0
Foto kanan, terdakwa Eddy Rumpoko dan JPU KPK Ronald
beritakoruspi.co – Sidang perkara kasus Korupsi suap mantan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama Filipus Djab salah seorang pengusaha di Kota Batu, dan Edi Setiawan selaku Kabag Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu oleh KPK pada tanggal 16 Septemberi 2017 lalu, memang sudah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Jumat, 27 April 2018.

Selain kasus Korupsi suap yang menghentikan jabatan Eddy Rumpoko sebelum masa jabatannya berkahir Desember 2017 karena terjaring dalam operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada September tahun lalu bersama Filipus Djab dan Edi Setiawan, karena menerima “si hitam” alias mobil Toyota New Alphard type 3.5 Q A/T Tahun 2016 warna dan uang dari Filipus Djab, masih ada kasus Korupsi baru yang akan  sedang disidik lembaga super body itu, yaitu Tindak Pidana Pencucuian Uang (TPPU) yang masih berkaitan erat dengan kasus Korupsi suap “si hitam”.

Kasus Korupsi TPPU Eddy Rumpoko inilah yang miungkin akan menyeret tersangka baru sesuai fakta  fakta dipersidangan. Hal itu seperti yang disampaikan oleh JPU KPK Ronald Ferdinand Worontika kepada wartawan media ini seusai sidang putusan, Jumat, 27 April 2018.

“Kalau TPPU masih didalami, saya tidak bisa menyampaikan di forum ini karena itu sifatnya rahasia. Tapi kemungkinan kita dalami,” kata JPU KPK Ronald.

Saat ditanya lebih lanjut, terkait Direktur PT Dailbana Prima Indosesia yang juga sebagai istri “gelap” Filipus Djab, Esther Tedjakusuma (dalam persidangan, Ester mengaku bukan sebagai istri, tetapi tinggal serumah sudah bertahun-tahun) dalam proyek pengadaan meublair senilai Rp 5,4 milliar, Lila Widya Rahajeng selaku sekretaris pribadi Wali Kota yang menghapus dokumen catatan keuangan dari mantan sekretaris Wali Kota yakni Yuyun dan Yunedi sebagai supir pribadi Wali Kota yang mengambil dan menandatangani pengambilan “si hitam” dari deler, termasuk menerima gaji ganda sebagai PNS dari anggota TNI maupun dari Pemkot Batu.

Menanggapi hal itu, JPU KPK Ronald mengatakan, akan didalami setelah perkara Eddy Rumpoko tuntas yang saat ini menyiapkan memory banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur atas Vonis Ringan yang diberikan Majelis Hakim terhadap Eddy Rumpoko. Namun demikian, JPU KPK Ronald mengatakan, akan mendalami kasus tersebut.

“Kita akan dalami,” kata JPU KPK Ronald.

Fakta Persidangan

 Sesuai fakta persidangan dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU KPK kehadapan Majelis Hakim terungkap, pengambilan si hitam alis Toyota New Alphard pemberian Filipus Djab atas permintaan Eddy Rumpoko, melibatkan supir pribadinya yaitu Junaedi, anggota TNI AD berpangkat Kopral Satu.

Dalam persidangan, JPU KPK menunjukkan bukti berupa hasil percakapan Lila Widya Rahajeng dengan Yuyun mantan Sekpri Wali Kota, Lila Widya Rahajeng dengan Zadim selaku Kepala Bepeda Kota Batu, Lila Widya Rahajeng dengan Eddy Rumpoko. Dalam percakapan itulah terbongkar, peran Lila menerima uang “siluman” untuk Eddy Rumpoko, diantaranya dari Muhamad Ali Umar sebesar Rp Rp 50 juta melalui Edy Setiawan.

