
Saksi dari depan kanan, 1. Wakil Wali Kota Pasurusan Raharto Teno Prasetyo,; 2. Mantan Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan Agus Fadjar,; 3. Direktur CV. Sinar Perdana yang juga Ketua Gapensi M. Wongso Kusumo,; 4. adik kandung terdakwa Setiyono, Edy Trisulo Yudo, 5. Achmad Fadoli,; 6. Andi Wiyono, 7. Prawito
Pada tanggal 3 Oktober 2018, KPK mengamankan 4 (emapt) tersangka/terdakwa, yaitu pengusaha kontraktor (Direktur CV Mahadhir) Muhammad Baqir selaku penyuap,; Setiyono selaku Wali Kota Pasuruan periode 2016 - 2021, Dwi Fitri Nurcahyo selaku Kepala Dinas  Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kadis PUPR) Kota Pasuruan dan Wahyu Tri Hardianto, orang kepercayaan Kadis PUPPR (pegawai Honorer Kelurahan) ketiganya selaku penerima suap

Namun, Muhammad Baqir sudah terlebih dahulu diadili dan dinyatakan terbukti bersalah menurut hukum melakukan Tindak Pidana Korupsi memberikan uang suap sebesar Rp115 juta kepada Wali Kota Setyono melalui Dwi Fitri Nurcahyo sebagai fee 7.5% dari proyek PLUT-KUMKM (Pusat Layanan Usaha Terpadu - Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)  Tahun Anggaran 2018 dengan anggaran dari APBD Kota Pasuruan sebesar Rp2.213.496.000.00 (dua milyar dua ratus tiga belas juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah.

Sebagai “hadiah” atas perbuatan Muhammad Baqir, Majelis Hakim pun menghukumnya dengan (Muhammad Baqir) dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Dan saat ini yang diadili adalah ketiga terdakwa (Setiyono, Dwi Fitri Nurvahyo dan Wahyu Tri Hardianto) sebagai penerima suap dari Muhammad Baqir.

Namun ternyata, uang suap yang diterima terdakwa Setiyono dan Dwi Fitri Nurvahyo serta Wahyu Tri Hardianto dari Muhammad Baqir hanyalah “pintu masuk” untuk “membuka” uang suap dari pihak-pihak lain, yaitu rekanan atau kontraktor sekaligus sebagai tim sukses Setiyono pada saat pencalonan sebagai Wali Kota, yaitu M. Wongso Kusumo selaku Direktur CV. Sinar Perdana yang juga Ketua Gapensi, Achmad Fadoli, Andi Wiyono dan Prawito atau dikenal dengan istilah “Trio Kuwek-Kuwek”

Menurut Penuntut Umum KPK dalam surat dakwaannya, bahwa total uang suap sebagai fee Proyek yang diterim terdakwa Setiyono sajak 2016, 2017 dan 2018 adalah sejumlah Rp2.967.243.360 (dua milyar sembilan ratus enam puluh tujuh juta dua ratus empat puluh tiga ribu tiga ratus enam puluh rupiah), sedangkan yang diterima terdakwa Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Tri Hardianto sejumlah Rp1.528.000.000 (satu milyar lima ratus dua puluh delapan juta rupiah), di mana duit itu kemudian diserahkan ke terdakwa Setiyono.
 
Sukses tidaknya seorang calon Kepala Daerah, memang tidak terlepas dari peran para tim suksesnya yang memiliki massa yang banyak dan “pintar mengarahkan” untuk memilih sang jagoannya. Dan para tim sukses itu akan lebih sukses lagi bila sang kandidatnya terpilih dan dilantik menjadi Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota), karena pekerjaan-pekerjaan (proyek) sudah menunggunya sebagai imbalan yang diberikannya.

Namun yang memalukan dalam kasus ini adalah keterlibatan Wartawan, bukan mendapat berita sesuai dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalis, melainkan memperoleh proyek APBD dari terdakwa begitu juga dengan LSM.

Itulah yang terjadi dalam kasus Korupsi Suap tangkap tangan KPK terhadap beberapa Kepala Daerah Khussunya di Jawa Timur, termasuk di Kota Pasuruan yang menyeret sang Wali Kota Setiyono. Hal itu terungkap dari surat dakwaan serta pengakuan dari saksi yang dihadirkan PU KPK pada sidang kali ini (Senin, 4 Maret 2019).
Wakil Wali Kota Pasurusan Raharto Teno Prasetyo
Dan kehadiran Wakil Wali Kota Pasurusan Raharto Teno Prasetyo sebagai saksi untuk pasangannya yang terjerat Korupsi adalah, karena dalam surat dakwaan PU KPK dikatakan, bahwa Raharto Teno Prasetyo kebagian proyek langsung dari terdakwa Setiyono. Namun sang Polyikus yang menjababat sebagai Wakil Wali Kota yang sekaligus sebagai Plt ini tak mengakuinya.

Raharto Teno Prasetyo mengatakan kepada Majelis Hakim, tidak menerima.

“Saya tidak pernah terima,” kata Wawali ini. Namun terdakwa Setiyono dengan tegas mengatakan bahwa Raharto Teno Prasetyo menerima proyek sebesar Rp10 miliyar setiap tahunnya.

Begitu juga adik kandung terdakwa Setiyono, Edy Trisulo Yudo yang menduduki jabatan sebagai Kepala Bidang (Kabid) di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Pasuruan juga tidak mengakui atas keterlibatan dirinya dalam mengatur dan kebagian proyek. Kehadiran Edy Trisulo Yudo sebagai saksi bukan untuk sang Mas (kakak)-nya terdakwa Setiyono, melainkan sebagai saksi untuk terdakwa Dwi Fitri Nurcahyo.

Sedangkan keterangan Agus Fajar yang mantan Kadis PUPPR ini justru tidak mengetahui adanya plotingan dan fee proyek. Dan bisa jadi itu sebabnya, Agus Fajar digantikan Dwi Fitri Nurcahyo, yang sebelumnya Agus Fajar menggantikan Dwi Fitri Nurcahyo.

