2
Saksi Arisf Cahyana (juga tersangka)


 #Dalam Sidang Korupsi OTT PT PAL Terungkap, Dana Komando Sebesar Rp18,12 M Ke TNI AL Tanpa Aturan Dan Bukti Setoran#

beritakorupsi.co – “Lain lubuk lain Ikannya”. Barangkali ungkapan inilah yang tepat dalam kasus Korupsi OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada Maret 2017, dengan barang bukti berupa uang sebesar US25.000 Dollar, terkait penjualan kapal perang SSV (Strategic sealift vessel) antara PT PAL (Penataran Angkatan Laut) Indonesia dengan pemerintah Philipina, hingga menyeret Direktur Utama (Dirut PT PAL) sendiri, dan  diduga melibatkan petinggi TNI AL  ?.

Sebab, andaikan Arif Cahyana (Kepala Devisi Keuangan PT PAL) dan Agus Nugroho (Direktur Umum PT Perusa Sejati) tidak tertangkap KPK, bisa jadi uang sebesar US25.000 dollar tersebut yang merupakan Cash Back sebesar 1,25 persen yang diterima oleh PT PAL dari Ashanti Sales melalui Kirana kotama, selaku pemilik PT Perusa Sejati, akan disetorkan ke Pekas Pusku (Pemegang Kas Pusat Keungan) TNI AL di Mabes TNI AL Cilangkap, sebagai dana “siluman” alias Dana Komando.

Yang sebelumnya, uang sebesar US163.102,19 dollar yang diterima PT PAL dari Kirana Kotama juga sudah disetorkan ke Pekas Pusku TNI AL di Mabes TNI AL Cilangkap oleh Saiful Anwar (Direktur Keuangan) dan Arifin Cahyana, untuk melunasi Dana Komando sebesar Rp 18,12 milliar. yang baru diabayar senilai Rp. 5.369.00 0.000


Dari kiri,  Imam Sulistyanto, Arif Cahyana dan Firmansyah Arifin

Anehnya, Dana Komando yang dimaksud tidak ada aturan oleh peraturan Internal perusahaan atau SOP (Standard Operational Procedures) termasuk pemberian besaran fee marketing/sales kepada Ashantiy Sales. Apakah hal itu hanya terjadi di PT PAL (Penataran Angkatan Laut) selaku perusahaan milik negara (BUMN) dimana Komisiaris Utamanya adalah KASAL (Kepala Staf Angkatan Laut) atau terjadi juga di BUMN-BUMN lainnya ?

Hal itu terungkap dalam persidangan kasus Korupsi OTT dengan terdakwa Agus Nugroho, selaku Direktur Umum PT Perusa Sejati, yang menjadi perantara suap antara Ashanti Sales Inc selaku CEO (Chief Executive Officer) dari Liliosa L Saavedra dengan Arifin Cahyana (Kadiv Keuangan PT PAL) serta menyeret Dirut PT PAL, Firmansyah Arifin, Direktur Keuangan PT PAL, Saiful Anwar serta Kirana Kotama.

Dalam persidangan, Jumat, 14 Juli 2017, dengan agenda pemeriksaan 7 orang saksi yang dihadirkan JPU (Jaksa Penuntut Umum) dari KPK diantaranya, Afni, Hendra dan Roni untuk terdakwa Agus Nugroho yang diampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Setiyono dan Andrianus dari LBH Trisakti Jakarta, dengan Ketua Majelis Hakim Tahsin., SH., MH dan dibantu 2 anggota Majelis Hakim Ad Hock, DR.Andriano.,SH., MH dan DR.Lufsiana., SH., MH

Ke 7 saksi dimaksud antara lain, Firmansyah Arifin (Dirit PT PAL), Arif Cahyana (Kadiv Keuangan), Imam Sulistyono (Mantan Direktur Keuangan, sekarang menjabat Dirut PT DOK), Saiful Anwar (Direktur Keuangan PT PAL), Sri Utami dan  Cornelius M (Bagian Bendahara PT Pirusa Sejati)