Fakta persingan tanggal 20 Maret 2018, Kepada Majelis Hakim Junaedi mengakui, menandatangani dokumen saat mengambil mobil ke deler atas perintah Eddy Rumpoko. Selain itu, Junaedi juga mengakui, telah masang sendiri Nomor Polisi “palsu” N 507 BZ saat mengantar Megawati ke Blitar tanpa memiliki STNK. Selain itu, Junaedi juga mengakui menerima gaji dari APBN/APBD sebagai anggota TNI AD maupun sebagai supir pribadi Wali Kota Eddy Rumpoko sejak 2008.

Selain Junedi, keterangan Sekretaris pribadi Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Lila Widya Rahajeng yang sempat membuat JPU KPK maupun Majelis Hakim merasa “jengkel” karena keterangannya berbelit-belit dan tidak mengakui apa yang ditanyakkan JPU KPK saaat itu, diantaranya mengenai si hitam, penghapusan dokumen di computer yang berada di lantai 5 kantor Wali Kota dan membakar dokumen berupa laporan keuangan mantan sekrtaris pribadi Wali Kota, Yuyun, dan penerimaan uang sebesar Rp 50 juta dari Muhamad Ali Umar lewat Edi Setiawan.

Saksi Kopral Satu (AD) Junaidi saat diperlihatkan barang bukti terkait mobil Toyota Alphard (Selasa, 20 Maret 2018)
Setelah Junaedi dan Lila Widya Rahajeng wanita cantik berusia muda (25) ada pula Diah selaku staf di Pemkot Batu yang mengatakan, pernah menerima uang dari seorang rekanan bernama Yusuf untuk Eddy Rumpoko. Menurut Diah, bahwa uang itu diserahkannya ke Wali Kota melalui Lila Widya Rahajeng, namum tak diakuinya juga.

Setelah Junaedi, Lila Widya Rahajeng wanita dan Diah, masih ada Direktur PT Dailbana Prima Indonesia yakni Esther Tedjakusuma selaku istri “gelap” Filipus Djab, yang memenangkan proyek meubler dengan nilai anggaran sebesar Rp 4,7 milliar.

Terkait dengan hal ini, JPU KPK Ronald Ferdinand Worontika, kepada wartawan media ini mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan penyelidikan baru sesuai fakta persidangan.

“Memang sesuai fakta persidangan dari keterangan Yunaedi, Lila dan pemberian uang oleh Yusuf, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan penyelidikan baru,” kata JPU KPK Ronal.

Hal itu dikatan JPU KPK Ronald seusai sidangan pembacaan surat tuntutan terhadap Eddy Rumpoko dan Edi Setiawan. Sementara Filipus Djab sudah divonis 2 tahun penjara pada bulan lalu.

Kasus suap OTT ini berawal pada sekitar tahun 2012, terdakwa Eddy Rumpoko berkenalan dengan Fiilipus Djab, seorang penusaha yang sedang mengurus ijin mendirikan Hotel miliknya yakni Hotel Amarta Hills di Kota Batu. Dan Filipus Djab pun mejadi rekanan di Kota Batu yang mengikuti beberapa proyek pengadaan Meubelair dan seragam kantor, menggunakan CV Amarta Wisesa miliknya dan PT Dailbana Prima Indonesia milik istrinya (Esther Tedjakusuma).

Pada Mei 2016, terdakwa Eddy Rumpoko berkeinginan untuk memiliki mobil mewah merek Toyota Alphard seri terbaru untuk dipergunakan melayani tamunya yang berkunjung ke Kota Batu. Untuk mewujudkan keinginannya, terdakwa kemudian memanggil Filipus Djab ke ruang kerjanya di lantai 5 Gedung Balai Kota Among Tani Kota Batu, dan menyampaikan keinginannya agar Filipus Djab membayar terlebih dahulu harga pembelian mobil Toyota Alphard tersebut yang harganya Rp 1.600.000.000. Dalam pertemuan itu, terdakwa menyampaikan, sebagai gantinya akan memberikan proyek-proyek atau paket pekerjaan yang bersumber dari APBD pemerintah Kota Batu kepada, dan permintaan itupun disanggupi oleh Filipus Djab.