Sementara saksi “Trio Kuwek-kuwek” yaitu Achmad Fadoli, Andi Wiyono, Prawito dan Wongso Kusumo mengakui, bahwa ada pemberian fee dari setiap proyek yang dikerjakannya. Namun bukan tim sukses namanya kalau tidak “pintar berbicara untuk membela sang jagoannya”.

Sebab, keterangan Achmad Fadoli, Andi Wiyono, Prawito dan Wongso Kusumo yang mengatakan ada fee, namun yang menentukan besarnya fee 7.5% bukan terdakwa Setiyono melainkan saksi dan beberapa rekanan yang tergabung dalam beberapa Asosasi Kontruski di Kota Pasuruan.

“Bukan kami yang menentukannya, spontan aja dari teman-teman yang menentukan,” kata saksi
“Kasihan aja, karena baru sebagai Wali Kota,” tambah Fadoli

Hebatnya lag tim suksesnya Setiyono ini adalah, membuat plotingan paket pekerjaan dan menentukan pemenang tetang paket pekerjaan dilingkungan Kota Pasuruan pada TA 2016 dengan mengakomodir Tim Sukses Terdakwa, Asosiasi Jasa Konstruksi, LSM, Wartawan dan pihak-pihak lainnya atas perintah terdakwa.

Menjawab pertanyaan tim PU KPK Kiki Ahmad Yani terkait ploting proyek untuk saksi, Wartawan dan LSM, saksi mengatakan supaya terdapat pemerataan sesama rekanan/kontraktor di Pasuruan. Dan dengan “kepiawaian” saksi menjelaskan, sekalipun ada pembagian paket pekerjaan tidak jaminan menjadi pememang.

“Supaya ada pemerataan, yang selama ini nggak ada. Ia normatif aja sesuai prosedur lelang,” jawab para saksi yang sukses mengantarkan Setiyono duduk di kursi Wali Kota Pasuruan pada  Tahun 2016 dan sukses pula meraup keuntungan dari beberapa proyek.

Yang menarik adalah keterangan Wongso Kusumo terkait duit sebesar Rp50 juta yang ditransfer terdakwa Wahyu Tri Hardianto terkait pembangunan gedung PDAM Kota Pasuruan. Wongso berkali-kali tidak mengakui hingga Penasehat Hukum terdakwa membantu Wongso Kusumo untuk membantu mengingat kembali, dan akhirnya Wongso Kusumo mengatakan bahwa duit itu adalah pinjaman.
“O itu, saya pinjam dari Wahyu,” kata Wongso dengan diiringi teriakan puluhan pengunjung sidang.

Keterangan saksi Wongso ini sepertinya tidak masuk akal, seorang pengusaha yang juga Ketua Asosasi Gapensi sekaligus tim sukses terdakwa Setiyono meminjam duit sebesar Rp50 juta kepada pegawai honorer Kelurahan.

Atas keterangan Wongso Kusumo, terdakwa Wahyu Tri Hardianto dengan tegas meminta KPK untuk menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini.

"Siapa Aksa itu, Pak dan kerja dimana, tolong Bapak jujur. Aksa itu siapa Pak, Dia sering mengancam saya," tanya terdakwa Wahyu, namun Wongso tak dapat menjawab. Apakah karena faktu "U" alias usia atau memang sengaja pura-pura lupa ?



“Saya minta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk bertindak tegas dalam menangani kasus ini,” kata terdakwa Wahyu dengan tegas.

"Ikuti aja terus persidangannya , bang. Dia kan nggak mau jawab siapa itu Aksa," kata terdakwa Wahyu dan Dwi kepada media ini seusai persidangan.

Terpisah. Kepada wartawan media ini, Edy Trisulo Yudo mengatakan bahwa dirinya tidak tahu tentang plotingan proyek, apalagi menerima. Menurut adik kandung terdakwa ini, bahwa dirinya hanya diajaka untuk bertemu.

Pada hal dalam surat dakwaan PU KPK dikatakan, bahwa pertemuan antara terdakwa Dwi Fitri Nurcahyo dengan tim sukses terdakwa Setiyono diadakan di rumah Edy Trisulo Yudo untuk menyusun draf paket pekerjaan.

Namun tak heran, bahwa keterangan saksi-saksi bahkwan terdakwa sendiri yang terlibat dalam kasus Korupsi yang terkesan tidak jujur, bukan hal yang langka, melainkan sudah hal biasa. Namun begitu saksi dijadikan sebagai tersangka seperti seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 dijadikan sebagai tersangka, barulah mengakui dan mengembalikan uang suap yang diterimanya.

Sementara PU KPK Kiki Ahmad Yani saat diminta tanggapannya oleh wartawan media ini terkait keterlibatan Direktur CV. Sinar Perdana yang juga Ketua Gapensi bersama Trio Kuwek-Kuwek” yakni 1. Achmad Fadoli,; 2. Andi Wiyono serta ke 3. Prawito yang sama-sama sebagai tim sukses terlibat memberikan sejumlah uang kepada terdakwa Setiyono.

Menamnggapi hal itu, PU KPK Kiki Ahmad Yani tak membantah keterlibatan saksi-saksi dalam pemberian uang kepada terdakwa. Namun PU KPK Kiki Ahmad Yani mengatakan, saat ini masih fokus untuk perkara terdakwa Setiyono, namun akan melaporkan semua fakta yang terungkap dalam persidangan.