Atas pertanyaan Majelis Hakim terkait Cash Back sebesar 1,25 persen dan Dana Komando, saksi Firmansyah Arifin selaku Dirut PT PAL yang juga tersagka menjelaskan, bahwa Dana Komando tidak diatur oleh peraturan Internal perusahaan atau SOP (Standard Operational Procedures). Dana Komando merupakan dana non budgeter yang harus disiapkan oleh PT PAL Karena pada saat penagihan termin pembangunan kapal milik TNI AL, maka harus didahului dengan pembayaran Dana Komando terlebih dahulu, yang nilainya cukup besar.

“Tidak diatur oleh peraturan Internal perusahaan atau SOP. Rencananya uang Cash Back tersebut akan dibayarkan untuk Dana Komando kepada Pusku TNI AL di Cilangkap Mabes TNI AL. Dana Komando merupakan dana non budgeter yang harus disiapkan oleh PT PAL Karena pada saat penagihan termin pembangunan kapal milik TNI AL, maka harus didahului dengan pembayaran Dana Komando terlebih dahulu, yang nilainya cukup besar. Bahwa untuk proyek pembangunan kapal LDP (Landing platorm Dock) milik TNI AL, telah disepakati penunjukan langsung dilaksanakan oleh PT PAL dengan Dana Komando sebesar 8% dari nilai kontrak sebesar Rp 790 miliar pada Januari 2017, dan penandatangan kontrak sekitar bulan Februari 2017. Sistem pembayaran Dana Komando tersebut adalah sebelum pembayaran uang muka 10 persen dari nilai kontrak. Untuk bisa membayar Dana Komando tersebut sekitar Rp 5,6 miliar (10 persen X nilai kontrak X 8 persen), saya mengandalkan cash back 1,2 persen dari Ashanti Sales. Pihak dari Ashanti sales yang bisa berhubungan dengan PT PAL, Arif Cahayana dan Saiful Anwar adalah Kirana Kontama.

Kemudian uang cash back tersebut, lanjut Saksi Arifin, akan diberikan oleh Arif Cahyana atau staf lainnya kepada Pusku TNI AL di Cilangkap, Mabes TNI AL. Dari laporan Arif Cahyana atau Saiful Anwar, bahwa uang Dana Komando akan diserahkan setelah mendapatkan uang Cash Back dari Ashanti Sales melalui Kirana kontama.

Menurut saksi Arifin, pesanan kapal kebutuhan dalam negeri, 4 unit kapal KCR (kapal cepat rudal), panjang 60 meter untuk TNI Angkatan Laut dan Kemenhan RI dengan harga sekitar Rp 125 miliar per kapal. 2 unit kapal PKR (perusak kawal rudal) panjang 105 meter, untuk Kemenhan RI, harga sekitar US$ 200 juta (dollar). 2 unit kapal Tug Boat 2000 hp, untuk TNI AL harga kapal sekitar Rp 70 miliar per kapal. 1 unit LDP (landing platform Dock) untuk TNI AL, harga kapal sekita Rp 710 milliar.

Pesanan kapal untuk kebutuhan luar negeri, 2 kapal SSV (Strategic Sealift vessel) untuk Kemenhan Philipina, harga kapal sekitar USD 43 juta per kapal. Pesanan kapal perang dari Malaysia dan Uni Emirat Arab masih dalam penjajakan”

“Jumlah Dana Komando yang diminta sebesar 4% dari harga kapal. Nilai proyek 3 kapal KCR sekitar Rp 375 miliar, dan 1 buah Tug Boat Rp 78 miliar. Jumlah nilai proyek sebesar Rp 453 miliar. Dana Komando sekitar Rp 36 miliar. Yang harus dibayar sebesar  Rp 18,12 miliar. Saya kurang tau jumlahnya Dana Komando yang sudah dibayarkan oleh PT PAL kepada Pekas (Pemegang Kas) TNI AL,” jawab Arifin kepada Majelis.