JPU KPK saat memperlihatkan Barang Bukti kepada Lila (Jumat, 16 Maret 2018)
Pada tanggal 17 Mei 2016, terdakwa memanggil Filipus Djab dan Haryanto Iskandar selaku Kepala Cabang Dealer Toyota PT Kartika Sari, untuk datang ke ruang kerjanya guna membicarakan type-type terbaru kendaraan Toyota Alphard. Dari pertemuan dan pembicaraan ketiganya,  kemudian memutuskan untuk memilih Toyota New Alphard type 3.5 Q A/T Tahun 2016 warna hitam dengan harga yang disepakati Rp 1,6 miliar. Dan saa itu juga, terdakwa menyampaikan kepada Hariyanto Iskandar, bahwa yang akan membayar adalah Filipus Djab sementara mobil untuk terdakwa sendiri. Beberapa hari kemudian, Filipus melunasi pembayaran harga mobil dengan cara dua kali angsuran, yaitu pada tanggal 19 Mei 2016 sebesar Rp 300 juta dan pada tanggal 3 Juni 2016 sebesar Rp 1,3 milliar kepada Dealer Toyota PT Kartika Sari.

Pada tanggal 20 Mei 2016, terdakwa memerintahkan Haryanto Iskandar. agar nama pemilik yang tercantum dalam surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan BPKB mobil Toyota New Alphard type 3.5 Q A/T Tahun 2016 warna hitam itu, dibuat atas nama perusahaan PT Duta Perkasa Unggul Lestari (PT DPUL), walau tanpa persetujuan terlebih dahulu atau tanpa diketahui oleh pihak PT DPUL.

Selanjutnya, pada tanggal 21 Mei 2016, Yunedi yang merupakan sopir terdakwa mengambil mobil tersebut dari dealer Toyota PT Kartika Sari dan kemudian menyimpannya di rumah dinas Wali Kota Batu.

Pada pertengahan Mei 2016, sebelum dimulai rapat dengan Kepala Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) di ruang rapat Walikota Batu, memperkenalkan Edi Setiawan yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Pengadaan dan Distribusi Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Batu yang sekaligus merangkap sebagai Sekretaris Unit Layanan Pengadaan (ULP) kepada Filipus Djab.

“Setelah rapat selesai, terdakwa menyampaikan terhadap Edi Setiawan, “Ed, Ini teman saya, dan Dia sebagai pemenang lelang Pekerjaan Meubelair, kamu pandu atau araahkan agar pekerjaannya bagus, yang kemudian dijawab oleh Edi Setiawan, siap.,” kata JPU KPK menirukan.

Selanjutnya setelah pertemuan terakhir di puncak menemui Edi Setiawan di lobi ruang kerja terdakwa dan memperkenalkan perusahaannya yakni PT dailbana dari mana Prima Indonesia serta meminta agar Edi Setiawan membantu pekerjaannya dalam pengadaan meubelair titik Selain itu di akhir bulan Mei 2016 di puncak juga memberitahu ini Setiawan bahwa dirinya telah memberikan terdakwa mobil Toyota New Alphard.

Sejak pembelian mobil tersebut pada tahun 2016, melalui PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa, memenangkan 7 pengadaan barang di pemerintahan Kota Batu, antara lain di Dinas pendidikan, pengadaan batik siswa SD dengan pagu anggaran Rp 1.204.740.000 dengan nilai penawaran Rp 1.170.505.000 pemenang CV Amarta Wisesa

2. Pengadaan Batik untuk siswa SMP dengan pagu anggaran Rp 632.100.000, nilai penawaran Rp 614.190.000 pemenang lelang CV Amarta Wisesa. 3. Dinas Pendidikan pengadaan batik untuk siswa SMA/SMK dengan pagu anggaran Rp 657.370.000, nilai penawaran Rp 640.466.000 pemenang CV Amarta Wisesa. 4. Di BPKAD pengadaan mebeleur berupa meja dan kursi dengan pagu anggaran Rp 5.010.755.000, nilai penawaran Rp 4.929.404.000 pemenang PT Dailbana Prima Indonesia.