“Ya memang seperti keterangan saksi tadi. Tapi saat ini kita masih fokus untuk perkara terdakwa Setiyono, dan kita akan melaporkan semua fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,” ujar PU KPK Kiki Ahmad Yani

Seperti yang diberitakan sebelumnya, terkait penerimaan uang fee proyek oleh terdakwa Setiyono dari para rekanan yang juga tim sukses terdakwa pada tahun 2016 sebesar Rp1.474.441.735

Berawal sekitar bulan Maret atau April 2016, setelah terdakwa Setiyono dilantik menjadi Walikota Pasuruan, terdakwa Setiyono memanggil Dwi Fitri Nurcahyo selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Pasuman serta Tim Sukses terdakwa saat mencalonkan diri sebagai Walikota Pasuruan yakni Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli ke Rumah Dinas Walikota. Pertemuan dilakukan dengan maksud Terdakwa meminta Dwi Fitri Nurcahyo, Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli untuk membuat plotingan paket pekerjaan dan menentukan pemenang tetang paket pekerjaan dilingkungan Kota Pasuruan pada TA 2016.
Edy Trisulo Yudo (Adik kandung terdakwa Setiyono)
Atas pemintaan terdakwa tersebut. selanjutnya Dwi Fitri Nurcahyo, Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli membuat plottingan paket pekerjaan TA 2016 dengan mengakomodir Tim Sukses Terdakwa, Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi, LSM, Wartawan dan pihak-pihak lainnya.

Setelah plottingan selesai dibuat, kemudian diserahkan kepada Terdakwa, dimana terdakwa kemudian memberi masukan beberapa nama rekanan yang dikenal terdakwa. Setelah final lalu Terdakwa meminta Dwi Fitri Nurcahyo agar menyerahkan plottingan itu ke seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD di Dinas Kota Pasuruan, dan ke Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi.

Pada kesempatan itu, terdakwa berkata kepada Dwi Fitri Nurcahyo bahwa “Wali Kota (terdakwa) banyak kebutuhan uang, dan meminta Dwi Fitri Nurcahyo dapat memahaminya". selanjutnya terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada Dwi Fitri Nurcahyo mengenai cara memenangkan perusahaan yang telah di plotting, kemudian terdakwa menyampaikan kepada Dwi Fitri Nurcahyo, Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli, bahwa terdakwa meminta commitment fee iumbalan sejumlah 5% (lima persen) untuk pekerjaan bangunan gedung/jalan diatas tanah, dan 7.5% (tujuh setengah persen) untuk pekerjaan plengsengan atau saluran air.

Sekitar bulan April 2016, lanjut PU KPK, terdakwa meminta Dwi Fitri Nurcahyo untuk mengumpulkan seluruh Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi yang ada di Kota Pasuruan guna melakukan pertemuan di Gedung Gradika Komplek Rumah Dinas Walikota Pasuruan. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa memberikan arahan terkait masalah pengadaan barang dan jasa yang akan dilaksanakan di Kota Pasuruan.

Selepas pertemuan tersebut, Dwi Fitri Nurcahyo, Tim Sukses Terdakwa, Ketua serta Sekretaris Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi melakukan pertemuan terbatas di rumah Dinas Walikota Pasuruan. Pada pertemuan tersebut, Dwi Fitri Nurcahyo membagikan daftar plottingan pekerjaan kepada para Ketua Asosiasi, dan menyampaikan bahwa setiap pemenang lelang harus memberikan commitment fee imbalan bagi terdakwa sejumlah 5% (lima persen) untuk pekerjaan bangunan gedung/jalan diatas tanah, dan 7,5% (tujuh setengah persen) untuk plengsengan atau saluran air.

Setelah Ketua dan Sekretaris Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi memperoleh daftar plottingan paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan TA 2016, selanjutnya paket pekerjaan itu dibagikan kepada anggota masing-masing asosiasi, dengan menyampaikan bahwa dari setiap paket pekerjaan terdapat commitment fee/imbalan yang harus diberikan pemenang lelang kepada terdakwa sebagaimana yang disampaikan Dwi Fitri Nurcahyo sebelumnya.

Bahwa terdakwa Setiyono secara langsung, ada juga memberikan paket pekerjaan tersendiri kepada Prawito, Andi Wiyono dan Achmad Fadoli selaku tim sukses terdakwa pada saat mencalonkan diri menjadi Walikota Pasuruan.

Sebelum lelang pekerjaan TA 2016 dilaksanakan, terdakwa memanggil Dwi Fitri Nurcahyo dan Agus Setiyono (Koordinator Konsultan Perencana dan Pengawasan Kota Pasuruan) ke rumah dinas Walikota Pasuruan. Saat bertemu, terdakwa meminta Agus Setiyono untuk membantu proses penyusunan perencanaan di Kota Pasuruan.
Selanjutnya Agus Setiyono dan Dwi Fitri Nurcahyo yang mengatur semua proses perencanaan proyek di Pemerintahan Kota Pasuruan, dan kepada siapa paket pekerjaan konsultan tersebut diberikan. Untuk paket pekerjaan konsultan, disepakati commitment fee/mbalan untuk terdakwa sejumlah 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak setelah dipotong pajak, kemudian terdakwa meminta Dwi Fitri Nurcahyo untuk menerima uang commitment fee yang dipungut dari pemenang paket pekerjaan konsultan, dan selanjutnya diberikan kepada terdakwa.

Bahwa terdakwa beberapa kali melakukan pertemuan dengan lintas Asosiasi Jasa Konstruksi di Rumah Dinas Walikota dalam rangka membahas upaya pengamanan lelang, agar nanti “manten" alias rekanan/perusahaan yang sudah di plott menjadi pemenang lelang tersebut, bisa memenangkan paket pekerjaan yang telah ditentukan terdakwa. Dalam beberapa pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan, bahwa Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Pasuruan bertugas membuka akses bagi “manten” untuk menyusun kelengkapan persyaratan administrasi. Selanjutnya Dwi Fitri Nurcahyo menemui kepala ULP yakni Dedik Usdikari dengan maksud meminta ULP untuk membantu para rekanan atau penyedia jasa yang telah ditunjuk oleh Terdakwa.