Saiful Anwar (Kemeja Putih)
Sementara menurut Imam Sulistyanto, mantan Direktur Keuangan sebelum digantikan Saiful Anwar pada 2016 menjelaskan kepada Majelis, jumlah dana yang telah disetorkan oleh PT PAL sebagai Dana Komando kepada TNI AL, sekitar Rp 5 milliar. Penyetotan USD 250.000 atau sekitar Rp 3.250.000. Penyetoran USD 163.000.000 atau sekitar Rp 2.119.000. 000. Totalnya USD 413.000 atau sekitar Rp 5.369.00 0.000. yang menyerahkan Imam Sulistianto dan Arif Cahyana.

“Saya tidak ingat pasti sumber dana yang digunakan sebagai Dana Komando kepada pihak TNI AL terkait proyek KCR dan Tug Boat. Menurut Imam Sulistyanto, bahwa dana tersebut diambil dari penyetoran USD250.000 atau setara 3.250.000.000 dipinjam dari uang muka pembayaran kapal SSV. Penyetoran USD 163.000.000 atau sekitar Rp 2.119.000.000 berasal dari dana pengambilan agency fee (1,25%) dari Ashanti Sales kepada PT PAL,” ungkap saksi kepada Majelis.

Disamping itu, menurut saksi, masih ada dana sisa pembayaran proyek kapal KCR dan kapal Tug Boat yang masih tersimpan di rekening PT PAL pada BRI sekitar Rp 5 miliar, namun tidak bisa dicairkan. PT PAL memiliki rekening di Bank BRI Capem (cabang pembantu) Cilangkap, Mabes TNI AL. Dan setiap pembayaran termin proyek kapal KCR dan kapal Tug Boat tahun 2014, dibayarkan kepada ke PT PAL.

“Sisa tagihan termin terakhir proyek kapal KCR dan kapal Tug Boat tahun 2014 sebesar Rp 5 miliar, namun diblokir oleh pihak TNI AL. Pemblokiran tersebut dikarenakan PT PAL belum membayar Dana Komando kepada TNI AL. Pada akhir tahun, setelah Marsetyo (Komisaris Utama PT PAL) bertugas, sempat menanyakan kepada saya tentang penyelesaian dana termin terakhir yang tersimpan di Bank BRI. Dana sebesar Rp 5 miliar tersebut semestinya milik PT PAL untuk pembayaran termin terakhir.,” kata saksi menjelaskan.

Saksi Imam Sulistyanto pun beberapa kali ditegur Majelis Hakim DR. Andriano, karena keterangan saksi dianggap berbelit-belit dan tidak jujur. Tragisnya, Majelis Hakim DR. Lufsiana justru memerintahkan JPU agar menetapkan Imam sebagai tersangka dan menahannya. Tidak hanya itu. Majelis Hakim DR. Lufsiana juga memerintahkan JPU untuk menyita catatan terkait penyetoran Dana Komando untuk di ajukan ke Presiden, agar JPU dapat menyita Dana Komando yang sudah disetorkan ke TNI AL sebesar Rp 5 milliar lebih dari total 18,12 milliar.

“Ini (sambil menunjuk saksi Imam) jadi tersangka belum. Jadikan tersangka dan langsung tahan. JPU juga supaya menyita catatan itu untuk diajukan ke Presiden menyita uang Dana Komando itu,” kata DR. Lufsiana dengan gerem melihat fakta persidangan.

 Selanjutnya, atas pertanyaan Majelis Hakim terkait penyerahan sejumlah dana komando kepada TNI AL, Arif Cahyana menjelask, hal itu dilakukannya saat dirinya bertugas ke Jakarta tahun 2015, dan kemudian dihubungi oleh Imam Sulistianto untuk bertemu di Mabes TNI Cilangkap  terkait pembayaran Dana Komando.