5. Di Dinas Pendidikan pengadaan Almari Sudut BacaSDN dengan pagu anggaran Rp 2.125.000.000 nilai penawaran Rp 2.033.570.000 pemenang CV Amarta Wisesa. 6. Di Dinas Pendidikan Belanja seragam bawahan SMA/MA/SMK dengan pagu anggaran Rp 852.372.500 nilai penawaran Rp 851.919.500 pemenang CV Amarta Wisesa, dan 7. Di Dinas Pendidikan Belanja seragam bawahan SMP/MTs dengan pagu anggaran Rp 728.612.500 nilai penawaran Rp 710.066.000 pemenang CV Amarta Wisesa

Pada tanggal 3 Januari 2017, Edi Setiawan selaku pelaksana tugas kepala bagian layanan pengadaan (BLP) Sekda Kota Batu, berdasarkan surat perintah melaksanakan tugas Nomor 800/10/PLT.01/422.203/2017. Setelah Edi Setiawan ditunjuk sebagai kepala BLP, kemudian terdakwa menyampaikan terhadap Edi Setiawan bahwa perusahaan teman-temannya bagus serta memerintahkan Edi Setiawan agar mengondisikan supaya perusahaan tersebut dapat memenangkan dalam proses pengadaan di Kota Batu TA 2017.

Pada bulan April 2017, Edi Setiawan dan Filipus Djab mengadakan pertemuan diruang kerja Edi Setiawan sebelum proses lelang pengadaan dimulai. Dalam pertemuan tersbut, Filipus menyampaikan akan mengikuti lelang dengan memakai PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa. Selain itu, Filipus Djab juga menyampaikan kepada terdakwa Eddy Rumpoko, bagaimana cara pelunasan mobil Toyota Alphard.  Yang dijawab oleh Eddy Rumpoko, bahwa pelunasan mobil sebesar Rp 650 juta, akan diselesaikan dengan pengadaan TA 2017.

“Silakan aja, teknisnya silahkan diatur dengan Edi Setiawan. Terdakwa Eddy Rumpoko pun kemudian memanggil Edi Setiawan yang ada saat itu untuk melaporkan rencana kegiatan pengadaan pemerintah Kota Batu. Selalanjutnya terdakwa mengatakan terhadap Edi Setiawan agar membantu Filipus Djab yang di jawab Edi Setiawan, Siap,” ucap JPU menirukan perkataan terdakwa terhadap Filipus Djab dan Edi Setiawan.

Pada tanggal 23 Mei 2017, terdakwa mengangkat Edi Setiawan sebagai pejabat definitif Kepala Bagian Layanan Pengadaan Pemerintah Kota Batu. Kemudian Edi Setiawan menindaklanjuti perintah terdakwa dengan cara melakukan pembicaraan dengan Filipus Djab, untuk membantu pekerjaan dalam memenangkan lelang pengadaan barang di pemerintah kota Batu TA 2017, sekaligus membicarakan fee yang harus diberikan kepada terdakwa, yakni sebesar 10% dan untuk Edi Setiawan sebesar 2% dari nilai kontrak.

Pada TA 2017, Pemerintah Kota Batu mengadakan pengadaan pekerjaan belanja modal dan peralatan mesin meubelair di BKAD dengan pagu anggaran sebesar Rp 5.440.000.000.
 
Pada tanggal 14 Mei 2017, BKAD Kota Batu mengadakan lelang pengadaan pekerjaan belanja modal peralatan dan mesin pengadaan meubelair dengan nilai Pagu anggaran sebesar Rp 5.440.000.000.

Pada tanggal 31 Mei 2017, PT Delta Prima Indonesia ditetapkan sebagai pemenang setelah dilakukan evaluasi penawaran peserta lelang terlebih dahulu dengan nilai penawaran Rp 5.265.315.000. Penentuan PT Delta Prima Indonesia sebagai pemenang karena memenuhi minimum persyaratan administrasi dan biaya kualifikasi. Sedangkan peserta lainnya tidak memenuhi syarat teknis, diantaranya tidak melampirkan sertifikat-sertifikat sebagaimana persyaratan dalam lelang yang sengaja dibuat oleh panitia sebagai persyaratan khusus.