Sebelum dilaksanakan lelang/tender, ada beberapa rekanan yang datang secara langsung menemui Dedik Usdikari, dimana rekanan tersebut sudah menyebut nama paket pekerjaan yang menjadi miliknya atau akan dikerjakan olehnya sesuai plottingan dari terdakwa. Setelah itu, pada saat pembukaan lelang/tender, Dedik Usdikari menyampaikan kepada anggota Kelompok Kerja (Pokja) ULP Kota Pasuruan, bahwa ada rekanan penyedia jasa yang merupakan titipan, dan agar dibantu dalam proses pemenangan lelang. Bahkan Dwi Fitri Nurcahyo juga melakukan pengecekan secara langsung ke ruang kerja Pokja untuk melihat hasil evaluasi lelang atau tender paket kegiatan, jika ada rekanan yang sudah jadi “manten” tidak lulus, maka Dwi Fitri Nurcahyo meminta pokja memberikan toleransi.

Setelah para rekanan memenangkan paket pekerjaan, sebagian rekanan pemenang lelang TA 2016 memberikan commitment fee berupa uang secara langsung kepada terdakwa di rumah dinas Walikota, dan sebagian menyerahkannya melalui Dwi Fitri Nurcahyo. Adapun commitment fee yang diterima terdakwa adalah sebagai berikut :

a. Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) diterima Terdakwa melalui Dwi Fitri Nurcahyo dan Agus Setiyono untuk paket pekerjaan konsultan.

b. Rp434.000.000 (empat ratus tiga puluh empat juta rupiah) yang diterima terdakwa melalui Dwi Fitri Nurcahyo untuk 11 (sebelas) paket pekerjaan yang dikerjakan Andi Wiyono, Wongso Kusumo, Siti Chalimah, Bambang Parikesit, Murti Cahyani dan rakanan lainnya.

c. Rp267.441.735 (dua ratus enam puluh tujuh juta empat ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus tiga puluh lima rupiah) yang diterima terdakwa dari Andi Wiyono untuk 11 (sebelas) paket Pekerjaan yang dikerjakan Andi Wiyono, Sugeng Cahya Patria, Suko Setyo dan rekanan lainnya.

d. Rp229.000.000 (dua ratus dua puluh sembilan juta rupiah) yang diterima Terdakwa dari Achmad Fadoli untuk 9 (sembilan) paket pekerjaan yang dikerjakan Achmad Fadoli, Abd. Rasyid, Achmad Fauzi, Aunur Rofiq dan Sugiono Kartiadi Sudjoyo

e. Rp169.000.000,(seratus enam puluh sembilan juta rupiah) yang diterima terdakwa dari Prawito untuk 9 (sembilan) paket pekerjaan yang dikerjakan Prawito, Arif Rozak, Fenty Bangkit Ardyansyah, Sugeng Cahya Patria dan rekanan lainnya.

f. Rp125.000.000 (seratus dua puluh Iima juta rupiah) yang diterima Terdakwa dari Muhammad Yahya untuk 1 (satu) paket pekerjaan.
Bahwa uang yang diterima secara langsung oleh terdakwa maupun yang diterima melalui Dwi Fitri Nurcahyo dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan konsultan dan konstruksi di lingkungan Kota Pasuruan TA 2016 seluruhnya berjumlah Rp1.474.441.735 (satu milyar empat ratus tujuh puluh empat juta empat ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus tiga puluh lima rupiah)

II. Pada tahun 2017, duit duit commitmen fee/imbalan proyek yang diterima terdakwa dari para pemenang lelang paket pekerjaan TA 2017 sebesar Rp Rp878.801.625

Pada sekitar awal bulan Januari 2017, terdakwa memutuskan untuk mengganti Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan dari Dwi Fitri Nurcahyo kepada Muhammad Agus Fadjar. Setelah mengganti Kepala Dinas PUPR, terdakwa mendapat saran dari Achmad Fadoli, Prawito dan Andi Wiyono untuk pengadaan paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan TA 2017,  sebaiknya melibatkan seluruh Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi di Kota Pasuruan. Atas saran tersebut, terdakwa melakukan pertemuan dengan Achmad Fadoli, Prawito, Andi Wiyono dan Wongso Kusumo di Rumah Dinas Walikota Pasuruan, saat itu terdakwa meminta mereka berempat untuk membuat plottingan paket pekerjaan yang akan diadakan di tahun anggaran 2017, kemudian terdakwa menugaskan Wongso Kusumo untuk membagikan paket pekerjaan kepada seluruh Asosiasi dengan berkordinasi bersama Mohammad Agus Fadjar selaku Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan yang baru.

Pada sekitar bulan April 2017, terdakwa meminta Mohammad Agus Fadjar untuk menyerahkan rekapan paket pekerjaan kegiatan Kota Pasuman TA 2017, baik paket pekerjaan yang akan dilakukan Penunjukan Langsung (PL) maupun Lelang Umum (LU), terdakwa bermaksud untuk mem-plotting seluruh paket pekerjaan tersebut. Berdasarkan rekapan paket pekerjaan Kota Pasuruan TA 2017 tersebut, kemudian terdakwa kembali melakukan pertemuan di Rumah Dinas Walikota Pasuruan dengan Achmad Fadoli, Prawito, Andi Wiyono dan Wongso Kusumo untuk mendiskusikan plottingan paket pekerjaan Kota Pasuruan TA 2017 tersebut.