“Saya terima dari Imam Sulistyanto, Januari 2015. Januari 2015, saya ditugaskan Direksi untuk menyelesaikan tagihan proyek KCR dan Tug Boat. Saya bertemu dengan Imam Sulistianto di Mabes TNI Cilangkap untuk membayarkan sebagian Dana Komando. Karena uang tunai yang dibawa oleh Imam Susianto bukan dalam mata uang rupiah, pihak Pekas menolak pembayaran Dana Komando, jika tidak dalam mata uang Rupiah. Saya dan Imam Sulistyanto menukarkan uang tersebut ke mata uang rupiah di BRI KCP Cilangkap,  nilainya kurang lebih Rp 2 miliar. Setelah menukarkan uang, saya dan Sulistyanto pergi menuju Pekas TNI AL di Mabes TNI Cilangkap untuk melakukan pembayaran kekurangan Dana Komando.  Saya tidak ingat nama orangnya. Ada 4 orang staf yang bertugas dan selanjutnya disitulah saya menyerahkan uang Dana Komando,” terangnya.

Saat ditanya Majelis Hakim, terkait nama sipenerima Dana Komando, saksi tak menyebutkan satu nama pun. Alasannya tak mengingat.

“Saya tidak ingat nama orangnya. Ada 4 orang staf yang bertugas Pekas dan selanjutnya disitulah saya menyerahkan uang Dana Komando. Saya tidak ingat dana tunai yang telah diserahkan kepada pihak TNI AL. Seingat saya, PT APL tidak dapat memenuhi permintaan TNI AL untuk membayar Dana Komando sebesar Rp 18,12 miliar. Yang terbayar baru kurang lebih Rp 5 miliar,” jawab saksi seakan menyembunyikan nama petinggi TNI AL.

Keterangan saksi Arifin Cahyana yang mengatakan, tidak tau nama sipeneriam Dana Komando TNI AL. sebab, orang-orang di PT Penataran Angkatan Laut (PAL) bukanlah orang-orang biasa melainkan oarng-orang yang genius cara berpikirnya. Namun saksi yang juga tersangka ini bisa diterima. Sebab yang disebutkan adalah Militer.

Usi persidangan, JPU Afni, saat ditanya terkait saksi dari pihak TNI AL terkait aliran dana USD163 leih yang sudah disetorkan ke Pekas Pusku TNI AL mengatakan belum ada saksi. alasannya, karena dakwaan focus kepada terdakwa Agus Nugroho.

“Sampai saat ini belum ada saksi, karena kita fokus kepada terakwa Agus,” ujar JPU KPK Afni.

Namun saat ditanya terkait keterangan saksi tentang penyerahan uang sebesar USD163 lebih sebagai Dana komando dan sipenerima, JPU Afni menjelaskan, dana tersebut diserahkan ke Pekas.

“Yang menyerahkan langsunh diserahkan ke Pekas, Pemegang Kas. Kita sudah beberapa kali menanyakkan termasuk Majelis Hakim juga tidak menyebutkan. Intinya diruangan itu ada 4 orang tapi dia tidak tau,” pungkasnya.  

Terpisah. Penasehat Hukum terdakwa Agus Nugroho, Sulistyono dan Andreanus mengatakan, saksi tidak ada kaitannya dengan terdakwa. "Para saksi yang dihadirkan JPU tidak ada kaitannya dengan terdakwa. saksi hanya menjelaskan terkait dengan Dana Komando," ujar Sulistyono
 
 Akankah terungkap nama petinggi TNI AL di Mabes TNI AL Cilangkap yeng menerima dana Komando dalam persidangan dengan terdakwa Arifin, Saiful Anwar dan Arif Cahyana ? Atau nama si penerima Dana Komando akan tetap menjadi “Rahsia” ?. (redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top