Setelah Filipus Djap mengetahui PT Dailbana Prima Indonesia ditetapkan sebagai pemenang lelang, kemudian menghubungi Aang Thandra, agar segera mempersiapkan produksi. Selanjutnya Ang Tjandra menghubungi supplier lain yang bekerja sama dengan PT Dailbana Prima Indonesia, yakni PT Sentratama Global Solusindo, PT Agra Jaya dan PT Wahaya Lentera Raya untuk segera berproduksi, yang hasilnya kemudian dikirimkan PT Dailbana Prima Indonesia ke Balai Kota Among Tani.

Dua pengadaan pekerjaan belanja pakaian dinas dan atribut pada BKAD pemerintah Kota Batu tahun 2017, sekitar Maret 2017 Edi Setiawan bertemu dengan Fitria Dewi Kusumawati selaku PPK BKAD di ruang kerjanya dan mengatakan, bahwa terdakwa Eddy Rumpoko tidak cocok dengan contoh yang diperoleh dari pasar.

Selanjutnya Edi Setiawan menghubungi Filipus Djab terkait pengadaan kain seragam pemerintah Kota Batu TA 2017, dan untuk itu ia (Filipus Djab) meminta agar Teddy Setiawan berkoordinasi dengan Edi Setiawan. Beberapa hari kemudian, Hendra Setiawan menemui Edi Setiawan di ruang kerjanya. Edi Setiawan memanggil Fitria Dewi Kusumawati ke ruang kerjanya dan mengatakan, bahwa terkait dengan pengadaan kain seragam agar berhubungan dengan Hendra Setiawan yang akan menjadi penyedia kain seragam.

Hendra Setiawan Beberapa hari kemudian menemui Fitria Dewi Kusumawati dan Edi Setiawan sambil menyerahkan contoh kain hitam. Selanjutnya Edi Setiawan memerintahkan Fitria Dewi Kusumawati untuk segera uji ke laboratorium pengujian Balai Besar tekstil di Bandung, dan menjadikan hasil ujian tersebut sebagai sertifikasi barang dalam dokumen persyaratan lelang.

Pada bulan Mei 2017, Fitria Dewi Kusumawati kemudian menyerahkan dokumen kelengkapan tersebut ke bagian layanan pengadaan untuk melakukan pelelangan dalam pelaksanaan lelang gagal. karena tidak ada peserta lelang yang memenuhi persyaratan teknis terkait ISO dan SNI

“Pada bulan Mei 2017, terdakwa menyampaikan kepada Edi Setiawan, agar pengadaan meubelair dimenagkan oleh Filipus Djab” kata JPU KPK

Pada tanggal 21 Agustus 2017 sekitar pukul 05.13 WIB, Edi Setiawan memberitahu Fitria Dewi Kusumawati dan Pokja V, akan melakukan pembuktian kualifikasi-kualifikasi dengan mendatangi pabrik yang memberikan dukungan ke segamat bau wisata titik terkait hal tersebut meminta Edi Setiawan berhubungan dengan Hendra Setiawan

Pada tanggal 29 Agustus 2017, CV Amarta Wisesa ditetapkan sebagi pemenang lelang pengadaan pekerjaan belanja pakaian dinas dan atributnya belanja kain untuk pakaian ASN atasan putih dan bawahan hitam denagn pagu anggaran sebesar Rp 1.490.000,000 dengan nilai penawaran Rp 1.488.370.000, karena dianggap memenuhi persyaratan yang dibuat oleh panitia diantaranya  syarat administrasi biaya dan kualifikasi sedangkan peserta lainnya tidak memenuhi syarat teknis diantaranya hasil uji lab sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan.

Berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan pekerjaan belanja modal peralatan dan mesin untuk pengadaan mobiler dan pengadaan pekerjaan belanja pakaian dinas dan atribut pada BPKAD Kota Batu TA 2017 tersebut, pada tanggal 5 agustus 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, Filipus Djab  menghubungi Edi Setiawan melalui Smart Phone membahas meneganai komitmen fee Kedua  pengadaan tersebut, maka hutang pembelian mobil Toyota New Alphard untuk terdakwa dapat dilunasi. Sehingga Filipus Djab meminta bantuan Edi Setiawan untuk mempercepat pembayaran kedua proyek tersebut.

Pada tanggal 23 Agustus 2017 bertempat di kedai roti di Bandara Abdul Rahman Saleh Malang, terdakwa bertemu dengan Filipus Djap yang menanyakan kepada terdakwa, “Pak, untuk fee meubel ini mau dipotong untuk Si Hitam berapa, Bapak berkenan tunai berapa ?”. Yang di jawab oleh terdakwa, “Udah, Edi Setiawan yang atur”. Selanjutnya, sekitar pukul 13.00 WIB, Filipus Djab menghubungi Edi Setiawan, terkait dengan pekerjaan pengadaan meubelair yang harus diserahkan sebesar 10% dari nilai kontrak yakni sejumlah Rp500 juta.

“Dalam pembicaraan tersebut disampaikan bahwa, dari fee Rp 500 juta, akan diperhitungkan Rp 300 juta untuk bagaian uang yang sudah dikelaurkan Filipus Dajb untuk pembayaran Si Hitam. Sehingga sisa kekuragan Rp 650 juta, setelah dikurangi uang sebesar Rp 300 juta  menjadi Rp 350 juta, dan akan diperhitungkan dari pengadaan lainnya pada tahun anggaran 2017 yang dikerjakan oleh Filipus Djap. Selanjutnya sisa uang sejumlah Rp 200 juta diminta oleh terdakwa untuk diberikan secara tunai. Selain itu, juga menyampaikan akan memberikan uang sejumlah 100 juta untuk Edi Setiawan,” kata JPU KPK dalam surat dakwaannya.

Pada tanggal 24 Agustus 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa menghubungi Filipus Djab dan menyampaikan pesan agar tidak melakukan transaksi terlebih dahulu karena sedang dipantau oleh tim Saber Pungli dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu, terdakwa berpesan agar Filipus Djab mengingatkan Edi Setiawan terkait hal tersebut.

Pada siang harinya di tanggal 24 Agustus 2017, Filipus dan Edi Setiawan mengadakan pertemuan di rumah makan Java Nine Malang dan menyepakati untuk menggunakan kata sandi “undangan” sebagai pengganti kata “uang fee”, istilah atas untuk mengganti Hotel Amartha Hills , istilah bawah sebagai pengganti Cafe Java Nani dan istilah Si Hitam sebagai pengganti Alphard, yang akan digunakan dalam setiap komunikasi dengan Edi Setiawan dan terdakwa serta disepakati. Atas saran terdakwa, menunjuk Edi Setiawan sebagai orang tengah yang menjembatani komunikasi antara terdakwa dan Filipus Djap.
Pada tanggal 6 September 2017, ketika sedang melayat di rumah almarhum Suparto, selaku Sekda Kota Batu, terdakwa diberitahu oleh Filipus Djab, bahwa pengadaan meubelair akan segera dibayarkan, sehingga Filipus Djap meminta ijin kepada terdakwa akan menggunakan bagian dari fee 10% yakni sebesar Rp 300 juta sebagai pelunasan pembelian mobil Toyota New Alphard, hinggap Filipus Djab hanya akan memberikan uang secara tunai sebesar Rp 200 juta kepada terdakwa.

Filipus Djap kemudian menanyakan fee tersebut akan diserahkan kepada siapa, dan dijawab oleh terdakwa agar diserahkan langsung kepada terdakwa. Dan pada sore harinya Filipus Djab  memberitahukan hasil pembicaraannya dengan terdakwa kepada Edi Setiawan, dan meminta agar dibantu mempercepat pembayaran pengadaan meubelair.