Sekitar Mei 2017, plotting-an paket peketjaan Kota Pasuruan TA 2017 yang sudah mencantumkan nama rekanan/penyedia jasa calon pemenang lelang (manten) diberikan terdakwa kepada Mohammad Agus Fadjar untuk dilaksanakan dengan berkoordinasi bersama Wongso Kusumo terkait pembagian ke semua Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi yang ada di Kota Pasuruan antara lain ;

1. Paket Pekerjaan jatah terdakwa yang akan dibagikan terdakwa kepada rekanan yang dikenalnya,; 2. Paket Pekerjaan jatah Wakil Walikota yang memilih sendiri calon pemenangnya,; 3. Paket Pekerjaan jatah Tim Sukses terdakwa seperti Achmad Fadoli, Prawito, Andi Wiyono,; 4. Paket Pekerjaan untuk jatah lain-lain adalah pembagian proyek untuk tokoh Partai Politik dan Rim sukses dari Partai Pengusung,; 5. Paket Pekerjaan jatah untuk anggota DPRD, dimana calon pemenangnya dipilih oleh anggota DPRD sendiri,; 6. Paket Pekerjaan jatah untuk 'LSM dan Wartawan, dimana LSM dan wartawan memilih sendiri calon pemenangnya,; 7. Paket Pekerjaan jatah untuk AKLI (Asosiasi Ketenaga Listrikan) memilih sendiri calon pemenangnya,; 8. Paket Pekerjaan jatah untuk Dinas, dimana pemenangnya dipilih sendiri oleh Dinas-dinas,; 9. Paket Pekedaan jatah untuk Partai Politik, dimana calon pemenangnya dipilih oleh partai politik koalisi sandiri, dan 10. Pebagian ke pihak-pihak lainnya.

Bahwa terdakwa meminta Mohammad Agus Fadjar untuk menyerahkan paket pekerjaan yang akan dilelang dengan metode Penunjukan Langsung (PL) kepada masing-masing Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di setiap SKPD/Dinas Kota Pasuruan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan perintah terdakwa, dan memerintahkan PPK untuk berhubungan langsung dengan rekanan/penyedia barang dan jasa yang sudah ditunjuk oleh terdakwa untuk melaksanakan paket kegiatan pengadaan langsung tersebut.

Kemudian terdakwa menyampaikan kepada Mohammad Agus Fadjar, bahwa untuk paket pekerjaan yang bukan penunjukan langsung untuk teknis pelaksanaannya diserahkan seluruhnya kepada Asosiasi.

Mengikuti arahan terdakwa, sebelum dilaksanakan lelang paket pekerjaan Kota Pasuman TA 2017, Wongso Kusumo bersama bersama dengan Sugeng Cahya Fitria dan Muhammad Yahya menemui Mohammad Agus Fadjar di kantor dinas PUPR Kota Pasuruan, dan menyampaikan bahwa Wongso Kusumo bersama rekan dari Asosiasi Pengusaha Jasa Konstruksi telah membentuk Lintas Asosiasi Kota Pasuruan (Gabungan beberapa asosiasi konstruksi Kota Pasuruan), dan Wongso Kusumo ditunjuk menjadi ketuanya.

Pembentukan lintas asosiasi ini bertujuan untuk mengakomodir seluruh anggota Asosiasi yang ada di kota Pasuruan agar mendapatkan pekerjaan, saat itu juga Wongso Kusumo menyampaikan bahwa paket pekerjaan yang nantinya akan diberikan kepada Asosiasi akan diatur secara merata ke seluruh anggota Lintas Asosiasi.

Setelah mendengar penjelasan Wongso Kusumo, kemudian Mohammad Agus Fadjar menyerahkan kurang lebih 3 (tiga) lembar kertas yang berisi print out kolom paket pekerjaan, di saat bersamaan Mohammad Agus Fadjar menjelaskan bahwa paket pekerjaan yang diserahkan itu untuk asosiasi dan mempersilahkan Wongso Kusumo untuk  mengaturnya.

Kemudian masih sekitar bulan Mei 2017, lanjut PU KPK, terdakwa mengadakan rapat dengan seluruh Kepala SKPD/Dinas di Kota Pasuruan yang bertempat di Ruang Untung Suropati Kantor Walikota Pasuruan. Pada kesempatan itu dibahas mengenai kegiatan paket pekerjaan pada TA 2017 yang akan dilaksanakan di lingkungan Kota Pasuruan, dan terdakwa meminta bila ada orang-orang yang mengaku rekanan dan Wali Kota, agar dikonfirmasikan tertebih dahulu kepada terdakwa.

Bahwa terdakwa mendapatkan laporan dari Mohammad Agus Fadjar dan Wongso Kusumo, bahwa paket pekerjaan yang sudah di plotting terdakwa sudah dibagikan kepada masing-masing asosiasi yang memenangkan lelang paket pekerjaan dilingkungan Kota Pasuruan TA 2017, selanjutnya memberikan commitment fee berupa uang kepada terdakwa baik secara langsung maupun yang dikumpulkan oleh Wongso Kusumo terlebih dahulu, lalu diberikan kepada Terdakwa. Setiap Wongso Kusumo memberikan commitment fee kepada terdakwa, selalu disampaikan oleh Wongso Kusumo, bahwa “ini titipan dari teman-teman asosiasi.
Bahwa commitment fee yang telah diterima secara langsung oleh terdakwa maupun yang dikumpulkan oleh Wongso Kusumo, lalu diberikan kepada terdakwa dari pemenang lelang pengadaan paket pekerjaan Kota Pasuruan TA 2017 adalah sebagai berikut ;

1. Rp511.000.000 (lima ratus sebelas juta rupiah) yang diterima beberapa kali oleh terdakwa dari Wongso Kusumo untuk 18 (delapan belas) paket pekerjaan yang dikerjakan oleh Wongso Kusumo, Hariadi Wicaksono, Nurcholis, Muslimin, Doddy Barnowo, Arif Rozak, Muhammat Kahar Muzakir, Muchammad Ali Rifki Amirudin, Hadi Santoso, Bambang Parkesit, Muhammad Arifianto, Suko Setyo Budi dan Ninil Kusumiyati dan rekanan lainnya.

2. Rp122.801.625 (seratus dua puluh dua juta delapan ratus satu ribu enam ratus dua puluh lima rupiah) yang diterima beberapa kali oleh terdakwa dan Andi Wiyono untuk 3 (tiga) paket pekerjaan,; 3. Rp85.000.000 (delapan puluh lima juta rupiah) yang diterima terdakwa dari Prawito untuk 3 (tiga) paket pekerjaan,; 4. Rp80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) yang diterima terdakwa dari Achmad Fadoli untuk 1 (satu) paket pekerjaan,; 5. Rp80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) yang diterima terdakwa dan  Agus Setiyono untuk 14 (empat belas) paket pekerjaan perencanaan dan pengawasan.

Bahwa total uang yang diterima terdakwa dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuman TA 2017 seluruhnya sejumlah Rp878.801.625 (delapan ratus tujuh puluh delapan juta delapan ratus satu ribu enam ratus dua puluh Iima rupiah).

III Kemudian, selain duit commitmen fee/imbalan proyek paket pekerjaan TA 2016 sebesar Rp1.474.441.735 dan TA 2017 sebesar Rp878.801.625, juga penerimaan duit commitmen fee/imbalan proyek oleh terdakwa dari para pemenang lelang paket pekerjaan TA 2018 sebesar Rp614.000.000

Pada awal tahun 2018 bertempat di rumah dinas Walikota, terdakwa kembali meminta Dwi Fitri Nurcahyo bersama Muhammad Agus Fadjar selaku Kadis PUPR Kota Pasuruan untuk mengatur dan menentukan pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan (plotting paket pekerjaan) TA 2018.

Menindaklanjuti permintaan terdakwa, sekitar bulan Maret 2018 bertempat di rumah Edy Trisulo Yudo yang merupakan adik kandung terdakwa dilakukan pertemuan oleh Muhammad Agus Fadjar, Dwi Fitri Nurcahyo bersama dengan Edy Trisulo Yudo untuk menyusun draft plotting paket pekerjaan dalam bentuk tabeI/kolom yang terdiri dari kolom Nomor, SKPD, Paket Pekerjaan, Pagu, HPS, PP, Apel dan Keterangan yang telah mencantumkan calon pemenang lelang (manten) untuk masing-masing paket pekerjaan.

Beberapa hari kemudian, draft plotfing paket pekerjaan tersebut dipaparkan oleh Muhammad Agus Fadjar kepada Terdakwa di ruang kerja rumah dinas Walikota yang dihadiri pula oleh Dwi Fitri Nurcahyo dan Edy Trisulo Yudo, dimana terdakwa banyak memberikan koreksi mengenai perusahaan mana yang akan menjadi pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan dan jatah siapa paket pekerjaan tersebut. Pada kesempatan itu Terdakwa juga menyampaikan mengenai commitment fee yang harus dipenuhi oleh pemenang proyek yaitu untuk pembangunan gedung fee-nya sejumlah 5% (lima persen) sedangkan untuk plengsengan atau saluran air sejumlah 7% (tujuh persen). Atas revisi Terdakwa selanjutnya Muhammad Agus Fadjar melakukan 2 (dua) kali perbaikan plotting paket pekerjaan sebelum akhirnya menjadi draft final dan disetujui Terdakwa.

Draft final plotting paket pekerjaan, lanjut PU KPK, selanjutnya dicetak (print) dan hasil cetakannya (print out) disampaikan Muhammad Agus Fadjar kepada terdakwa di Rumah Dinas Walikota, print out itu berisi plotting paket pekerjaan untuk: Walikota 1 (Terdakwa),; Walikota 2 (Edy Trisulo Yudo selaku adik Kandung Terdakwa),; Wawali (Raharto Teno Prasetyo),; Wartawan,; Anggota DPRD,; Partai Politik,; Tim sukses sewaktu Terdakwa Setyono ikut Pilkada, yaitu Kaji Yunus,; Kaji,; Kodir dan Kaji Mali,; AKLI (Asosiasi Jasa Kelistrikan),; TANDON (rekanan yang merupakan pilihan Dwi Fitri Nurcahyo dan disetujui Terdakwa),; dan Pihak-pihak lain yang diplotting oleh Terdakwa.

Saat menyerahkan print out plotting paket pekerjaan, Terdakwa meminta Muhammad Agus Fadjar untuk menginformasikan kepada setiap Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tentang adanya plotting-an paket pekerjaan tersebut. dan arahan itu dipenuhi oleh Muhammad Agus Fadjar dengan cara menemui langsung para Kepala SKPD di lingkungan Pemkot Pasuruan.

Bahwa salah satu paket pekerjaan yang sudah di plotting adalah Pekerjaan pembangunan PLUT- KUMKM pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan pagu anggaran senilai Rp2.297.464.000.00 (dua milyar dua ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus enam puluh empatribu rupiah). sesuai plotting yang dibuat Terdakwa untuk pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM ini masuk paket pekerjaan kelompok “TANDON” yang dikelola oleh Dwi Fitri Nurcahyo dan telah ditentukan calon pemenang lelangnya adalah Wongso Kusumo pemilik CV. Sinar Perdana sekaligus sebagai Ketua Gapensi Kota Pasuruan.

Bahwa lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) II Bagian Layanaan Pengadaan (BLP). 
Pada tanggal 8 Agustus 2018, Agus Widodo selaku Ketua Pokja II mengumumkan Paket Belanja Modal Gedung Dan Bangunan Pengembangan PLUT-KUMKM di SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) Kota Pasuruan, ada 21 (Dua puluh satu) perusahaan yang mendaftar namun hanya satu pemsahaan yang memasukkan penawaran yakni CV. Sinar Perdana milik M. Wongso Kusumo dengan nilai penawaran Rp2.213.496.000.00 (dua milyar dua ratus tiga belasjuta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah), akan tetapi setelah dilakukan evaluasi penawaran berupa evaluasi teknis, ternyata CV. Sinar Perdana tidak memenuhi persyaratan teknis personil inti sehingga menyebabkan lelang tersebut gagal.