Pada tanggal 15 September 2017, setelah pembayaran pekerjaan meubelair masuk ke rekening BRI atas nama PT Dailbana Prima Indonesia sebesar Rp 4.714.850.250 dari BKAD Kota Batu sekitar pukul 13.49 WIB, terdakwa dihubungi oleh Filipus Djab, yang menyampaikan “Oh Pak, besok saya mau ngantar undangan. Yang dijawab oleh terdakwa, “iya iya saya tunggu ya”. Kemudian dijawab Filipus Djap “he he he. saya kontak Bapak besok ya”. Dan dijawab oleh terdakwa “Nggeh maturnuwun”.

Masih di hari yang sama sekitar pukul 13. 59 WIB, Filipus Djap menghubungi Edi Setiawan mengajak bertemu di atas (Hotel Amartha Hills) untuk menyerahkan undangan (uang fee) kepada Edi Setiawan. Selain itu Filipus Djap juga menyampaikan sudah menghubungi terdakwa Eddy Rumpoko, bahwa besok Filipus Djab hendak memberikan undangan kepada terdakwa, dan terdakwa meminta agar diserahkan langsung kepada Nya.

Sabtu, 16 September 2017 sekitar pukul 10.14 WIB, Filipus Djap menelepon Edi Setiawan meminta untuk mengecek keberadaan terdakwa. Atas permintaan tersebut, selanjutnya Edi Setiawan menghubungi Lila Widya Rahajeng, sekretaris pribadi terdakwa dengan menggunakan aplikasi WhatsApp, mempertanyakan keberadaan terdakwa. Menurut Lila Widya Rahajeng, bahwa terdakwa berada di rumah dinas, dan selanjutnya Edy Setiawan menyampaikan informasi tersebut kepadaku Filipus Djap

Di hari yang sama sekitar pukul 11.00 WIB, Filipus Djab menghubungi Edi Setiawan untuk bertemu di Hotel Amarta Hills. Selanjutnya, sekitar pukul 11.29 WIB, Filipus Djab  menghubungi terdakwa dan menanyakkan apakah terdakwa di rumah atau tidak, yang dijawab oleh terdakwa “di rumah belum mandi, belum makan”. lalu Filipus Djab menyampaikan ingin bertemu 4 mata terlebih dahulu karena akan menyampaikan undanga untuk terdakwa. Yang dijawab oleh terdakwa “ya, ya, ya pak”.

Sekitar pukul 12.30 WIB, Filipus Djab bertemu dengan Edi Setiawan di Hotel Amarta Hills, lalu sekitar pukul 12.45 WIB, Filipus Djap menyerahkan paper bag BRI prioritas berisi uang sebesar Rp 95 juta kepada Edi Setiawan di halaman parkir Hotel Amarta Hills, sambil mengatakan “ini titipannya’. Selain itu, Filipus Djab mengatakan kepada Edi Setiawan, “kantor yang satu ini punya Pak Bos”.

Setelah menyerahkan uang kepada Edi Setiawan, Filipus Djap kemudian pergi ke rumah dinas Walikota Batu di Jalan Panglima Sudirman Nomor 98 Kota Batu. Filipus Djap selanjutnya membawa paper bag BRI prioritas yang berisi uang sebesar Rp 200 juta yang akan diserahkan bagi terdakwa.

Namun sial bagi si Filipus Djab dan Eddy Rumpoko, karena tidak berapa lama kemudian datanglah petugas KPK lalu mengamankan keduanya termasuk Edi Setiawan dengan barang bukti berupa uang Rp 95 juta.

Filipus Djab pun dijerat sebagi pemberi suap sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf b, sementara Eddy Rumpoko dan Edi Seiawan dijerat sebagai penerima uang suap, berdasrkan pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP pasal 64 ayat (1) KUHAP.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top