Pada tanggal 20 Agustus 2018, Njoman Swasti selaku Kepala BLP, dan Siti Amini selaku Kepala Dinas Koperasi dan UMKM menghadap terdakwa untuk melaporkan gagalnya lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM. Saat itu terdakwa menanyakan kemungkinan dilakukan lelang ulang serta meminta Njoman Swasti dan Siti Amini untuk berkoordinasi dengan Dwi Fitri Nurcahyo terkait teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, kemudian siang harinya dilakukan pertemuan kembali di ruang Wali Kota antara terdakwa bersama Njoman Swasti, Siti Amini dan Dwi Fitri Nurcahyo.

Pada kesempatan itu terdakwa bertanya kepada Dwi Fitri Nurcahyo, apakah pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM dapat dilaksanakan dalam sisa waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender, dan dijawab Dwi Fitri Nurcahyo bisa. Kemudian Terdakwa meminta agar paket pekerjaan PLUT-KUMKM dilakukan lelang ulang dan meminta Dwi Fitri Nurcahyo mencari back up perusahaan sehingga lelang bisa diikuti minimal oleh 2 perusahaan.

Kemudian Dwi Fitri Nurcahyo menghubungi Supaat (almarhum) untuk mencari perusahaan back up peserta lelang proyek pembangunan PLUT-KUMKM. saat itu Supaat merekomendasikan CV Mahadir yang dikelola Muhammad Baqir. Keesokan harinya, Dwi Fitri Nurcahyo mengajak Wahyu Tri Hardianto dan Roby Abdulrochman yang keduanya mempakan orang kepercayaan Dwi Fitri Nurcahyo untuk menemui Supaat dirumahnya, ketika itu Supaat menghubungi Muhammad Baqir melalui telepon yang intinya,  menyampaikan adanya pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, dan Supaat juga menjelaskan kondisi lelang pertama yang gagal karena perusahaan milik Wongso Kusumo tidak lengkap dokumen penawarannya. Pada saat itu Supaat bertanya, berapa yang harus disisihkan. Dwi Fitri Nurcahyo menjelaskan, bahwa untuk 'Kanjengnya' atau terdakwa disisihkan 5% (lima persen).

Pada tanggal 21 Agustus 2018, sesuai dengan petunjuk Terdakwa selanjutnya Siti Amini membuat surat pengantar untuk dilakukan lelang ulang terhadap pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, dan di hari yang sama Pokja II BLP Kota Pasuruan mengumumkan lelang ulang tersebut.

Pada tanggal 22 Agustus 2018, Muhammad Baqir menghubungi Dwi Fitri Nurcahyo untuk mengkonfirmasi paket pekerjaan PLUT-KUMKM TA 2018 yang intinya, ketika itu Dwi Fitri Nurcahyo menyampaikan bahwa benar ada paket pekerjaan PLUT-KUMKM senilai kurang lebih Rp2,3 milyar serta ada Commitment Fee sejumlah 5% (lima persen) untuk juragan-nya yakni Terdakwa.

Saat itu juga Dwi Fitri Nurcahyo menegaskan, bahwa perusahaan yang dibawa Muhammad Baqir (CV Mahadir) menjadi manten (calon pemenang) paket pekerjaan tersebut dan hal itu disanggupi oleh Muhammad Baqir. Kemudian Muhammad Baqir dan ayahnya yakni Hud Muhdlor menemui Dwi Fitri Nurcahyo di rumahnya untuk membahas teknis lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, saat itu Muhammad Baqir juga sudah mengetahui telah menjadi "manten" (kandidat pemenang lelang).

Selanjutnya, kepastian Muhammad Baqir menjadi manten pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM disampaikan juga oleh Dwi Fitri Nurcahyo kepada Wahyu Tri Hardianto, hari itu juga Wahyu Tri Hardianto menelpon Muhammad Baqir dan meminta Muhammad Baqir untuk mengirimkan uang sejumlah Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) untuk Pokja II BLP yang melaksanakan lelang pekerjaan Pembangunan PLUT-KUMKM.

Pada tanggal 24 Agustus 2018 Muhammad Baqir melalui m-banking men-transfer uang sejumlah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) ke rekening BCA nomor 08910229704 a.n Wahyu Tri Hardianto, kemudian uang itu diserahkan kepada Dwi Fitri Nurcahyo untuk diberikan kepada Wakhfudi Hidayat selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Pengendalian BLP. Wakhfudi Hidayat disarankan oleh Edy Trisulo Yudo yang merupakan adik kandung terdakwa untuk membantu Dwi Fitri Nurcahyo.

Dwi Fitri Nurcahyo menyampaikan kepada Wakhfudi Hidayat, bahwa manten pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM berubah yang awalnya CV. Sinar Perdana milik M. Wongso Kusumo menjadi CV. Mahadir perusahaan milik Muhammad Baqir. Untuk itu, Wakhfudi Hidayat bersama Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Tri Hardianto membantu melengkapi kekurangan syarat-syarat lelang CV. Mahadhir yang diajukan Muhammad Baqir, kemudian Wakhfudi Hidayat juga membagi uang yang ditenma dari Muhammad Baqir dengan anggota Pokja II yang melaksanakan lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM.

Pada Tanggal 27 agustus 2018, dibuka pendaftaran lelang ulang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM, perusahaan yang mendaftar sebanyak 28 (dua puluh delapan) perusahaan termasuk CV. Mahadhir yang diajukan Muhammad Baqir, dan yang memasukkan penawaran hanya 2 (dua) perusahaan yaitu CV. Sinar Perdana dengan nilai penawaran Rp2.213.496.000 (dua milyar dua ratus tiga belas juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah), dan CV. Mahadhir  dengan nilai penawaran Rp2.210.429.000 (dua milyar dua ratus sepuluh juta empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah), namun saat dilakukan evaluasi teknis hanya CV. Mahadhir yang lulus persyaratan teknis, setelah dilakukan negosiasi dan klarifikasi selanjutnya disepakati nilai penawaran menjadi Rp2.195.813.000 (dua milyar seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tiga belas ribu rupiah).

Sehingga pada tanggal 4 September 2018, CV. Mahadhir diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pembangunan PLUT-KUMKM. Pada tanggal 5 September 2018, karena CV. Mahadhir telah ditetapkan sebagai pemenang lelang, Muhammad Baqir dihubungi oleh Supaat  menanyakan commitment fee, dan Muhammad Baqir menyampaikan fee 5% (lima persen) akan dikirimkan pada hari Jumat tanggal 7 September 2018.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 2018, Muhammad Baqir melakukan setor tunai di BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Singosari Malang ke rekening Bank BCA milik Supaat dengan Nomor Rekening 0891003489 sejumlah Rp115.000.000 (seratus lima belas juta rupiah), Muhammad Baqir mengetahui bahwa uang fee itu untuk terdakwa.

Bahwa setelah Muhammad Baqir mengirimkan uang fee ke rekening Supaat, selanjutnya Supaat  memberitahukan ke Wahyu Tri Hardianto yang kemudian disampaikan pula kepada Dwi Fitri Nurcahyo. Mengetahui uang fee telah dikirimkan, lalu Dwi Fitri Nurcahyo mengajak Wahyu Tri Hardianto dan Roby Abdulrochman untuk mengambil uang fee tersebut ke rumah Supaat, akan tetapi uang fee tersebut tidak jadi diambil hari itu karena Supaat sedang sakit keras.

Bahwa sejak tanggal 10 September 2018, Dwi Fitri Nurcahyo menjadi Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan, karena Mohammad Agus Fadjar selaku Kepala Dinas PUPR defimitif dalam keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Pada tanggal 17 September 2018, dilaksanakan penandatanganan Surat Perjanjian antara Susilo Rifai selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan Hud Muhdlor selaku Direktur CV Mahadhir untuk pekerjaan Pengembangan PLUT-KUMKM dengan No Kontrak 600/1320/423.111/2018 dengan nilai kontrak Rp2.195.813.000 (dua milyar seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tiga belas ribu rupiah).

Pada tanggal 24 September 2018, Supaat meninggal dunia dan ATM beserta buku tabungan yang berisi uang fee dari Muhammad Baqir dipegang oleh Novita Sugiastuti selaku istri Supaat, lalu pada tanggal 3 Oktober 2018, Wahyu Tri Hardianto bersama dengan Roby Abdulrochman menemui Novita Sugiastuti, kemudian Novita Sugiastuti memberikan kartu ATM rekening BCA atas nama Supaat yang didalamnya tersisa uang sejumlah Rp106.000.000 (seratus enam juta rupiah), karena ada yang terpakai untuk biaya pengobatan Supaat selama sakit.

Kemudian Wahyu Tri Hardianto melaporkannya kepada Dwi Fitri Nurcahyo, lalu Dwi Fitri Nurcahyo memerintahkan agar uang tersebut ditarik tunai dan dipindahbukukan ke rekening Wahyu Tri Hardianto untuk kemudian diberikan kepada Terdakwa melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik keponakan terdakwa.

Bahwa selain uang dari Muhammad Baqir selaku pemenang lelang paket Pekerjaan PLUT-KUMKM TA 2018, sekitar tahun 2018 di rumah dinas Walikota Pasuruan, terdakwa juga beberapa kali menerima commitment fee berupa uang dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan TA 2018 yang rinciannya adalah sebagai berikut ;

1. Rp100.000.000 (seratusjuta rupiah) yang diterima Terdakwa dari Andi Wiyono untuk 1 (satu) paket pekerjaan,; 2. Rp77.000.000 (tujuh puluh tujuh juta rupiah) yang diterima terdakwa dari Prawitno untuk 2 (dua) paket pekerjaan,; 3. Rp15.000.000 (lima belasjuta rupiah) yang diterima terdakwa dari Wongso Kusumo untuk 1 (satu) paket Pekerjaan yang dikerjakan Sri Wahono,;

4. Rp316.000.000 (tiga ratus enam belas juta rupiah) yang diterima terdakwa melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik yang sebelumnya uang tersebut diterima dan dikumpulkan Dwi Fitri Nurcahyo bersama Wahyu Tri Hardianto dari 8 (delapan) pemenang lelang paket Pekerjaan yaitu Wongso Kusumo, Bambang Parkesit, Sugeng Cahya Patria, Ninil Kusmiyati, Mohammad Mujib dan Muhammad Arifianto.

Bahwa uang yang diterima secara langsung oleh Terdakwa maupun yang diterima melalui Dwi Fitri Nurcahyo bersama Wahyu Tri Hardianto dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di lingkungan Kota Pasuruan TA 2018 seluruhnya berjumlah Rp614.000.000 (enam ratus empat belas juta rupiah).

Total Duit “Suap” yang diterima terdakwa Setiyono sejak Thn 2016, 2017 dan 2018 sebesar Rp2.967.243.360

Atas perbuatan terdakwa yang menerima uang seluruhnya sejumlah Rp2.967.243.360 (dua milyar sembilan ratus enam puluh tujuh juta dua ratus empat puluh tiga ribu tiga ratus enam puluh rupiah) dari rekanan pemenang lelang paket pekerjaan di Kota Pasuruan TA 2016, TA 2017 dan TA 2018, telah bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yaitu “setiap Penyelenggara Negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Selain itu, juga bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 huruf h Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, terakhir dirubah dengan perubahan Keempat yaitu Perpres Nomor 4 Tahun 2015, yaitu “Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika untuk tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa”

Dan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas perbuatan terdakwa, diancam pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana teteh dtambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jis Pasal 55 ayat (1) Ke-1, Pasal 65 ayat (1) KUHPidana,” ucap PU KPK Ferdian Adi Nugroho di akhir surat dakwaannya. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top